POLHUKAM.ID - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat membongkar adanya dalang di balik kerusuhan demo 25-28 Agustus yang menewaskan 10 orang termasuk Affan Kurniawan.
Dalam wawancara eksklusif dengan Refly Harun di kanal YouTube Refly, Jumhur mengungkap analisis mendalam soal manipulasi digital dan peringatan keras untuk Presiden Prabowo Subianto.
Jumhur mengaku mencium “aroma yang tidak sedap” menjelang demo 25 Agustus.
“Saya melihat siapa yang mengorganisir – tidak ada. Tapi begitu masif, jutaan bahkan puluhan juta orang terinformasi lewat meme di berbagai platform,” ungkapnya kepada Refly yang diunggah Selasa (9/9/2025).
Kekhawatiran tersebut membuatnya mengambil keputusan kontroversial – melarang jutaan anggota KSPSI turun ke jalan saat yang lain menyerukan geruduk DPR.
“Kalau orang demo kumpul banyak tanpa pemimpin, ini ujungnya pasti rusuh karena mudah diprovokasi,” tegas mantan Kepala BNP2TKI ini.
Keputusan Jumhur terbukti tepat. Demo yang seharusnya masif menjadi terbatas, namun tetap berakhir rusuh dengan korban jiwa.
Yang mengejutkan, Jumhur menerima analisis mendalam dari sumber tidak disebutkan yang mengungkap skenario besar di balik kerusuhan.
Dokumen tersebut menggunakan metodologi canggih termasuk analisis 500.000 data poin media sosial, blockchain analysis untuk pelacakan dana Bitcoin-Ethereum senilai 2 juta dollar AS, dan tools Maltego untuk pemetaan jaringan terkoordinasi.
“Tidak mungkin orang iseng kalau pakai bahasa-bahasa begini,” tegas Jumhur.
Temuan kunci dokumen tersebut:
- Political Capital Gibran. Popularitas Gibran melonjak 22% pasca bagi-bagi sembako melalui strategi terencana riset algoritma TikTok
- Corporate Immunity. Taipan Lippo, Sinarmas tidak tersentuh karena media yang mereka kuasai fokus pada narasi kerusuhan dan dana asing
- Constitutional Momentum. Isu kudeta konstitusional sengaja dihidupkan untuk test respons publik dan matikan oposisi via UU ITE
“Ada yang canggih mainnya di level helicopter view,” kata Jumhur.
“Yang kena justru Delpedro Marhaen, pegawai ASEAN, dan mahasiswi Bung Karno. Dalang sesungguhnya tidak tersentuh.”
Jumhur menelanjangi akar masalah sebenarnya – kehancuran ekonomi selama 10 tahun Jokowi.
“Kelas menengah anjlok, Pak. Yang berpenghasilan jutaan jadi rawan miskin, jadi supir ojol. Bahkan sarjana S2 karena tidak ada pilihan lain.”
Mantan direktur eksekutif CIDES ini menyebut telah terjadi deindustrialisasi masif akibat serbuan impor murah (predatory pricing).
“Gudang-gudang di kawasan industri yang dulunya pabrik sekarang jadi gudang barang impor. Industri jadi pedagang.”
Lebih parah, kebijakan tenaga kerja asing Jokowi dinilai melanggar konstitusi.
“Ketika orang Indonesia bisa mengerjakan tapi orang asing diberi kesempatan – itu melanggar UUD 45. Bukan melanggar peraturan menteri, tapi konstitusi!”
Peringatan Keras untuk Prabowo
Dalam pertemuan 1 September di Istana, Jumhur menyampaikan peringatan keras ke Prabowo.
“Saya bilang ‘Pak Prabowo, tugas Bapak berat sekali.’ Lalu dia jawab, ‘Saya maunya jadi presiden ketujuh, tapi Tuhan takdirkan saya presiden ke-delapan.'”
Jumhur menangkap maksud Prabowo – kalau jadi presiden 2014, beban tidak seberat sekarang setelah 10 tahun kerusakan Jokowi.
Namun kini Jumhur memperingatkan Prabowo soal carry over orang dan kebijakan era lama.
“Kalau Pak Prabowo cepat mengambil keputusan mendiskoneksi, terutama kebijakan – orang sebetulnya bisa berubah. Tapi nanti lama-lama orang nyalahin Pak Presiden kalau anak buahnya salah didiamkan terus.”
Jumhur mengungkap kekhawatirannya soal eskalasi dari konflik vertikal ke horizontal.
“Sejauh yang dibakar aset pemerintah, masih disyukuri karena itu konflik vertikal – rakyat vs pemerintah. Tapi kalau sampai sesama masyarakat saling jarah berdasarkan etnis atau agama – hancur negara kita.”
Gerakan buruh, menurutnya, selalu vertikal never horizontal.
“Tinggal sedikit lagi kemarin mengerikan sekali, tapi alhamdulillah tidak terjadi.”
Analisis paling tajam Jumhur: masyarakat Indonesia tidak ideologis.
“Rakyat kita seperti rumput kering – siapa pun yang bakar bisa. Karena posisinya subsisten, serba kekurangan. Apalagi ada yang deploy gerakan – itu mengerikan.”
Bangsa yang masih mengharapkan sembako, kata Jumhur, mudah dimanipulasi.
“Yang ngasih sembako bangga seperti charity. Padahal harusnya kita tidak perlu nerima sembako karena sudah punya pekerjaan.”
Desakan TGPF dan Copot Kapolri
Jumhur mendukung pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang sudah direspons positif DPR dan Presiden.
“Tidak lagi monopoli kepolisian. TGPF boleh periksa siapa saja, termasuk Refly Harun.”
Lebih jauh, dia mendesak Prabowo copot Kapolri.
“Demo copot Kapolda tapi ini kan all over Indonesia – yang mati ada di Jogja, Makassar, Palembang, Medan. Penanggung jawab seluruh Indonesia ini Kapolri. Jangan lupa sebelumnya Kanjuruhan sudah terjadi.”
Meski kritis, Jumhur masih berkomitmen kawal Prabowo.
“Sampai hari ini: jaga Prabowo, jaga negara, jaga bangsa. Prabowo tidak boleh gagal karena kalau gagal kita repot lagi.”
Namun dia beri ultimatum tegas: “Sampai seberapa lama kita bertahan? Kalau delivery atau fakta-fakta justru tidak jalan gagasan-gagasannya – itu bisa berbalik.”
Peringatan Jumhur jelas: Prabowo punya waktu terbatas buktikan perubahan atau hadapi perlawanan dari basis yang selama ini mendukungnya.
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid