Pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno Mengantarkan Kemenangan Hattrick PDIP dalam Pemilu dan Pilpres 2024

- Sabtu, 03 Juni 2023 | 08:45 WIB
Pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno Mengantarkan Kemenangan Hattrick PDIP dalam Pemilu dan Pilpres 2024

 


KONTESTASI para calon pemimpin bangsa dan negara dalam "Pemilihan Presiden (Pilpres)", merupakan pertarungan strategi dan taktik tingkat tertinggi di negara kita. Ada filosofi yang wajib selalu diingat, seperti yang diajarkan ahli strategi Sun Tzu, "kenalilah dirimu, kenalilah lawanmu, maka kemenangan sudah ada di tanganmu".


Pengumuman Ganjar Pranowo sebagai calon Presiden 2024-2029 oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri disambut dengan antusias oleh rakyat Indonesia. Pencalonan Ganjar Pranowo semakin membuktikan bahwa Megawati adalah tokoh pemimpin perempuan yang cerdas dalam strategi dan taktik politik. Tahapan penting berikutnya adalah pemilihan siapa calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Ganjar Pranowo. Paska bergabungnya PPP dalam koalisi bersama PDIP mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai Capres, tentu saja Megawati Soekarnoputri dan PDIP akan mempertimbangkan masukan dan saran dari PPP untuk menentukan siapa yang terbaik yang bisa membantu pemenangan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.






Perlu diingat bahwa kriteria dan persyaratan dalam pemilihan Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk mendampingi Ganjar Pranowo pada periode pertama menjadi Presiden RI tahun 2024-2029, harus sangat cermat, super ketat dan ekstra teliti. Yang pasti, jangan sampai salah strategi. Strategi "bagaimana memenangkan (how to win)" harus menjadi prioritas pertama, baru kemudian strategi "bagaimana memerintah (how to govern)" menjadi prioritas kedua. Jangan sampai terbalik, akibatnya bisa fatal.


Tentu akan sangat berbeda situasi dan kondisinya jika Ganjar Pranowo sudah menjabat sebagai Presiden RI, kemudian akan melanjutkan kepemimpinannya untuk periode kedua. Pemilihan Cawapresnya akan lebih longgar dan fleksibel. Karena jika kepemimpinan Presiden "incumbent" sangat sukses dan didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia dengan "approval rate" hingga 70-80 persen, maka bisa diterapkan strategi politik "dipasangkan dengan siapapun sebagai Cawapres, maka sang Presiden akan kembali memenangkan Pilpres".


Strategi Sun Tzu "kenalilah dirimu, kenalilah lawanmu" kemudian strategi "how to win", bisa digunakan untuk menjaring dan menyaring siapa kandidat yang paling tepat dipilih sebagai Cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo memenangkan Pilpres 2024. Dari sekian banyak Cawapres yang layak untuk mendampingi Ganjar Pranowo, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, harus dipilih hanya satu nama, yang terbaik diantara yang terbaik. Semua kandidat Cawapres memiliki kelebihan pada banyak hal, tentunya juga mempunyai kekurangan pada sisi lain.


Kisah perjuangan dan pengalaman Saya selama hampir 20 tahun membantu memenangkan Capres-Cawapres sejak Pilpres pertama tahun 2004 dulu hingga sekarang, membuat nalar Saya jadi tajam dan teruji, serta intuisi Saya jadi peka dan terlatih. Untuk memenangkan Pemilihan Presiden tahun 2024, Saya merekomendasikan kepada Megawati Soekarnoputri dan PDIP, serta partai koalisi termasuk PPP dan parpol lainnya, agar mencalonkan pasangan Capres dan Cawapres, Ganjar Pranowo dengan Sandiaga Salahuddin Uno.


Analisis dan perhitungannya sangat objektif, komprehensif dan holistik. Premis dasarnya adalah Ganjar Pranowo merupakan Capres potensial yang paling tinggi elektabilitasnya berdasarkan “tracking survey” dalam jangka panjang oleh berbagai lembaga survei, dipasangkan dengan Sandiaga Uno sebagai Cawapres potensial yang paling tinggi elektabilitasnya. Selanjutnya akan diuraikan, mengapa pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno akan mengantarkan kemenangan ketiga berturut-turut (hattrick) PDIP dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024. Pasangan Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo dengan Sandiaga Uno harus menjadi "dwi tunggal", saling mengisi dan bersinergi dalam mengalahkan pasangan Capres dan Cawapres lainnya, yaitu Prabowo Subianto dengan Cawapresnya, serta Anies Baswedan dengan Cawapresnya.


1. Mengapa Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno bisa mengalahkan Prabowo Subianto dan Cawapresnya dalam Pilpres 2024?


Mengapa Prabowo Subianto yang sudah berkali-kali kalah dalam Pilpres akan dikalahkan lagi oleh pasangan Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno dalam Pilpres 2024, antara lain karena beberapa faktor:


(1) Rekam jejaknya pernah dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer aktif oleh sidang DKP karena penculikan dan penghilangan banyak tokoh aktifis.


(2) Sifat dan karakternya yang kaku, sangat impulsif dan cenderung temperamental, membuat sungkan dan tidak nyaman bagi banyak orang untuk mendukungnya sebagai pemimpin tertinggi bangsa dan negara kita.


(3) Faktor kesehatan sudah sangat berat untuk berkampanye keliling Indonesia, dengan jadwal yang sangat ketat dan padat. Kampanye Pilpres di Indonesia sangat membutuhkan kesehatan yang prima serta ketangguhan fisik yang luar biasa, tentunya tidak mudah dengan kondisi dan riwayat kesehatan Prabowo yang sudah memasuki usia senja.


(4) Faktor usia tua membuatnya sulit mengikuti perkembangan zaman, apalagi harus beradaptasi dan berinteraksi, merangkul generasi milenial dan generasi Z, yang menjadi penentu dan segmen pemilih terbesar dalam Pilpres 2024.


(5) Kelompok pendukung Prabowo Subianto sangat dominan berasal dari para purnawirawan. Sebagai purnawirawan, tentunya mereka memiliki kendala dan berbagai keterbatasan yang sama dengan Prabowo Subianto. Mereka bukan digerakkan oleh militansi untuk berjuang dan berkorban dengan membiayai sendiri seluruh kegiatan kampanye. Berbeda seperti langit dan bumi dengan ribuan kelompok relawan pendukung Ganjar Pranowo yang didominasi oleh kaum muda generasi penerus bangsa Indonesia. Karena membiayai sendiri seluruh kegiatan kampanye, maka mereka disebut sebagai "relawan". Jika sebaliknya, maka mereka bukanlah kelompok "relawan", melainkan kelompok "bayaran". Tentu saja sangat berbeda militansi dan semangat juang kelompok "relawan" dengan kelompok "bayaran".


Pemilih militan Prabowo Subianto pada Pilpres lalu sudah terpecah dan terbelah. Mayoritas sudah meninggalkan Prabowo Subianto pada saat bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Sebagian besar diantara para pendukung Prabowo saat kalah dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, sekarang memilih mendukung Anies Baswedan. Ada tanda tanya besar bagi para pendukung Prabowo Subianto terkait "anomali" jabatan Menteri Pertahanan yang diminta sebagai syarat oleh Prabowo untuk bergabung dalam pemerintahan Jokowi.


Padahal sebagai Capres yang menjadi kompetitor Presiden Jokowi, sudah selayaknya Prabowo Subianto menduduki jabatan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam). Satu hal yang pasti bisa menjawab, belanja alutsista Departemen Pertahanan RI setelah Prabowo menjabat Menteri Pertahanan, melesat ribuan persen sesuai data resmi belanja alutsista Departemen Pertahanan RI. Bahkan secara tiba-tiba melalui proyek "food estate", Dephan sampai ikut mengurusi secara teknis masalah pangan yang menjadi tupoksi Kementerian Pertanian, dengan dalih tentang "food security" dikait-kaitkan dengan pertahanan negara.


Sudah mulai ramai muncul di berbagai media dan media sosial, tuntutan dari masyarakat dan netizen agar diusut secara transparan proyek "food estate" di Departemen Pertahanan. Transparansi yang sama sudah mulai digulirkan masyarakat dan netizen, terkait seluruh proyek pengadaan alat utama sistim persenjataan (alutsista) dan penggunaan APBN yang sudah dibelanjakan oleh Dephan.


Rekam jejak Prabowo Subianto selama menjabat Menteri Pertahanan periode 2019-2024, bisa menjadi salah satu penyebab Prabowo Subianto bisa dikalahkan dalam Pilpres 2024. Meskipun setelah menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto memiliki dana kampanye dan logistik untuk Pilpres 2024 "yang sangat luar biasa besarnya", tapi hal itu sama sekali tidak bisa menjamin akan mengantarkannya menjadi Presiden, bahkan akan menjadi "batu sandungan" untuknya.


Cawapres Prabowo Subianto kemungkinan hanya akan berputar pada 2 nama, yakni Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Erick Thohir. Erick Thohir hanya mungkin menjadi Cawapres, jika bisa melakukan "kesepakatan khusus" dengan Cak Imin. Karena Partai Gerindra sangat membutuhkan tambahan suara PKB, untuk memenuhi persyaratan bisa mengusung Capres-Cawapres. Berdasarkan analisis dan perhitungan objektif dan komprehensif, khususnya jika dikaitkan dengan rekam jejak Erick Thohir pada masa lalu hingga sekarang, serta "tracking survey" yang dilakukan Litbang Kompas, jika Prabowo Subianto memilih untuk berpasangan dengan Erick Thohir, maka akan lebih mudah bagi pasangan Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno untuk mengalahkannya.


2. Mengapa Ganjar Pranowo dan Sandiaga Uno bisa mengalahkan Anies Baswedan dan Cawapresnya dalam Pilpres 2024?


Anies Baswedan harus menyadari bahwa basis massa pendukungnya sangat lemah pada semua kantong suara yang padat pemilih. Kakeknya dulu dari Surabaya, kemudian orangtua Anies menetap di Kuningan, Jawa Barat, baru kemudian pindah ke Yogyakarta. Wilayah basis massa pendukung Anies Baswedan relatif lemah, apalagi di wilayah Yogyakarta tempat Ia menempuh pendidikan sejak kecil hingga kuliah. Anies Baswedan dapat dikatakan tidak memiliki basis massa utama di wilayah yang padat pemilih, baik di Jawa Tengah, Jawa Barat, maupun Jawa Timur. Bahkan sebagai mantan Gubernur DKI, pendukung Anies Baswedan juga terbagi merata dengan pendukung Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto di seluruh wilayah DKI Jakarta.


Selain itu, Anies Baswedan dapat dianggap gagal memanfaatkan momentum pencapresan dirinya, ketika menggulirkan wacana dan isu perubahan. Apalagi hasil "tracking survey" atau survei dalam jangka panjang oleh berbagai lembaga survei, menunjukkan bahwa sekitar 70 hingga 75 persen rakyat Indonesia, mendukung program pembangunan berkelanjutan yang dijalankan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Akibatnya, suara pemilih yang bisa diraih oleh Anies Baswedan, maksimal hanya pada kisaran 20 hingga 25 persen dari total pemilih di Indonesia yang kecewa terhadap kepemimpinan Jokowi.


Berbagai kelemahan diatas masih ditambah lagi dengan keterbatasan dalam pilihan cawapresnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Anies Baswedan harus berpasangan dengan Agus H Yudhoyono. Jika tidak, dapat dipastikan Partai Demokrat akan mundur sebagai koalisi pendukung. Secara otomatis, Anies Baswedan bisa gagal, tidak bisa jadi Capres, karena gabungan suara Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak mencukupi persyaratan untuk bisa mengajukan Capres.


Sementara bagi Partai Demokrat, mereka lebih membutuhkan "cottail effect" untuk mengamankan agar Partai Demokrat bisa mencapai target "parlementary threshold" dalam Pemilu 2024. Pada sisi yang lain, elektabilitas Agus H Yudhoyono sebagai Cawapres berdasarkan hasil survei beberapa lembaga survei, berada pada peringkat bawah. Jika digabungkan dengan elektabilitas Anies Baswedan, maka dapat diprediksi perolehan suara pasangan Capres-Cawapres Anies Baswedan-Agus H Yudhoyono, berada pada rentang 20-25 persen secara nasional.

Halaman:

Komentar