Siswa Keracunan MBG, Kepala Badan Gizi Nasional Ternyata Ahli Serangga Bukan Ahli Gizi

- Jumat, 26 September 2025 | 10:30 WIB
Siswa Keracunan MBG, Kepala Badan Gizi Nasional Ternyata Ahli Serangga Bukan Ahli Gizi


POLHUKAM.ID -
Sosok Dadan Hindayana belakangan ramai diperbincangkan publik.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) itu menjadi sorotan setelah program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritik keras.

Program priorotas Presiden Prabowo itu kini jadi ancaman keselamatan siswa.

Selain keracunan, ditemukan juga belatung di makanan.

Sejumlah siswa keracunan massal akibat santap menu MBG.

Sosok Dadang pun membuat masyarakat penasaran.

Latar belakang pendidikan Dadan Hindayana justru bukan dari bidang gizi.

Dadan adalah lulusan entomologi atau ilmu tentang serangga.

Entomologi adalah cabang ilmu zoologi (ilmu tentang hewan) yang secara khusus mempelajari tentang serangga.

Ia tercatat menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan fokus pada pertanian dan proteksi tanaman.

Karier akademis itulah yang kemudian mengantarkannya dipercaya menduduki jabatan strategis.

Pada 19 Agustus 2024, lewat Keputusan Presiden Nomor 94P Tahun 2024, Presiden Joko Widodo resmi melantik Dadan Hindayana sebagai Kepala BGN.

Ia pun menjadi pejabat pertama yang memimpin lembaga baru tersebut, yang dibentuk berdasarkan Perpres No. 83 Tahun 2024.

Sebagai kepala lembaga, Dadan Hindayana mendapat mandat besar: mengawal pelaksanaan program prioritas nasional di bidang pangan dan gizi, termasuk MBG yang kini jadi buah bibir.

Profil Dadan Hindayana


Prof. Dr. Ir. Dadan Hindayana bukanlah nama baru di dunia akademik pertanian Indonesia.

Lahir di Garut, Jawa Barat, 10 Juli 1967, ia meniti karier panjang sebagai seorang entomologis atau ahli serangga.

Kemudian dirinya dipercaya menjadi Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) pada 19 Agustus 2024.

Pendidikan


Perjalanan akademik Dadan Hindayana cukup mengesankan.

Setelah meraih gelar Sarjana Proteksi Tanaman di Institut Pertanian Bogor (IPB) (1986–1990), ia melanjutkan studi ke Jerman.

S2 Entomologi Terapan, University of Bonn (1995–1997)

S3 Entomologi, Leibniz Universität Hannover (lulus 2000)

Melanjutkan program doktoral kembali di IPB

Fokus pendidikannya membentuk fondasi keahliannya dalam dunia pertanian, hama, dan serangga.

Karier Akademik


Kiprah Dadan Hindayana banyak mewarnai dunia pendidikan.

Ia merupakan dosen tetap dan lektor di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, serta pengampu berbagai mata kuliah seperti Pengantar Ekologi, Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman, hingga Agripreneurship.

Tak hanya di IPB, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Pertanian Kewirausahaan (STPK) Banau di Halmahera Barat, Maluku Utara.

Perannya meluas hingga program pengabdian masyarakat, seperti Jambore Perlindungan Tanaman Indonesia (2022) dan Transformasi Politeknik Pembangunan Pertanian (2022).

Publikasi dan Riset


Sebagai peneliti, Dadan Hindayana tercatat memiliki lebih dari 20 publikasi ilmiah yang banyak membahas entomologi, proteksi tanaman, dan pertanian berkelanjutan.

Penelitian penting: Keanekaragaman dan peran fungsional serangga Ordo Cleopatra di area reklamasi pascatambang batu bara di Berau, Kalimantan Timur (2023)

Karya lain: Effects of intraguild predation on aphid parasitoid survival (2000), Preferensi serangan tikus sawah (Rattus argentiventer) terhadap tanaman padi (2020)
Di Science and Technology Index (SINTA), skor publikasinya mencapai 643 (2024) dengan 13 sitasi di tahun 2024 dan 98 sitasi pada 2023.

Penghargaan


Sebagai entomologis terkemuka, Dadan Hindayana kerap diundang menjadi pembicara di berbagai forum nasional. 

Pada 2024, misalnya, ia hadir sebagai narasumber di PKKMB Universitas Hasanuddin.

Selain membicarakan isu pertanian, ia juga aktif menyuarakan gagasan tentang pangan, gizi nasional, dan pertanian berkelanjutan.

2 Masalah MBG


MBG program Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo - Gibran kini jadi sorotan.

Selain membuat siswa keracunan, menu MBG ditemukan belatung.

Beredar video menunjukkan menu MBG di Kabupaten Tanggamus, Lampung terinfeksi larva belatung.

Pada dasarnya, larva belatung berbahaya, meskipun tingkat bahayanya tergantung pada situasinya.

Belatung sendiri adalah larva dari lalat, yang sering ditemukan di lingkungan kotor atau pada bahan organik yang membusuk, seperti sampah, bangkai, atau makanan basi.

Belatung sering kali menjadi pembawa bakteri berbahaya.

Ketika belatung atau makanan yang terkontaminasi belatung termakan, bakteri ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari keracunan makanan, diare, mual, hingga demam.

Dalam video, perekam terlihat menunjukkan larva-larva ulat yang berada di tepian celak ompreng pada lauk telur ceplok dan sayur.

"Tolong dapur MBG cek kesehatannya, masa ini ada ulatnya. Tidak baik untuk anak-anak. Dengan terpaksa, makanan ini tidak kami bagikan kepada siswa. Mohon diperhatikan higienis dan kesehatannya di dapur MBG," ungkap perekam video tersebut.

Insiden ini terjadi pada Rabu (14/9/2025) di SDN 1 Karang Agung, Kecamatan Semaka, di mana makanan tersebut dikirim oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur Pekon Sudimoro.

Perekam video juga menyampaikan bahwa kegiatan santap MBG langsung dihentikan setelah penemuan tersebut.

Sulaiman, salah satu orangtua murid menyatakan, keputusan sekolah untuk membatalkan pembagian MBG adalah langkah yang tepat.

"Untung ketahuan, coba kalau sudah dibagi dan dimakan, yang jadi korban kan anak-anak kami," kata Sulaiman saat dihubungi pada Kamis (25/9/2025). 

Hingga saat ini, Ketua Satgas MBG Provinsi Lampung, Saipul, belum memberikan konfirmasi atau keterangan resmi mengenai insiden tersebut.

Jawa Barat Tempati Peringkat Tertinggi Kasus Keracunan


Pengawasan terhadap program MBG menjadi sorotan publik setelah banyaknya laporan kasus keracunan yang dialami siswa.

Tercatat, ratusan siswa di 16 provinsi mengalami keracunan usai menyantap menu MBG dengan total mencapai 5.626 kasus.

Dari 5.000-an kasus keracunan MBG itu, Jawa Barat menempati peringkat tertinggi dengan laporan sebanyak 2.051 kasus.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akan melakukan evaluasi secara total pelaksanaan program MBG di wilayahnya.

Dedi Mulyadi melihat, ada dua hal yang perlu dievaluasi yakni soal kualitas menu makanan yang disajikan, serta kemampuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai vendor pelaksana kegiatan.

"Pertama, penyelenggara kegiatannya mampu atau tidak dan yang kedua, makanan yang disajikan sesuai dengan harga atau tidak," kata Dedi Mulyadi di Bale Pakuan, Kota Bogor, Rabu (24/9/2025).

"Kedua hal itu yang akan menjadi objek penyelidikan saya, artinya, saya akan mengevaluasi dalam dua hal itu," lanjutnya.

Dalam sepekan ini, Dedi Mulyadi akan bertemu dengan pengelola SPPG di Jawa Barat.

Hal itu dilakukan untuk melihat serta memastikan unsur kelayakan pelayanan.

Jika ditemukan adanya pengelola SPPG yang tidak memenuhi standar pelayanan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mengambil tindakan tegas berupa penggantian.

"Kalau ternyata tidak mampu dan angka keracunan tetap tinggi, tentu harus ada evaluasi, vendor pelaksana yang tidak sesuai dengan harapan harus diganti," kata Dedi Mulyadi.

Ia mengatakan, banyak siswa yang akhirnya menjadi trauma akibat kasus ini.

Meski belum ada laporan korban jiwa, namun kasus keracunan MBG menimbulkan dampak serius terhadap kondisi psikis para siswa.

"Walau tidak ada (laporan kasus) meninggal, anak-anak yang seharusnya mendapat asupan gizi justru keracunan, itu menimbulkan trauma," kata Dedi Mulyadi.

Menurutnya, kasus keracunan MBG terjadi karena adanya ketimpangan antara jumlah peserta penerima MBG dengan jumlah pelayan di SPPG.

Selain itu, jarak atau lokasi distribusi yang jauh serta pola penyajian makanan yang tidak sesuai turut memicu kasus keracunan.

"Misalnya, masaknya jam 1 malam, tapi disajikan jam 12 siang, jarak waktunya terlalu lama, itu perlu dievaluasi," kata Dedi Mulyadi.

"Kalau penyelenggara tidak mampu, ya harus diganti dengan yang lebih mampu," jelasnya.

Sumber: tribunnews

Komentar