Prabowo Terjebak di Antara Jokowi, Analis: Pilih Jadi Tameng Mulyono atau Mati Bersama Rakyat?

- Selasa, 22 Juli 2025 | 17:05 WIB
Prabowo Terjebak di Antara Jokowi, Analis: Pilih Jadi Tameng Mulyono atau Mati Bersama Rakyat?




POLHUKAM.ID - Kursi kepresidenan belum resmi diduduki, namun Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah dihadapkan pada sebuah bom waktu yang berpotensi meledak menjadi revolusi sosial. Isu Prabowo terjebak di antara Jokowi pun menjadi pembicaraan. 


Isu-isu kezaliman yang menumpuk, dengan dugaan ijazah palsu sebagai pemantiknya, kini menempatkan Prabowo dalam posisi paling krusial: menjadi tameng bagi rezim sebelumnya atau memimpin perubahan bersama rakyat.


Peringatan keras ini bukan datang dari sembarang orang. 


Adalah Selamat Ginting, seorang analis politik dan militer dari Universitas Nasional, yang secara gamblang memetakan skenario terburuk bagi stabilitas bangsa.


Menurutnya, sumbu revolusi bisa tersulut oleh satu langkah fatal dari aparat penegak hukum.


"Revolusi sosial bisa terjadi jika para penggugat ijazah palsu (Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifa Kurnia, Egi Sujana) ditangkap atau dijadikan tersangka," ujar Ginting dalam sebuah diskusi di Podcast Forum Keadilan TV yang dikutip dari YouTube pada Selasa (22/7/2025).


Pernyataan ini mengindikasikan bahwa persepsi publik terhadap keadilan telah berada di titik nadir. 


Jika kritik dibungkam melalui jalur hukum, respons massa bisa menjadi tak terkendali.


Api ini semakin membesar dengan seruan dari tokoh lain seperti Laksamana Purnawirawan Slamet Subianto yang telah lebih dulu menyerukan "revolusi untuk melawan kezaliman mantan Presiden Jokowi".


Bagi Ginting, isu ijazah ini bukan lagi sekadar persoalan administrasi, melainkan pertaruhan moral bangsa.


"Kasus dugaan ijazah palsu menandakan bahwa bangsa Indonesia masih bermoral," tegasnya, menyiratkan bahwa publik melihat ini sebagai ujian terakhir bagi kejujuran dan integritas kepemimpinan.


Prabowo di Persimpangan Jalan: Tameng Jokowi atau Pahlawan Rakyat?


Di tengah pusaran konflik ini, semua mata tertuju pada Prabowo Subianto. 


Posisinya sebagai presiden terpilih menempatkannya sebagai figur sentral yang dapat meredam atau justru memperkeruh suasana.


Selamat Ginting memaparkan dilema paling fundamental yang harus dihadapi Prabowo.


"Prabowo memiliki dua pilihan: menjadi tameng bagi Jokowi atau mati bersama rakyat untuk melawan Jokowi," ucap Ginting dengan tajam.


Pilihan ini bukan sekadar retorika politik, melainkan sebuah pertaruhan yang akan menentukan warisan kepemimpinan Prabowo. 


Di satu sisi, melunasi "utang politik" dengan melindungi Jokowi dan lingkarannya.


Di sisi lain, mengambil risiko besar dengan memihak suara rakyat yang menuntut keadilan, sekalipun harus berhadapan dengan kekuatan rezim sebelumnya.


Ginting bahkan memperingatkan adanya potensi sabotase dari dalam. 


"Presiden Prabowo harus membuka mata terhadap operasi garis dalam yang dilakukan Jokowi yang sudah masuk ke lingkaran istana," katanya.


Ini adalah sinyal bahaya bahwa pengaruh dan kendali dari pemerintahan lama masih bercokol kuat, siap menghalangi setiap langkah Prabowo yang dianggap tidak sejalan.


Kegagalan Prabowo untuk melepaskan diri dari bayang-bayang ini akan berakibat fatal. 


Agenda pemerintahannya terancam lumpuh, karena satu isu ini telah menyedot seluruh perhatian publik.


"Isu ijazah palsu menutupi agenda-agenda pemerintahan Prabowo lainnya," jelas Ginting.


Dampaknya sudah terasa di akar rumput. 


Menurut Ginting, masyarakat "tidak lagi peduli dengan agenda pemerintahan dan masalah lain seperti banjir karena fokus pada isu ijazah". 


Kini, bola panas ada di tangan Prabowo. 


Sikapnya dalam beberapa waktu ke depan akan menjadi jawaban, apakah Indonesia akan melangkah menuju babak baru demokrasi atau terperosok lebih dalam ke jurang krisis sosial.


Sumber: Suara

Komentar