Pakar: Harusnya Pengadilan Tinggi Berani Melepas Tom Lembong, Bahaya bila Dihukum

- Selasa, 22 Juli 2025 | 16:20 WIB
Pakar: Harusnya Pengadilan Tinggi Berani Melepas Tom Lembong, Bahaya bila Dihukum


POLHUKAM.ID
- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut seharusnya Pengadilan Tinggi berani mengambil langkah untuk melepas mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dari jeratan hukum dalam perkara impor gula.

"Ya banding itu kekuasaannya masih judex facti, memeriksa fakta. Oleh karena itu, kami berharap Pengadilan Tinggi berani memutus lepas dari hukuman (onslag) terhadap Tom Lembong," kata Fickar kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Ia menilai, justru penjatuhan hukuman penjara dan denda terhadap Tom Lembong akan berbahaya, karena kasus ini bisa menjadi alat bagi balas dendam politik.

"Seharusnya Pengadilan Negeri memutus lepas, ada akibat tetapi bukan perbuatan langsung Tom Lembong, berbahaya jika dijatuhi hukuman, karena akan menjadi alat balas dendam politik, atau juga alat pemerasan bagi aparatur yang punya kekuasaan memproses hukum," tuturnya.

Akibatnya, sambung dia, hal ini akan memandulkan lahirnya bibit-bibit pemimpin yang baik karena khawatir dikriminalisasi.

Tak hanya itu, Fickar menegaskan dalam kasus korupsi impor gula ini, harus ada pembuktian mengenai pejabat yang mengeluarkan kebijakan mendapat keuntungan yang diberikan oleh stakeholder yang diuntungkan.

"Pembuktian ini sulit, karena juga harus diteliti kebijakan operasionalnya di tingkat pelaksanaan. Jadi pasti akan melibatkan pejabat di beberapa tingkatan dan pembuktian hubungan keterkaitannya. Tanpa itu, sulit untuk mengatakan sebuah kebijakan itu menguntungkan seseorang," tegasnya.

Diketahui, kubu mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dijadwalkan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Kasasi Tipikor pada Pengadilan Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara.

Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan permohonan banding akan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025). Nantinya, sidang bakal digelar di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

"Iya sudah diputuskan kita akan banding hari Selasa, dihukum satu hari saja, Pak Tom akan banding," kata Ari ketika dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

Ari mencatat, ada lima hal yang perlu diperhatikan atas perkara hukum yang menjerat Tom. Pertama, soal tidak adanya mens rea atau niat jahat dari kliennya. Menurutnya, tidak diuraikannya pertimbangan tentang mens rea secara detail menunjukkan kejanggalan, kegamangan, dan keraguan majelis dalam menjatuhkan putusan.

Kedua, mengenai pertimbangan tidak adanya evaluasi dalam dua bulan saat pertama kali Tom menjabat Mendag sebagai perbuatan melawan hukum, serta tidak adanya tanggung jawab terdakwa sebagai Mendag dalam pemantauan operasi pasar.

Menurut Ari, hal tersebut bukan ranah kliennya sebagai Mendag. Sekalipun itu menjadi dasar pertimbangan, pada faktanya Kemendag melalui Dirjen Dagri telah melakukan pemantauan dengan berkorespondensi bersama INKOPKAR dan PT PPI.

"Bagaimana mungkin seseorang dianggap melakukan perbuatan pidana karena tidak melakukan evaluasi yang tidak dilakukan dalam dua bulan pertama menjabat? Kebijakan Presiden terpilih yang baru pun diukur dalam 100 hari kerja (tiga bulan)," lanjutnya.

Ketiga, mengenai perhitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut Ari, pada akhirnya majelis hakim sendiri yang menghitung kerugian negara. Sehingga, seluruh hasil audit terbantahkan.

"Pertimbangan majelis pun menggambarkan potential loss, dengan mempertimbangkan profit yang seharusnya didapatkan oleh BUMN/PT PPI. Pasal 4 UU BUMN menyatakan, kerugian BUMN bukanlah kerugian keuangan negara," katanya.

Keempat, soal pertimbangan yang memberatkan berupa terdakwa mengambil kebijakan dengan pendekatan ekonomi kapitalis. Menurut Ari, hal tersebut menunjukkan ketidakprofesionalan majelis hakim karena tidak berdasarkan fakta persidangan. Bahkan dalam dakwaan atau tuntutan jaksa pun tidak pernah disebutkan.

Kelima, tentang vonis yang akan menjadi preseden buruk. Menurut Ari, putusan ini akan berdampak pada ketidakberanian para pemangku kebijakan—baik di sektor pemerintahan/BUMN maupun swasta yang bekerja sama dengan pemerintah—untuk mengambil keputusan karena khawatir terjerat pidana seperti Tom.

Ari mengatakan, vonis ini akan menimbulkan rasa takut dalam pengambilan keputusan sehari-hari di masyarakat. Apalagi jika dihadapkan pada kondisi tertentu yang membutuhkan keputusan cepat dan penting.

"Negara secara umum akan dirugikan dalam berbagai sektor, baik hukum maupun bisnis, yang dapat memasung kesejahteraan hidup orang banyak," bebernya.

Sumber: inilah

Komentar