POLHUKAM.ID - Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyatakan negaranya akan mengakui negara Palestina bila Israel tak segera menyetop penderitaan di Jalur Gaza. Ancaman ini menyoroti kembali peran krusial Inggris dalam pembentukan negara Zionis di Palestina.
Akar Zionisme saat ini tak lepas dari kebangkitan kelompok Kristen Puritan di Inggris pada abad ke-17. Kelompok ini meyakini pembacaan literal Injil, salah satunya soal tafsir perlunya kepulangan umat Yahudi ke Yerusalem untuk memicu kedatangan kedua Yesus Kristus.
Keyakinan kelompok Kristen di Inggris ini jauh mendahului ide serupa di kalangan Yahudi sendiri. Dalam keyakinan umat Yahudi saat itu, sekuensinya terbalik. Justru mesias harus hadir lebih dulu baru mereka boleh pulang ke Yerusalem dan mendirikan entitas negara di sana. Ide Kristen Zionis ini perlahan kemudian diamini sekelompok Yahudi sekuler di Eropa.
Pada 1820 misalnya, pendeta Kristen Injili di Inggris Charles Simeon mengampanyekan bahwa “Israel yang tercerai-berai suatu hari nanti akan dikembalikan ke tanah mereka sendiri”. Sejauh 32 tahun sebelum Theodor Herzl menuliskan manifesto Zionismenya, Der Judenstaat, pendeta CH Spurgeon telah menulis bahwa Injil memerintahkan “pemulihan politik orang-orang Yahudi ke tanah air mereka sendiri dan ke dalam kewarganegaraan mereka sendiri.”
Selepas kemenangan Inggris dan sekutu pada Perang Dunia I, mereka membagi-bagi wilayah Timur Tengah sekenanya. Pembagian ini berdasarkan perjanjian rahasia tahun 1916 antara Inggris dan Prancis, dengan persetujuan Rusia dan Italia. Perjanjian tersebut, yang dinamai menurut diplomat Inggris Sir Mark Sykes dan diplomat Prancis François Georges-Picot, merancang bagaimana wilayah Utsmaniyah di Timur Tengah akan dibagi setelah Perang Dunia I. Inggris mendapatkan mandat di wilayah Palestina merujuk perjanjian itu.
Inggris mulanya merayu komunitas setempat dengan janji kemerdekaan jika ikut melawan Turki Utsmani. Ini memicu munculnya kelompok-kelompok nasionalis Palestina yang memerjuangkan aspirasi pendirian tanah air mereka sendiri setelah lepas dari Turki Utsmani dan mandat Inggris.
Namun, pada 1917, keluar Deklarasi Balfour yang mengkhianati janji itu dengan menyatakan dukungan Inggris bagi pendirian negara Zionis Yahudi di Palestina. Deklarasi yang diteken Menlu Inggris Arthur Balfour, seorang Kristen Zionis, memicu gelombang migrasi Yahudi ke Palestina yang kemudian mendirikan komunitas-komunitas Yishuv, cikal bakal dari pemukiman ilegal Yahudi di Palestina.
Dengan meningkatnya migrasi Yahudi ke Palestina, ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab semakin meningkat. Inggris berusaha untuk menyeimbangkan kepentingan kedua pihak, namun seringkali kebijakan yang diambil dianggap lebih menguntungkan bagi orang Yahudi.
Ini mengakibatkan serangkaian kekerasan dan pemberontakan, termasuk Pemberontakan Arab 1936-1939, yang menyebabkan Inggris sejenak mengubah kebijakan imigrasi. Pada masa-masa ini juga, Zionis Kristen dari Inggris seperti John Henry Patterson dan Orde Wingate memainkan peran penting dalam pembentukan dan pengembangan milisi Yahudi Haganah. Kelompok bersenjata itu yang kini menjadi IDF.
Selama pemberontakan Arab, Haganah secara aktif membantu Angkatan Darat Inggris, yang kemudian mendanai pasukan polisi Yahudi yang dikendalikan Haganah yang dikenal sebagai Notrim. Pemberangusan pemberontakan itu mengubah keseimbangan kekuatan di Palestina dan menguntungkan Yishuv Yahudi.
Perang Dunia II...
Setelah Perang Dunia II, situasi di Eropa, termasuk Holocaust, meningkatkan desakan untuk mendirikan negara Yahudi. Pada 1947, Inggris menyerahkan masalah Palestina ke PBB, yang kemudian mengusulkan rencana pembagian wilayah menjadi negara Yahudi dan Arab.
Rencana ini diadopsi oleh PBB pada 29 November 1947, namun ditolak oleh negara-negara Arab. Penolakan itu dilandaskan tak adilnya pembagian tersebut. Saat itu, PBB memberikan 55 persen wilayah Palestina untuk entitas Zionis meski penduduk asli masih secara sah menguasai 90 persen lahan. Sementara wilayah Yerusalem alias al-Quds diputuskan bakal dikelola badan internasional.
Inggris kemudian mengakhiri mandat mereka pada 14 Mei 1948, dan pada hari yang sama, David Ben-Gurion mendeklarasikan pendirian Negara Israel. Pengumuman ini memicu perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangga, yang dikenal sebagai Perang Arab-Israel 1948, dan dimulainya pembersihan etnis terhadap bangsa Palestina. Sekitar 700.000 warga Palestina diusir dari tanah mereka, peristiwa yang dikenal sebagai Nakba (malapetaka) oleh masyarakat Palestina.
Keberhasilan milisi Zionis melawan negara-negara Arab yang juga baru pulih dari kolonialisme tak lepas dari pelatihan militer Inggris dan izin bagi warga Yahudi di Palestina memiliki senjata selama masa mandat Inggris.
Meski hubungan Inggris-Israel sempat renggang selepas Perang Dunia II, Pada 1956 keduanya mesra kembali. Kala itu, Inggris dan Prancis beserta Israel memiliki kepentingan sama menggagalkan nasionalisasi Terusan Suez oleh Mesir. Mereka kemudian menyerang Mesir pada November 1956 sebelum disetop intervensi finansial dan diplomatik oleh Rusia dan Amerika Serikat.
Hingga saat ini, Inggris dan Israel menjalin kerja sama erat di berbagai bidang termasuk militer. Keduanya meneken pakta perdagangan dan pertahanan 10 tahun yang ditandatangani pada November 2021.
Genosida di Gaza
Sejak Israel memulai genosida di Gaza pasca serangan 7 Oktober, perhatian publik yang signifikan terfokus pada isu bantuan yang diberikan oleh Inggris. Sebagian besar persenjataan yang digunakan dalam serangan IDF di Jalur Gaza dibuat atau dijual oleh negara-negara Barat.
Namun informasi seputar besarnya dukungan militer Inggris terhadap Israel seringkali masih belum jelas atau dirahasiakan, dan beberapa anggota parlemen telah menyerukan penyelidikan publik mengenai besarnya bantuan tersebut.
Sejak tahun 2015, Inggris telah menyetujui izin ekspor senjata ke Israel senilai lebih dari 676,4 juta dolar AS. Ekspor ini yang mencapai puncaknya pada tahun 2018, menurut kelompok penekan Campaign Against Arms Trade (CAAT).
BBC melansir, sebagian besar perhatian seputar dukungan Inggris terhadap Israel terfokus pada suku cadang buatan Inggris untuk jet F-35. Pesawat tempur multi-peran yang canggih ini telah digunakan secara luas oleh Israel untuk memorakporandakan Gaza.
Inggris memasok antara 13-15 persen komponen yang digunakan dalam jet tersebut, termasuk kursi ejektor, badan pesawat belakang, sistem pencegat aktif, laser penargetan, dan kabel pelepas senjata. Namun, beberapa bagian tidak disertakan pada jet versi Israel.
Setelah Partai Buruh berkuasa tahun lalu, mereka menangguhkan 30 dari 350 izin ekspor senjata, sehingga berdampak pada peralatan seperti suku cadang untuk jet tempur, helikopter, dan drone.
Suku cadang untuk F-35 tidak termasuk dalam larangan ekspor. Pemerintah mengatakan mereka tidak dapat mencegah Israel memperoleh komponen-komponen ini karena komponen-komponen tersebut dikirim ke pusat-pusat manufaktur di luar negeri sebagai bagian dari program global – bukan secara langsung ke Israel.
Royal Air Force (RAF) juga telah melancarkan ratusan penerbangan pengawasan di Gaza sejak Desember 2023. Aksi itu dilaporkan menggunakan pesawat mata-mata Shadow R1 yang berbasis di pangkalan RAF di Akrotiri di dekat Siprus.
Pada 2023, Inggris mengakui bahwa beberapa drone “tidak bersenjata” yang berputar-putar di Jalur Gaza membantu pencarian sandera Israel yang disandera oleh Hamas selama serangan 7 Oktober. Hingga Juli 2025 terdapat 50 orang yang masih ditahan oleh Hamas, dan 20 orang diyakini masih hidup.
Menteri Angkatan Bersenjata Luke Pollard menegaskan pada April 2025, dengan mengatakan kepada anggota parlemen bahwa penerbangan drone Inggris di atas Gaza dilakukan dengan "tujuan tunggal untuk menemukan sandera".
Kementerian Pertahanan (MoD) menolak berkomentar apakah pesawat Israel memiliki akses ke pangkalan RAF di Siprus. Namun BBC juga mengidentifikasi pesawat Angkatan Udara Israel di wilayah udara Inggris selama setahun terakhir setelah laporan di outlet independen DropSite. Beberapa pesawat pengisian bahan bakar Re'em muncul di situs pelacakan penerbangan khusus di pangkalan RAF di Brize Norton dan Fairford.
Sumber: republika
Artikel Terkait
Luhut Marah: Thailand-Kamboja Perang, RI Malah Asyik Ribut Sendiri!
Breaking News: Tsunami Capai Hawaii, Bandara dan Pelabuhan Ditutup
Gempa M 8,8 Guncang Rusia Picu Tsunami, Jepang Tutup Fasilitas Nuklir Fukushima
Kiamat Tsunami” Gelombang setinggi 4 Meter Hantam Pesisir Rusia