POLHUKAM.ID - Masa depan Ibu Kota Nusantara atau IKN yang digagas era Presiden ke-7 Jokowi, kembali menjadi sorotan tajam setelah muncul wacana untuk 'menurunkan kelasnya' menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Usulan ini tidak hanya memicu perdebatan politik, tetapi juga melahirkan seruan ekstrem agar Jokowi diproses secara hukum jika hal tersebut benar-benar terjadi.
Reaksi keras datang dari pegiat media sosial, King Purwa, yang menilai perubahan status IKN akan menyebabkan kerugian finansial negara yang masif.
Melalui akun media sosial X miliknya, ia menyuarakan tuntutan pertanggungjawaban yang serius terhadap Jokowi sebagai inisiator utama proyek ambisius tersebut.
"Kalau sampai kejadian IKN jadi ibukota Provinsi Kaltim, @jokowi harus di Tom Lembong-kan. Dengan prinsip yang sama, menyebabkan kerugian negara puluhan bahkan ratusan triliun," tulis King Purwa dalam kutipan yang redaksi terima pada Selasa, 22 Juli 2025.
Seruan "di Tom Lembong-kan" merujuk pada sosok Tom Lembong yang belakangan vokal mengkritisi kebijakan-kebijakan era Jokowi.
Istilah ini dimaknai sebagai tuntutan untuk membuka dan mengadili secara transparan dugaan kegagalan kebijakan yang berpotensi merugikan negara.
Dalam konteks ini, King Purwa menempatkan potensi penurunan status IKN setara dengan kebijakan gagal yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum karena investasi triliunan rupiah yang telah digelontorkan.
👇👇
Klo sampai kejadian IKN jadi ibukota Provinsi Kaltim, @jokowi hrs di Tom Lembong-kan. Dengan prinsip yang sama, menyebabkan kerugian negara puluhan bahkan ratusan triliun! pic.twitter.com/8BPAhloYHM
— King Purwa (@BosPurwa) July 20, 2025
Wacana yang memicu polemik ini pertama kali digulirkan oleh Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa.
Menurutnya, mengalihkan status IKN menjadi ibu kota provinsi bisa menjadi solusi sementara di tengah ketidakpastian anggaran dan dinamika politik saat ini.
Langkah ini, menurut Saan, lebih realistis untuk mencegah infrastruktur yang sudah terbangun menjadi proyek mangkrak.
"Jakarta bisa tetap dipertahankan sebagai ibu kota negara hingga semua persiapan administratif, infrastruktur dan kebijakan mutasi ASN benar-benar matang," kata Saan di Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2025.
Saan menyoroti satu aspek krusial yang sering luput dari perbincangan publik: landasan hukum final pemindahan ibu kota.
Ia mengingatkan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) tentang pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Jakarta ke IKN hingga kini belum juga diterbitkan oleh pemerintah.
Padahal, penerbitan Keppres ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang.
"Keputusan Presiden tentang pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ke Ibu Kota Nusantara hingga saat ini belum ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana amanat pasal 4 ayat (2) UU Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara," jelas Saan.
Fakta hukum ini menambah kompleksitas masalah. Tanpa Keppres, status IKN sebagai Ibu Kota Negara secara de jure masih menggantung, meskipun pembangunan fisik terus berjalan.
Kondisi ini membuka celah bagi berbagai interpretasi dan usulan politik, termasuk gagasan menjadikannya pusat pemerintahan Provinsi Kaltim, yang pada akhirnya memicu tuntutan pertanggungjawaban finansial dan hukum kepada arsitek utamanya, Joko Widodo.
UPDATE! Ramai Wacana Baru, IKN Disarankan Turun Pangkat Jadi Ibu Kota Provinsi
POLHUKAM.ID - Usulan mengejutkan datang dari Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa.
Ia menyarankan agar proyek ambisius pemindahan ibu kota negara ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur ditinjau ulang.
Bahkan, ia mengusulkan agar IKN tidak lagi menjadi ibu kota negara, melainkan hanya ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Kalimantan Timur.
“Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk menegaskan kembali Jakarta sebagai ibu kota negara, dan merevisi UU IKN yang ada,” kata Saan dalam konferensi pers, Jumat (18/7/2025).
Menurutnya, ini akan menghentikan polemik yang terus berkembang, sekaligus menghindari potensi pemborosan anggaran akibat gedung dan infrastruktur yang terlanjur dibangun tapi belum dimanfaatkan.
Pembangunan IKN Dinilai Terburu-buru
Saan menegaskan bahwa proyek pemindahan ibu kota belum sepenuhnya matang secara administrasi, infrastruktur, dan sumber daya manusia.
“Jakarta dapat tetap dipertahankan sebagai ibu kota negara hingga semua persiapan benar-benar matang, termasuk mutasi ASN,” ujarnya.
Sebagai solusi sementara, NasDem mengusulkan adanya moratorium pembangunan IKN sampai ada keputusan presiden (keppres) yang jelas tentang pemindahan instansi dan ASN ke IKN.
“Kalau memang belum siap, lebih baik tunda dulu. Tapi kalau ingin lanjut, segera keluarkan keppres dan mulai pindahkan pegawai,” tegas Saan.
Wapres Gibran Disarankan Jadi Tokoh Pertama yang Ngantor di IKN
Untuk menghidupkan IKN, Saan juga menyarankan agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi orang pertama yang berkantor di sana.
"Supaya ada aktivitas di IKN, Gibran bisa mulai berkantor lebih dulu," katanya.
Gedung kementerian yang sudah dibangun, seperti Kemenko Polhukam, Kemenko Perekonomian, dan Bappenas, bisa langsung difungsikan agar tidak terbengkalai.
Usulan NasDem mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak di DPR.
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyebut, opsi menjadikan IKN sebagai ibu kota provinsi adalah langkah moderat untuk keluar dari kebuntuan.
“Pikiran Partai NasDem ini adalah yang paling moderat. Kalau jadi ibu kota provinsi, ya berarti asetnya juga akan dikelola oleh Kaltim,” ujar Rifqi, yang juga berasal dari Fraksi NasDem.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengingatkan bahwa usulan ini perlu dikaji lebih lanjut.
“Pembangunan IKN masuk dalam RPJMN dan RPJP. Kita harus hitung dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan fiskal negara,” katanya.
Meski menuai usulan moratorium, Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menyatakan bahwa proyek IKN tetap jalan terus.
Bahkan pemerintah sudah menyiapkan anggaran Rp 48,8 triliun untuk tahap pembangunan berikutnya hingga 2028.
Untuk tahun 2026, pagu indikatif IKN mencapai Rp 5,5 triliun, dengan usulan tambahan Rp 16,13 triliun dari APBN.
“Akhir Juli akan ada tender untuk proyek baru. Fokus kami kini membangun area legislatif dan yudikatif,” kata Basuki di DPR, Selasa (8/7/2025).
Data mencatat, pembangunan tahap I (2020–2024) telah menghabiskan Rp 89 triliun dari APBN, ditambah Rp 58,4 triliun dari investor swasta dan BUMN.
Tapi hingga kini, ASN dari kementerian/lembaga belum juga pindah ke IKN, selain staf dari Otorita IKN sendiri.
NasDem mengingatkan, infrastruktur yang dibangun jangan sampai jadi bangunan kosong.
“Pemerintah harus memaksimalkan apa yang sudah dibangun, sambil mengambil keputusan yang paling rasional untuk masa depan,” tutup Saan.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Agar Kasus Ijazah Jokowi Tak Berlarut-larut, Jimly Sarankan Tempuh Mediasi Penal di Kejagung
Tambang Batubara Ilegal di IKN Rugikan Negara Rp 5,7 Triliun: Pejabat Negara Diduga Terlibat!
20 Tahun Dua Standar: Tom Lembong Dihukum, 84 Skandal Gula Rp31,6 Triliun Malah Dibiarkan
Mahasiswa Laporkan Wagub Babel ke Bareskrim Atas Dugaan Ijazah Palsu