Aturan baru ini menetapkan batas maksimal tarif PE CPO sebesar US$200/MT dari 14 Juni-31 Juli 2022 dengan asumsi harga CPO di atas US$1.500/MT dan US$240/MT mulai 1 Agustus 2022 apabila harga CPO di atas US$1.500/MT. Penyesuaian tarif pungutan ekspor juga berlaku untuk produk turunan sawit lainnya seperti Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), (RBD) Palm Olein, RBD Palm Oil, RBD Palm Stearin, dan sebagainya.
PE ini dibebankan kepada tiga pelaku usaha, yaitu pelaku usaha perkebunan sawit yang melakukan ekspor CPO dan produk turunannya, pelaku usaha industri berbahan baku hasil perkebunan sawit, dan eksportir komoditas perkebunan sawit dan atau produk turunannya.
Pembayaran tarif PE akan menggunakan mata uang rupiah dengan nilai kurs berlaku saat pembayaran. Nilai kurs ini akan mengacu kepada ketetapan Menteri Keuangan. Selanjutnya, tata cara pengenaan tarif pungutan akan diatur oleh Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Pelaksanaan tarif pungutan ini akan dievaluasi setiap bulan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM RI, Kementerian Perdagangan, dan BPDPKS. Begitu pula akan ada review dari Komite Pengarah BPDPKS setiap dua bulan dalam pelaksanaan tarif pungutan ini. Hasil evaluasi ini akan diserahkan kepada Menteri Keuangan," seperti dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia pada Rabu (15/6).
Perlu diketahui, dibandingkan PMK Nomor 23/2022, batas maksimal tarif PE yang berlaku saat ini lebih rendah, yang sebelumnya batas maksimal PE CPO sebesar US$375/MT. Begitu pula dengan RBD Palm Olein, batas maksimal pungutan dipangkas menjadi US$160/MT. Sementara, di PMK 23/2022, tarif pungutan maksimal produk ini sebesar US$291/MT.
Sumber: jpnn.com
Artikel Terkait
[ANALISIS] Peringatan Keras Panglima TNI Untuk Prajurit Aktif Rangkap Jabatan
Jokowi Diminta Sembunyi Dulu 5 Tahun
Tegas! Dikontak Pertamina, Fitra Eri Tolak Tawaran untuk Bantah Isu Pertamax Oplosan
Intip Dua Sosok Istri Tersangka Mega Korupsi Minyak Mentah, Langsung Gembok Akun Medsos