Gawat! Perwira TNI Surati Presiden Minta Jatah Gubernur Jabar karena Perintah Dukun

- Senin, 08 Juli 2024 | 13:00 WIB
Gawat! Perwira TNI Surati Presiden Minta Jatah Gubernur Jabar karena Perintah Dukun


Cerita ini terjadi pada kurun 1981. Perwira menengah Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) itu nekat mengirimkan surat kepada Presiden Soeharto dengan harapan dapat ditunjuk sebagai gubernur Jabar menggantikan Aang Kunaefi yang habis masa jabatannya.


Aksi pamen itu tentu saja membuat gusar Soeharto. Pada era itu, wewenang penentuan kepala daerah berada di tangan presiden dan tidak ada yang boleh mengotak-atik hal ini. Pak Harto yang kesal dengan kemunculan surat itu pun memanggil pimpinan TNi AU.


Sebagai imbasnya, pimpinan AU kemudian menugaskan kepala dinas hukum (kadiskum) Kolonel Kahardiman untuk membereskan persoalan tersebut. Kahardiman pun memanggil pamen itu ke kantornya.


“Mas, kenapa Anda sampai nekat mengirim surat ke Pak Harto,” tanya Kahardiman sebagaimana diceritakan dalam buku “Hakim Agung Kahardiman, dari Oditur, Opstib hingga Arbiter,” (halaman 21), dikutip Senin (8/7/2024).


Sayang Kahardiman tidak menyebut nama atau inisial perwira tersebut. Yang jelas, mendapat pertanyaan ini, sang perwira seketika terlihat bingung dan ketakutan.


Melawan Dukun


Lantas apa jawaban pamen? Ini lah yang sungguh-sungguh mengejutkan. Pamen itu menyebut sebenarnya dia juga tidak pernah berniat kirim surat ke Pak Harto. Persoalannya, dia dipaksa oleh sekelompok orang.


Versi dia, pemimpin kelompok itu sakti semacam dukun. Bahkan disebutnya orang Timur itu bisa membunuh dari jauh. “Makanya saya nekat,” ucapnya, ditirukan Kahardiman.


Belum berhenti di situ. Menurut cerita pamen terperiksa itu, si dukun menyuruhnya agar membuat surat permintaan menjadi gubernur Jabar. Sang perwira makin keder karena saat itu dukun memperlihatkan api di tangannya seolah-olah menegaskan kesaktiannya.


Kahardiman tak ayal heran. Penasaran dia mempertanyakan dari mana sang pamen itu mengenal pria yang diklaim dukun tersebut. Rupanya berawal dari obrolan saja. Pamen itu menanyakan kepada dukun kenapa kariernya di AU mandeg. 


Bukannya mendapat pertolongan, eh ujungnya malah dia harus kirim surat ke presiden. Suatu hal yang ketika itu bukan saja dianggap tidak sopan, tapi benar-benar di luar kepatutan. Jangankan pamen, jenderal TNI saja belum tentu menyurati Soeharto jika tak ada keperluan penting urusan negara.


Ditangani Hendropriyono

Halaman:

Komentar