Dari KKN sampai Utang, Ini 5 Hal Yang Bikin Sri Lanka di Ambang Bangkrut!

- Senin, 11 Juli 2022 | 16:20 WIB
Dari KKN sampai Utang, Ini 5 Hal Yang Bikin Sri Lanka di Ambang Bangkrut!

Karena penerimaan negara menyusut, Mahinda memerintahkan pencetakan uang baru untuk menutupi defisit anggaran. 

Akibatnya inflasi negara itu terus melonjak. Jika Juli 2021 masih di kisaran 5,7 persen, maka pada Juni 2022 sudah mencapai 54,6 persen. Bahkan inflasi harga pangan mencapai 80,1 persen. 

3. Utang Menggunung

Tak cukup dengan mencetak uang baru, pemerintahan Mahinda Rajapaksa juga agresif menambah utang luar negeri untuk menutupi anggaran yang tekor. 

Selain itu, utang juga digunakan untuk menggelontorkan subsidi, serta membangun infrastruktur.

Murtaza Jafferjee, Direktur Advocata Institute, sebuah lembaga kajian berbasis di Kolombo, menilai pemerintah Sri Lanka terlalu ugal-ugalan menambah utang luar negeri untuk membangun infrastruktur. 

"Utang yang menggunung, kemudian diperparah oleh dampak sejumlah bencana alam, pandemi COVID-19, serta implementasi pertanian organik yang dipaksakan," katanya, dikutip dari CNN, Senin (11/7).

4. Pertanian Organik, Tergesa dan Dipaksakan

Penerapan pertanian organik merupakan janji politik Mahinda Rajapaksa saat Pemilu 2019. 

Tapi penerapannya terlalu drastis dan dipaksakan. 

Sri Lanka meninggalkan pertanian konvensional secara total, tanpa transisi dan penyiapan infrastruktur pertanian organik. 

Akibatnya dalam 6 bulan pertama penerapan pertanian organik, produksi beras anjlok 20 persen. Sri Lanka pun terpaksa mengimpor beras senilai USD 450 juta. Padahal bertahun-tahun Sri Lanka swasembada beras.

Produksi komoditas perkebunan, seperti teh dan karet juga anjlok. Padahal dua komoditas itu termasuk andalan ekspor Sri Lanka. 

5. Devisa Tipis dan Krisis BBM

Rendahnya penerimaan devisa negara dari ekspor teh dan karet, membuat cadangan devisa Sri Lanka menyusut. 

Apalagi sejak pandemi COVID-19 melanda, devisa dari sektor pariwisata juga anjlok. Padahal, sektor itu selama ini menyumbang separuh penerimaan devisa Sri Lanka.

Tak adanya devisa yang memadai, membuat Sri Lanka tak bisa mengimpor berbagai kebutuhan dalam negerinya. 

Termasuk minyak mentah dan BBM. Akibatnya di tengah krisis ekonomi, stok BBM Sri Lanka sangat terbatas, bahkan kadang habis sama sekali. Eksportir enggan memasok, karena meragukan kemampuan negara itu untuk membayar.

Sumber: kumparan.com

Halaman:

Komentar

Terpopuler