Ia menilai isu tersebut sengaja dibiarkan terus bergulir agar masyarakat teralihkan dari agenda besar yang lebih penting.
“Isu ijazah palsu itu bukan kebetulan. Ini bagian dari strategi pengalihan perhatian publik dari kekuatan besar yang sedang bekerja di balik layar,” kata dia.
Amir Hamzah bahkan menyinggung keterlibatan intelijen asing, termasuk CIA, dalam rekayasa politik nasional.
Ia menyebut bahwa pada awal pemerintahan Presiden SBY, CIA meminta agar tokoh Islam Abu Bakar Ba’asyir dikriminalisasi, dan operasi itu diduga dilakukan melalui pendekatan kepada Jokowi yang saat itu menjabat Wali Kota Solo.
“CIA minta kepada SBY agar Ba’asyir ditangkap. Dan operasi intelijen itu bermarkas di Solo, ketika Jokowi jadi Wali Kota,” tegas Amir.
Dalam narasi Amir, pengangkatan Jokowi dari Solo ke Jakarta dan kemudian ke tingkat nasional bukanlah proses organik melainkan tahapan terencana dalam kerangka desain besar pasca-amandemen UUD 1945 tahun 2002.
Amir juga menyoroti posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terpilih yang dinilai sarat polemik konstitusional.
Ia menyebut posisi Gibran bukan makin terang, tetapi justru makin rumit dan kompleks.
“Ini semua bagian dari desain. Dan rakyat harus tahu bahwa apa yang kita saksikan selama ini bukan semata peta demokrasi biasa, tapi hasil operasi skenario intelijen luar biasa,” pungkasnya.
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara