POLHUKAM.ID - Nama Yaqut Cholil Qoumas—mantan Menteri Agama yang akrab disapa Gus Yaqut—kembali menjadi sorotan publik setelah muncul kabar dugaan penyalahgunaan kuota haji yang sedang ditelusuri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sejumlah pihak memanfaatkan isu ini untuk mengaitkan Gus Yaqut dengan praktik korupsi, meskipun sampai kini KPK belum menetapkan tersangka.
Dukungan dari berbagai kalangan, terutama Pemuda Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), pun menguat, menuntut agar proses hukum berjalan adil dan tidak dijadikan ajang pembunuhan karakter.
Koordinator Pemuda Aswaja, Nur Khalim Haqqul Yaqin, menilai tudingan terhadap Gus Yaqut sebagai framing jahat.
Ia menegaskan keyakinan penuh bahwa Gus Yaqut tidak terlibat korupsi, seraya menyebut bahwa keluarga besar Yaqut memiliki akar keulamaan yang kuat dan dikenal menjaga integritas.
“KPK pun belum menetapkan tersangka, jadi menuduh tanpa bukti adalah langkah keliru,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (20/9/2025).
Keyakinan para pendukungnya tidak lepas dari latar keluarga Gus Yaqut.
Ia merupakan putra KH Mohammad Cholil Bisri, seorang ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang disegani.
Kakeknya, KH Bisri Mustofa, dikenal sebagai ulama besar dan pengarang tafsir monumental Al-Ibriz.
Tak hanya itu, Gus Yaqut juga keponakan KH Mustofa Bisri (Gus Mus), tokoh ulama dan budayawan yang memiliki pengaruh luas di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Kedekatan dengan lingkungan pesantren dan warisan keluarga ulama membuat pendukungnya menilai bahwa tudingan korupsi sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai yang dipegang.
“Secara nasab, sangat tidak mungkin Gus Yaqut melakukan perbuatan tercela,” ungkap Nur Khalim.
Kata Pemuda Aswaja: Orang Yang Fitnah Gus Yaqut Korupsi Kuota Haji, Mereka Dosa Besar dan Masuk Neraka!
POLHUKAM.ID - Suasana perbincangan publik mengenai dugaan korupsi kuota haji memasuki babak baru ketika Pemuda Aswaja, melalui koordinatornya Nur Khalim, menyampaikan pembelaan terbuka kepada mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.
Dalam pernyataan yang disampaikan di Jakarta, Nur Khalim menegaskan bahwa tuduhan korupsi kuota haji kepada Gus Yaqut adalah fitnah yang tergolong dosa besar dan dapat menjerumuskan pelakunya ke neraka.
Nur Khalim menyoroti bahwa isu yang beredar mengenai korupsi kuota haji telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat Muslim.
Ia mengingatkan bahwa fitnah dalam ajaran agama Islam dipandang lebih kejam daripada pembunuhan, dan menyebarkan tuduhan tanpa bukti yang sahih bisa merusak kehormatan seseorang serta memecah belah umat.
“Orang yang memfitnah Gus Yaqut melakukan korupsi kuota haji menanggung dosa besar,” tegasnya, Kamis (18/9/2025)
Menurutnya, selama masa kepemimpinan Gus Yaqut di Kementerian Agama, penyelenggaraan haji berjalan baik dan tertib.
Ia menilai bahwa segala kebijakan terkait kuota haji diambil melalui mekanisme resmi dan pertimbangan teknis, bukan untuk kepentingan pribadi.
Kasus dugaan penyalahgunaan kuota haji bermula dari laporan publik yang menyoroti pengalihan sebagian kuota haji reguler ke kuota khusus pada penyelenggaraan 2023–2024.
Laporan ini kemudian mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan, memanggil sejumlah pejabat Kementerian Agama, dan memeriksa Yaqut sebagai saksi.
Hingga kini, proses penyidikan terus berjalan dan KPK belum menetapkan tersangka.
Perlu dicatat bahwa proses hukum yang dilakukan KPK masih berada pada tahap pengumpulan bukti dan keterangan.
Belum ada keputusan pengadilan atau pernyataan resmi yang menyebutkan keterlibatan Gus Yaqut dalam tindak pidana korupsi.
Dukungan moral terhadap Gus Yaqut tidak hanya datang dari Pemuda Aswaja.
Beberapa tokoh Nahdlatul Ulama (NU) menyampaikan keyakinan bahwa Gus Yaqut akan menghadapi proses hukum dengan baik dan menolak spekulasi yang tidak berdasar.
Mereka menilai tuduhan yang beredar dapat merusak kepercayaan publik jika tidak disertai bukti yang jelas.
Pernyataan Pemuda Aswaja menggambarkan perbedaan tegas antara ranah moral dan ranah hukum.
Dari sisi moral, menuduh tanpa bukti adalah perbuatan tercela dan dapat menimbulkan perpecahan.
Namun, secara hukum, Indonesia menjunjung asas praduga tak bersalah: setiap warga negara tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Oknum TNI Pemukul Ojol di Pontianak Ngaku Salah, Janji Tanggung Biaya Berobat
Sekeluarga Sama-sama Kacau, Dulu Bapaknya Wahyudin Moridu Dipecat dari Jabatan Bupati
Siapa Brigadir Alex? Oknum Polda Riau yang Ditangkap Terkait Sabu 1 Kg
Ledakan Gas di Pamulang Telan Satu Korban Jiwa