Perampasan Aset Koruptor Tidak Menghapus Hukuman Pidana

- Selasa, 16 September 2025 | 15:55 WIB
Perampasan Aset Koruptor Tidak Menghapus Hukuman Pidana


Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menegaskan bahwa prinsip mengembalikan aset negara dari tangan koruptor tidak bisa dimaknai sebagai penghapusan hukuman pidana.

Mahfud memberi contoh sejumlah kasus yang sempat menimbulkan salah tafsir di masyarakat. Salah satunya putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam perkara itu, aset negara memang dikembalikan, namun bukan berarti pelaku korupsi lolos dari jerat hukum.

“Enggak lah (hilangkan pidana). Kan ada praktik hukum begini, taruhlah seperti putusan MA tentang BLBI yang penting orangnya tidak harus dihukum tapi asetnya harus kembali. Itu bukan begitu,” ujar Mahfud lewat kanal Youtube miliknya, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Selasa, 16 September 2025.

Ia juga menyinggung kasus korupsi hakim berjamaah yang sempat mendapat putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan. Menurut Mahfud, fakta di balik perkara tersebut justru menunjukkan adanya praktik suap besar-besaran terhadap hakim, pengacara, dan panitera.

“Sehingga pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung naik ke kasasi atas itu dan yang bersangkutan hakim ditangkap semua beserta pengacara dan paniteranya. Kemudian perkara kasasinya terus berjalan sebagai perkara pidana,” jelasnya.

Karena itu, Mahfud menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset yang saat ini dibahas tidak akan memberi celah bagi koruptor untuk sekadar mengembalikan aset lalu bebas dari hukuman.

“Jadi jangan berpikir siapapun bahwa wah kalau mengembalikan aset nanti tidak dipidanakan. Nanti semua orang korupsi lalu sudah ketahuan dikembalikan, ya nggak bisa,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mahfud menyebut ada dua manfaat besar dari pengesahan RUU ini. Pertama, Indonesia akan menuntaskan “utang” hukum karena sudah meratifikasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) lewat UU Nomor 7 Tahun 2006. Kedua, koruptor akan semakin gentar karena ancaman hukuman pidana tetap berjalan bersamaan dengan perampasan aset.

“Orang akan takut melakukan korupsi karena ini akan dilakukan upaya pemiskinan terhadap koruptor dengan tetap pidananya dikejar. Bukan lalu berpikir kalau aset dirampas lalu pidananya dibebaskan,” pungkas Mahfud. 

Sumber: rmol
Foto: Tahanan KPK mengenakan Jaket Oranye. (Foto: RMOL/Jamaludin Akmal)

Komentar