POLHUKAM.ID - Sepotong surat berlogo UGM terpajang di layar konferensi pers Bareskrim, 22 Mei 2022. Tapi alih-alih menjernihkan, goresan pena di sana justru mengaburkan: “Sarjana Muda” dilingkari—bukan “Sarjana.”
Satu surat, satu lingkaran pena, satu pertanyaan baru. Itulah yang terjadi saat Bareskrim Mabes Polri menayangkan dokumen her-registrasi milik Joko Widodo dalam jumpa pers yang semestinya membungkam keraguan terhadap ijazah Jokowi.
Namun di media sosial, yang terjadi justru sebaliknya. Dokter Tifa, aktivis yang dikenal vokal mengkritik kekuasaan dan elite negara, kembali membuat lini masa gaduh lewat akun @DokterTifa.
“Kenapa yang dilingkari itu ‘Sarjana Muda’? Apakah UGM masih menyelenggarakan program itu tahun 1980–1985? Kalau iya, maka gelarnya harusnya B.Sc., bukan Ir,” tulis dr Tifa di X pada Jumat, 30 Mei 2025.
Pernyataan itu memantik gelombang diskusi publik, menyoal konsistensi data akademik Jokowi yang selama ini diklaim lulusan Sarjana (Ir.) dari Fakultas Kehutanan UGM, tahun 1985.
Dokter Tifa, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), kembali menumpahkan kegusarannya lewat utas tajam. Ia membandingkan total 211 SKS yang ia tempuh untuk menjadi dokter, dengan klaim bahwa Presiden Joko Widodo bisa menjadi Insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM hanya dengan 122 SKS.
“Jadi dokter butuh 211 SKS. Masa jadi Ir Kehutanan cuma 122 SKS? Siapa yang bohong ini?” tulisnya di X pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Pernyataan itu membuka ruang diskusi akademik yang lebih serius: berapa sebenarnya beban kredit normal program sarjana di Indonesia, dan mungkinkah lulus sebagai ‘Ir’ hanya dengan 122 SKS?
Tifa lalu menjabarkan struktur pendidikan yang ia tempuh di UGM: Mata kuliah wajib: 149 SKS, Pilihan: 8 SKS, Profesi KKN: 54 SKS. Total menjadi dokter: 211 SKS
Diandingkan dengan Jokowi, berdasarkan dokumen her-registrasi yang ditampilkan Bareskrim pada konferensi pers 22 Mei 2022, disebut menempuh 122 SKS di Fakultas Kehutanan. Dokumen itu bahkan menunjukkan bahwa Jokowi melingkari opsi “Program Sarjana Muda”, bukan Program Sarjana.
“Kalau benar program Sarjana Muda, maka gelarnya B.Sc., bukan Insinyur (Ir). Kok bisa berubah?” tanya dr Tifa.
Fakta akademik: Standar nasional dan konteks historis
Mengacu pada Permendikbud No. 3 Tahun 2020, beban SKS minimal untuk program sarjana di Indonesia adalah 144 SKS. Fakultas Kehutanan UGM, dalam katalog akademik mutakhir, juga menetapkan standar SKS lulusan berada di atas angka tersebut.
Namun, era 1980-an memang menyimpan kompleksitas. Program Sarjana Muda (B.Sc.) masih eksis, tetapi tengah dihapus secara bertahap sejak 1982. Jika benar Jokowi masuk 1980 dan lulus 1985, maka ia seharusnya sudah berada dalam transisi ke sistem sarjana penuh, bukan Sarjana Muda.
Hal inilah yang menjadi titik kritis. Jika Jokowi mendaftar sebagai Sarjana Muda, mengapa kemudian ia menyandang gelar Insinyur (Ir)? Dan sebaliknya, jika ia adalah peserta Program Sarjana, mengapa formulir resmi menunjukkan pilihan “Sarjana Muda” yang dilingkari?
“Bareskrim harusnya menyodorkan bukti yang memperjelas, bukan malah menambah teka-teki. Ini bukan tuduhan, ini pertanyaan,” tambah dr Tifa dalam unggahan terpisah.
Prof. Ikrar yakin ijazah Jokowi palsu?
Dalam perbincangan mendalam di podcast kanal YouTube Abraham Samad Speak Up pada 29 Mei 2025, Prof. Ikrar, ilmuwan politik dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia, tak ragu menyatakan keyakinannya: “It is certainty in my opinion bahwa Jokowi itu memang ijazahnya palsu.”
Prof. Ikrar, yang dulu fanatik mendukung Jokowi, mengaku pernah marah ketika isu ijazah muncul.
“Saya berpikir, masa sih calon presiden enggak punya ijazah?” katanya. Namun, pandangannya berubah sejak 2022, saat ia aktif di Lemhannas.
“Teman-teman di sana banyak cerita. Lembaga itu open-minded, mengundang kritikus seperti Rocky Gerung dan Faisal Basri,” ungkapnya.
Diskusi dengan koleganya, termasuk Faisal Basri yang mengaku sebagai konsultan KPK, membuka matanya. Data dari KPK, menurut Faisal, menguatkan dugaan adanya ketidakberesan.
Isu ijazah Jokowi ini kian rumit ketika Ikrar menyoroti sikap Jokowi yang tak kunjung menunjukkan ijazah asli.
“Kalau memang benar, serahkan dan selesai,” tegasnya.
Ia mempertanyakan peran Bareskrim yang mengesahkan keaslian ijazah.
“Mana ada badan reserse kriminal di suatu negara menentukan ijazah seseorang asli atau palsu?” katanya, nada sinis. Bagi Ikrar, ini mempermalukan institusi negara.
Ikrar menyinggung bukti fisik yang memperkuat dugaannya. Ia menyebut video di YouTube dari seorang alumni UGM yang menunjukkan ijazah Jokowi dilipat-lipat.
“Ijazah asli UGM itu besar, tebal, tidak bisa dilipat. Kalau dilipat, itu pasti fotokopi,” jelasnya.
Ia membandingkan dengan pengalamannya sendiri di Griffith University, Australia, di mana ijazahnya tiba dalam tabung, bukan map biasa. “Enggak mungkin dilipat,” tegasnya.
Analisis dari tokoh seperti Roy Suryo dan Dr. Tifa memperkuat keraguan. Roy Suryo, misalnya, mempertanyakan keabsahan data alumni Jokowi di UGM dan SMA 6 Yogyakarta, yang ternyata terkait adik iparnya, almarhum Hari Mulyono.
“Foto-foto masa muda Jokowi juga dipertanyakan. Gigi dan telinga di foto wisuda tak sama dengan Jokowi sekarang,” tambah Ikrar, merujuk analisis dr Tifa.
Ikrar juga menyinggung kasus Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM, yang gelar doktornya dari UI menuai kontroversi.
“Promotornya kena sanksi. Ini soal etika akademik,” katanya. Menurutnya, kejujuran akademik adalah cerminan integritas pemimpin. Polemik ijazah Jokowi ini, baginya, mencerminkan kegagalan membangun kepercayaan publik.***
Sumber: pikiranrakyat
Artikel Terkait
“Pemerintah Sontoloyo”: Ketika Aparat Membungkam Kebenaran dan Menista Hukum Demi Lindungi Kebohongan!
Tertawakan Niat Rismon Laporkan Jokowi Soal Skripsi, Ahli IT Bungkam Roy Suryo Cs Pakai Bukti Baru, Apa Tuh?
Prabowo: Kekayaan Kita Sangat Besar, tapi Banyak Maling Curi Uang Rakyat
Mau Haji secara Ilegal, WNI Asal Madura Ditemukan Tewas di Tengah Gurun Pasir di Arab Saudi