Publik kembali dihebohkan dengan link video syur yang menarasikan adegan tak senonoh wanita disebut juru bicara perusahaan tambang dengan pria pekerja warga negara asing (WNA) asal China di Morowali, Sulawesi Tengah.
Disebutkan, dalam video berdurasi 55 detik dan 7 menit 11 detik itu, tampak seorang pria China bersama perempuan diduga juru bicara (jubir) perusahaan pertambangan di Morowali di sebuah lokasi mirip mes pekerja.
Video ini cepat melalui aplikasi pesan WhatsApp, media sosial Facebook hingga platform yang lain.
Polres Morowali menegaskan bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap fakta di balik video tersebut.
Kapolres Morowali, AKBP Zulkarnain, telah menginstruksikan jajarannya untuk menelusuri kebenaran video serta identitas asli dari para pemeran yang ada di dalamnya.
"Untuk saat ini saya arahkan untuk diselidiki," kata AKBP Zulkarnain kepada media, Selasa (19/8/2025).
Link Video Syur Berisiko
Fenomena perburuan link video syur wanita jubir tambang Morowali vs pria China kembali menunjukkan sisi gelap rasa penasaran kolektif di era digital.
Sebelumnya, publik juga digemparkan dengan video Andini Permata bersama bocah yang disebut adiknya, namun sampai sekarang masih misteri.
Meski ancaman pidana dari Undang-Undang ITE jelas di depan mata, kata kunci pencarian terkait video ini justru merajai tren.
Ini bukan sekadar tentang konten pornografi, tetapi sebuah badai sempurna dari rasa ingin tahu, sensasi, dan dinamika media sosial yang kompleks.
Lantas, mengapa link video kontroversial ini menjadi buruan utama?
1. "Fear of Missing Out" (FOMO) dan Dorongan Psikologis
Di zaman di mana semua orang terhubung, menjadi yang "tidak tahu" tentang sebuah topik viral bisa terasa seperti dikucilkan. FOMO, atau ketakutan ketinggalan berita, adalah pendorong utama.
Manusia secara alami adalah makhluk yang penasaran. Ketika sebuah narasi "jubir perusahaan tambang" dan "WNA China" muncul, narasi ini menciptakan misteri.
Siapa mereka? Benarkah cerita itu? Rasa ingin tahu ini mendorong orang untuk mencari bukti visualnya secara langsung.
Pembicaraan tentang video ini juga terjadi di mana-mana, mulai dari grup WhatsApp hingga tongkrongan. Untuk bisa ikut dalam percakapan dan tidak dianggap "kudet" (kurang update), banyak yang merasa perlu untuk menontonnya terlebih dahulu.
2. Efek Streisand: Semakin Dilarang, Semakin Dicari
Peringatan dari pihak berwenang dan pemberitaan media yang masif justru bisa menjadi bumerang.
Fenomena ini dikenal sebagai Streisand Effect, di mana upaya untuk menyensor atau menyembunyikan informasi malah membuatnya semakin tersebar luas.
Label "berbahaya," "ilegal," dan "jangan disebar" justru memberikan sensasi tersendiri bagi sebagian orang. Ada unsur pemberontakan dan tantangan dalam mengakses sesuatu yang dilarang.
Setiap artikel berita yang mengingatkan bahaya penyebaran link, ironisnya, juga berfungsi sebagai "pengingat" bahwa konten tersebut ada dan sedang viral, memicu gelombang pencarian baru.
3. Rendahnya Kesadaran Risiko
Meskipun ancaman pidana UU ITE itu nyata, banyak netizen merasa aman di balik anonimitas layar gawai mereka.
Pengguna sering berpikir, "Siapa yang akan tahu kalau saya hanya mengunduh atau menonton?" atau "Yang ditangkap pasti yang menyebarkan pertama kali."
Persepsi keliru ini menurunkan tingkat kehati-hatian. Masih banyak yang belum sepenuhnya paham bahwa jejak digital sulit dihapus.
Mengklik link, mengunduh, atau bahkan sekadar menyimpannya di perangkat sudah bisa meninggalkan jejak yang dapat dilacak oleh pihak berwenang.
Sumber: suara
Foto: Video Wanita Jubir Tambang Morowali vs Pria China/Net
Artikel Terkait
5 FAKTA Terkini Kacab Bank Diculik dan Dibunuh, Ada Tanda Tanya Tersisa!
Gibran Rakabuming Raka Tanggapi Isu Ekspresi Datarnya saat Sidang Paripurna: Muka Saya dari Lahir Emang Begini
Gibran tanggapi isu ekspresi datarnya saat Sidang Paripurna: Muka saya dari lahir emang begini
Kagetnya Hotel Syariah di Mataram, Putar Murotal Ditagih Royalti Rp 4,4 Juta