Hal tersebut disampaikan Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta. Dia menyebut, Indonesia membutuhkan kebijakan dan visi jangka panjang yang mampu mengakomodasi dinamika permintaan CPO domestik dan global yang diperkirakan akan terus meningkat.
"Visi ini perlu menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan minyak goreng, biodiesel, dan oleokimia serta peran Indonesia sebagai eksportir terbesar CPO ke pasar global," tegas Felippa dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/5/2022).
Felippa menyebut, pelarangan ekspor berdampak luar biasa pada reputasi Indonesia di dunia internasional. Kebijakan yang reaktif dan berubah-ubah tanpa mempertimbangkan komitmen perdagangan yang sudah disepakati sebelumnya dapat melemahkan sentimen kepercayaan global terhadap Indonesia sebagai mitra dagang.
Misalnya saja, sebelum ada pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya, Indonesia juga melarang ekspor batu bara. Kebijakan ini berdampak pada harga komoditas-komoditas tersebut di pasar internasional dan berdampak pada industri pengguna bahan baku tersebut.
Kebijakan pelarangan ekspor juga tidak menguntungkan pasar domestik karena membanjirnya komoditas belum tentu dapat terserap dengan baik. Akibatnya, harga Tandan Buah Sawit (TBS) terpantau turun signifikan dan merugikan petani.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid