“Koalisi itu baru akan terbangun di masa injury time. Ditentukan oleh sosok capres yang kuat. Negosiasi, siapa yang akan menjadi cawapres. Termasuk, negosiasi bagi-bagi kekuasaan di level menteri,” jelas Yunarto dikutip dari RM.id, Senin (23/5).
Pernyataan koalisi dilontarkan, tanpa pengumuman nama capres yang akan diusung di Pilpres 2024. Padahal, koalisi pra-Pemilu baru dapat terbentuk, ketika sudah ada nama capresnya.
"Kalau masih mau disebut koalisi, ya tujuannya untuk bargaining position atau posisi tawar ketiganya," ujarnya.
Satu di antara beberapa faktor yang mempengaruhi bargaining position adalah presidential threshold atau ambang batas presidensial, yang dipatok dengan angka 20 persen.
Berdasarkan jumlah kader yang menduduki kursi anggota dewan, ketiganya memiliki 25,7 persen suara jika digabung. Jumlah tersebut dapat dikatakan memenuhi presidential threshold, untuk mengajukan capres.
“Saya lebih melihat ini sebagai kesepakatan, untuk membangun kekuatan bersama di panggung nasional, sehingga mendapat sorotan,” ucap Yunarto.
Artikel Terkait
Surya Paloh Temui Sjafrie Sjamsoeddin, Isyarat Politik atau Sekadar Silaturahmi?
Menteri Agama Buka Suara: Benarkan Kasus Kejahatan Seksual di Pesantren Sengaja Dibesar-besarkan Media?
PSI Doyan Gimik, Analis Bongkar Strategi Jokowi-Kaesang Hanya Jadi Jualan?
Suami Pertama Anti Puspitasari Disebut Mirip Pelaku di CCTV, Ini Fakta dan Kemungkinannya!