Niat Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan solusi bagi
    para demonstran agar tidak mengganggu ketertiban umum justru menjadi
    bumerang telak. Usulannya agar DPR membangun sebuah lapangan khusus untuk
    unjuk rasa di halaman gedung parlemen disambut dengan gelombang sinisme,
    sindiran pedas serta kemarahan dari netizen se-Indonesia.
  
  
    Usulan tersebut dilontarkan Pigai saat meninjau Kantor Wilayah Kementerian
    HAM di Denpasar, Bali, pada Jumat (12/9/2025). Ia merasa prihatin melihat
    massa aksi yang seringkali harus turun ke badan jalan.
  
  
    "Kantor besar seperti DPR RI, halaman luas jangan sampai masyarakat
    demonstrasi di pinggir jalan, mengganggu kenyamanan orang. Sebaiknya dibuat
    lagi halaman depan, dibuatkan supaya (menampung) 1.000-2.000 orang," kata
    Natalius Pigai.
  
  
    Secara teori, ide ini terdengar logis dan solutif. Namun, di mata publik
    yang sudah muak dan merasa suaranya tak pernah didengar, usulan ini justru
    ditafsirkan sebagai upaya untuk "mengandangkan" atau melokalisir suara
    kritis agar tidak lagi terlihat dan mengganggu "kenyamanan" para elite.
  
  
    Sontak, media sosial langsung "merujak" pernyataan tersebut. Warganet
    menilai Menteri HAM telah salah fokus. Menurut mereka, masalah utamanya
    bukanlah di mana rakyat berdemo, melainkan mengapa mereka harus berdemo.
  
  
    "Bukan tempatnya yang salah, Pak. Tapi kebijakannya yang bikin rakyat turun
    ke jalan. Kalau kebijakannya benar, gak akan ada yang mau panas-panasan di
    jalan," tulis seorang netizen di platform X, sebuah komentar yang diamini
    ribuan lainnya.
  
  
    Kritik pedas pun berubah menjadi lautan sarkasme. Netizen ramai-ramai
    memberikan "saran tambahan" untuk melengkapi "fasilitas kandang demo" yang
    diusulkan Pigai.
  
  
    "Usul bagus, Pak! Sekalian kasih Wi-Fi gratis, kopi, sama sound system yang
    bagus biar teriaknya lebih enak didengar," sindir seorang pengguna
    Instagram.
  
  Komentar lain tak kalah kreatif.
  
    "Nanti dibikin kayak kebun binatang ya, Pak? Ada jam berkunjungnya. Pagi
    demo, sore foto-foto sama anggota dewannya," timpal yang lain, menyoroti
    betapa absurdnya ide tersebut di mata mereka.
  
  
    "Bikin lapangan demo puluhan miliar, tapi RUU yang pro rakyat gak pernah
    disahkan. Logikanya di mana?" tanya seorang warganet, menyoroti masalah
    prioritas anggaran.
  
  
    Pada akhirnya, reaksi publik ini menjadi cerminan dari krisis kepercayaan
    yang mendalam.
  
  
    Rakyat tidak butuh tempat yang lebih nyaman untuk berdemo. Yang mereka
    butuhkan adalah pemerintah dan wakil rakyat yang benar-benar mau mendengar
    dan merespons tuntutan mereka. Tanpa itu, lapangan demo semewah apa pun
    hanya akan dianggap sebagai sebuah "kandang emas" yang indah, namun tetap
    membungkam suara keadilan.
  
  
    Sumber:
    suara
  
  
    Foto: Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai melambaikan tangan saat
    bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XIII DPR di Kompleks Parlemen,
    Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024). (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).
  
   
                         
                                
 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Jakarta Lumpuh! Ribuan Buruh dan Guru Madrasah Swasta Serbu Istana & DPR, Ini 5 Tuntutan yang Bikin Pemerintah Kelabakan
Viral! Oknum Brimob Catcalling di Trotoar, Langsung Dihajar Propam
Viral Gaya Hidup Mahasiswi UNS Penerima KIP: Ditemukan Dugem, Circle Hedon, tapi ke Kampus Jalan Kaki, Ini Fakta di Baliknya!
Deddy Corbuzier Resmi Diceraikan Sabrina: Terkadang Cinta Tak Cukup