Direktur Operasional PT Titan Infra Energy Suryo Suwignjo menyatakan, pembangunan jalan hauling baru tersebut untuk menghubungkan jalur yang ada ke lokasi tambang batu baranya.
Saat ini anak usaha Titan Group itu telah mengoperasikan jalur hauling sepanjang 113 kilometer, mencakup tiga kabupaten, yakni Lahat, Muara Enim dan Pali. Rencana pengembangan infrastruktur jalan yang dilakukan Titan, mencerminkan kondisi arus kas perusahaan tambang batu bara tersebut dalam kondisi sehat dan operasional perusahaan berjalan normal.
Namun, di sisi lain, sejak dua tahun lalu, hingga kini Titan dikabarkan juga tidak membayar cicilan kreditnya senilai US$450 juta kepada para kreditur.
Direktur Kepatuhan CIMB Niaga Fransiska Oei dalam surat keterbukaan informasinya kepada otoritas bursa, pekan lalu. Fransiska menyatakan bahwa, pinjaman sindikasi yang diberikan kepada Titan berstatus kredit macet. Namun, kegiatan operasional dan produksi perusahaan tersebut masih berjalan normal.
Sementara itu, Senior Vice President Bank Mandiri, Rudi As Aturridha juga dalam surat keterbukaan informasinya kepada BEI, menyatakan bahwa PT Titan Infra Energy merupakan debitur perseroan sejak tahun 2007 dan saat ini berstatus Non Performing Loan (NPL).
“Bank Mandiri telah melakukan langkah-langkah penanganan yang memadai termasuk penyelesaian yang optimal untuk memitigasi dampak risiko terhadap kondisi keuangan dan operasional, serta telah melakukan full provison terhadap kredit tersebut. Saat ini, kinerja Bank Mandiri tetap stabil dan bahkan mampu mencatatkan laba sebasr Rp10,03 triliun meningkat 69,5% secara yoyo pada posisi triwulan I 2022,” ucap Rudi.
Diketahui, sindikasi lembaga pembiayaan dilakukan pada 2018 yang dilakukan oleh Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, Credit Suisse dan Trafigura dengan mengucurkan kredit senilai US$450 juta kepada Titan Group. Tujuan kredit itu adalah untuk pembangunan jalan tol (hauling road) sebagai akses dari tambang ke pelabuhan. Jalan ini juga digunakan oleh perusahaan tambang lain dan masyarakat umum dengan membayar biaya tol kepada Titan. Selain itu, sebagian dari kredit tersebut digunakan untuk modal kerja perusahaan.
Bank peserta sindikasi merancang kredit tersebut untuk diangsur hingga lunas dengan menggunakan asumsi harga batubara di pasar internasional kala itu sebesar USD 40 per ton. Nyatanya, harga batubara malah terus meningkat pesat. Pada 2019, harga rerata batubara sebesar USD 67 per ton; meningkat lagi di 2020 sebesar USD 78 per ton; dan pada 2021 mencapai USD 165 per ton; bahkan pada Juni 2022 sempat menyentuh USD 400 per ton, atau naik 10 kali lipat dari asumsi awal, saat kredit disalurkan ke Titan.
Berdasarkan sejumlah data di atas, Titan semestinya mampu membayar cicilannya, bahkan termasuk mempercepat pelunasan kreditnya. Namun, yang terjadi sebaliknya, pada Februari 2020, Titan mulai tidak membayar cicilan kreditnya. Hingga akhirnya pada Agustus 2020, kredit ke perusahaan tersebut berstatus kolektabilitas 5 alias macet.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid