Heran Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun, Said Didu: Kalau Begitu, Jokowi Juga Bisa Dihukum karena Merugikan Negara

- Sabtu, 19 Juli 2025 | 23:15 WIB
Heran Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun, Said Didu: Kalau Begitu, Jokowi Juga Bisa Dihukum karena Merugikan Negara


Vonis 4,5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Salah satu suara kritis datang dari tokoh nasional dan mantan Sekretaris BUMN, Said Didu, yang mempertanyakan logika putusan Majelis Hakim dalam kasus yang menjerat Tom Lembong terkait kebijakan impor gula.

Dalam pernyataannya, Said Didu mengaku bingung dengan dasar hukum vonis tersebut.

Ia menyebut ada tiga kejanggalan besar dalam putusan yang dinilainya berbahaya, tidak hanya bagi Tom Lembong, tapi juga untuk masa depan pengambilan kebijakan di Indonesia.

Menurut Said, salah satu poin dalam vonis menyebutkan bahwa kerugian negara timbul karena adanya keuntungan bagi pihak swasta yang bekerja sama dengan BUMN.

Ia mempertanyakan dasar logika ini, dan menyinggung berbagai proyek besar era Presiden Jokowi.

"Coba bayangkan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, tol, bandara, semua itu kerja sama BUMN dan swasta. Kalau seperti ini, mantan Presiden Jokowi juga bisa dianggap merugikan negara, karena pihak swasta juga mendapat untung," ujarnya dengan nada heran.

Said juga menekankan bahwa kebijakan impor gula, yang menjadi dasar dakwaan, bukan merupakan ranah kewenangan Menteri Perdagangan sepenuhnya.

Ia menegaskan bahwa kerja sama antara BUMN dan pihak swasta merupakan aksi korporasi yang berada di bawah otoritas Kementerian BUMN, bukan Kementerian Perdagangan.

"Kebijakan itu bukan wewenang Tom Lembong. Tapi kenapa justru dia yang dihukum? Ini mencederai logika institusi dan tanggung jawab jabatan," tegasnya.

Yang paling ditekankan oleh Said Didu adalah tidak adanya niat jahat (mens rea) dan tidak ditemukan bukti adanya kickback atau keuntungan pribadi yang diterima oleh Tom Lembong.

Ia menyebutkan bahwa dalam banyak kasus korupsi, unsur kickback atau gratifikasi menjadi indikator utama, namun hal itu tidak terbukti dalam kasus ini.

"Selama saya empat tahun di KPK, saya paling takut kalau ada kerugian negara tapi tidak ada kickback. Karena itu bisa berarti kriminalisasi kebijakan. Tom Lembong tidak menerima apa pun!" ujarnya disambut tepuk tangan para hadirin.

Tim kuasa hukum Tom Lembong pun angkat suara menanggapi vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Mereka menilai putusan hakim sepenuhnya mengabaikan fakta-fakta persidangan dan hanya mengcopy-paste tuntutan jaksa.

"Tidak ada satu pun bukti niat jahat. Bahkan, dalam persidangan, para ahli menyatakan bahwa kebijakan impor gula ini tidak melanggar aturan yang berlaku. Tapi semua itu diabaikan oleh hakim," ujar kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir.

Disebutkan juga bahwa banyak pernyataan saksi yang berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) juga tidak dipertimbangkan.

Bahkan ada saksi yang dalam BAP menyebut Tom sebagai pimpinan rapat dengan swasta, namun di persidangan justru membantah pernah menyebut hal tersebut.

Tim hukum juga menyoroti inkonsistensi hakim yang menyebut pelanggaran terhadap Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rakortas, padahal Perpres tersebut tidak mencantumkan aturan terkait pokok perkara.

Baik Said Didu maupun tim kuasa hukum menyuarakan kekhawatiran yang lebih dalam terhadap dampak sistemik dari putusan ini.

Mereka menilai, jika pejabat negara bisa dihukum karena sebuah kebijakan tanpa bukti keuntungan pribadi, maka akan muncul ketakutan luas di kalangan birokrat.

"Kalau ini dibiarkan, 5-10 tahun mendatang para menteri dan pejabat akan takut mengambil keputusan. Akibatnya, roda pemerintahan bisa macet. Negara bisa lumpuh," tegasnya.

Menurut mereka, tidak ada kejelasan batas antara tindakan administratif dan tindak pidana korupsi.

Apalagi ketika keuntungan swasta dalam bisnis sah dianggap sebagai kerugian negara.

Meskipun masih dalam tahap evaluasi, tim hukum Tom Lembong menyatakan kemungkinan besar akan mengajukan banding atas vonis tersebut.

"Putusan ini bukan hanya soal Tom Lembong, tapi soal keadilan dan kepastian hukum di negeri ini. Kalau tidak dikoreksi, dampaknya bisa sangat luas bagi siapa pun yang terlibat dalam pengambilan kebijakan," tegasnya.

Kasus ini berawal dari kebijakan impor gula pada masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan.

Jaksa menuduh bahwa kebijakan tersebut menyebabkan kerugian negara karena menguntungkan pihak swasta tertentu.

Namun dalam persidangan, tidak ditemukan adanya aliran dana ke Tom Lembong, maupun niat jahat dalam pengambilan kebijakan tersebut.

Sumber: porosjakarta
Foto: Said Didu heran dengan vonis Tom Lembong

Komentar