MAKASSAR, Polhukam.id – Berdasarkan konferensi pers Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran bersama Pangdam Jayakarta Mayjen Dudung AB di Mapolda Metro Jaya Siang tadi dan Konferensi pers yang dilakukan oleh DPP FPI oleh Ketua DPP FPI Ustadz Shobri Lubis bersama Sekretaris Umum DPP FPI Munarman terkait tewasnya 6 laskar FPI di Tol Cikampek Jawa Barat sangat jauh berbeda kronologi dan penjelasannya.
“Polri mengatakan anggotanya lebih dahulu dipepet lalu diserang dan ditembak laskar FPI yang mengawal HRS sehingga terjadi kontak senjata yang berujung dengan tewasnya 6 orang laskar FPI dan 4 lainnya melarikan diri” sementara dari Siaran Pers FPI mengatakan bahwa “rombongan HRS lah yang dihadang sekelompok orang berpakaian sipil, yang membuntuti mobil rombongan sehingga laskar FPI berusaha mengamankan HRS yang berujung diculiknya 6 Laskar FPI yang kemudian terkonfirmasi meninggal dunia”
Menanggapi hal tersebut, Ketua Humas PP LIDMI Asrullah mengatakan bahwa “Dari kasus ini penting memakai kacamata equal under law and justice dan sikap proporsional sebab versi yang disampaikan oleh masing-masing pihak tidak bisa secara partikulir dijustifikasi sebagai absolute referensi sebab memiliki dalilnya masing masing sebelum didahului oleh saintifik pembuktian”.
Karena kasus ini mengakibatkan hilangnya nyawa 6 orang warga negara (Laskar FPI) dengan kronologis yang masih dualis, serta yang menjadi korban tidak terlibat dalam kejahatan teroris atau separatis sehingga layak didudukkan pada kacamata treatment yang lebih proporsional maka tugas negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana amanah Pembukaan UUD NRI 1945 maka sesungguhnya peran Polrilah yang seharusnya sebagai organ perwujudan negara untuk menggregasi social safety nett dengan baik, ajeg dan tertib.
Namun karena dalam kasus ini Polisi dan FPI saling merilis versinya dengan masing masing dalil yang dimiliki, maka untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan (fairness) penting oleh pemerintah (Presiden) untuk mengambil langkah kepemerintahan salah satunya dengan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) ataupun tim Independen yang dibentuk untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi. Kedua, Mendorong Komnas HAM sebagai institusi penyelidikan pelanggaran HAM dan Penegakan HAM untuk pro aktif merespon sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi fungsi kemarwah integritasan HAM warga negara oleh negara sekalipun.
Terakhir, mari menjaga iklim damai dan persatuan bagi seluruh elemen bangsa berbasiskan keadilan karena neraca keadilanlah yang mampu mengokohkan sendi sendi negara ke seluruh lapisan masyarakat.
Komentar Anda