POLHUKAM.ID - Setya Novanto, mantan ketua DPR RI sekaligus koruptor dana e-KTP, kini kembali menjadi buah bibir setelah bebas bersyarat dari penjara, per Sabtu (16/8) akhir pekan lalu.
Publik menilai Setya Novanto tak pantas mendapat pembebasan bersyarat, lantaran kasusnya terbilang megakorupsi.
Di tengah keriuhan pembebasan bersyarat Setnov, ada satu misteri dalam kasus korupsi e-KTP yang hingga kini tidak terselesaikan, yakni kematian mendadak Johannes Marliem.
Marliem adalah seorang saksi kunci dalam megaskandal korupsi e-KTP.
Dia ditemukan tewas di kediamannya di Los Angeles, Amerika Serikat, pada 10 Agustus 2017, kepergiannya meninggalkan tanda tanya besar.
Apakah ia murni bunuh diri seperti yang dilaporkan otoritas setempat, atau ada kekuatan besar yang membungkamnya?
Kecurigaan publik bukan tanpa alasan. Marliem bukanlah saksi biasa.
Ia adalah Direktur PT Biomorf Lone LLC, perusahaan penyedia produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1 yang digunakan dalam proyek e-KTP.
Posisinya yang sangat strategis, membuatnya menjadi salah satu figur sentral yang mengetahui seluk-beluk permainan kotor dalam proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
Kematiannya terjadi secara dramatis. Media-media di Los Angeles melaporkan adanya drama penyergapan oleh tim SWAT dan FBI di rumahnya di kawasan elite Beverly Grove.
Marliem disebut menyandera seorang perempuan dan seorang anak, sebelum akhirnya ditemukan tewas dengan luka tembak yang diduga dilakukannya sendiri.
Namun, rangkaian peristiwa ini justru memicu spekulasi liar di Indonesia, terutama karena momentumnya yang bertepatan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah gencar-gencarnya membongkar kasus yang merugikan negara triliunan rupiah itu.
Memegang 'Harta Karun' Rekaman 500 GB
Nama Johannes Marliem menjadi sorotan utama setelah ia disebut-sebut memiliki bukti rekaman percakapan sebesar 500 GB.
Bukti digital yang dijuluki 'harta karun' itu, diyakini berisi semua rekaman pertemuannya dengan para perancang proyek e-KTP.
Termasuk diduga Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto, dan para politisi serta pejabat lainnya.
Keberadaan rekaman ini sontak membuatnya menjadi saksi paling vital sekaligus paling terancam.
Dalam surat dakwaan untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, peran Marliem terungkap jelas.
Ia 'dibawa' oleh mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, untuk bertemu Andi Narogong dan diperkenalkan sebagai pemasok produk AFIS.
Sejak saat itu, Marliem masuk ke dalam lingkaran "Tim Fatmawati", sebuah kelompok yang dibentuk Andi Narogong untuk mengatur semua proses tender proyek e-KTP agar dimenangkan oleh Konsorsium PNRI.
Dari proyek tersebut, Johannes Marliem disebut sebagai salah satu pihak yang diperkaya, dengan menerima keuntungan sebesar USD 14,88 juta dan Rp25,24 miliar.
Namun, di sisi lain, ia juga menjadi orang yang memegang semua rahasia kelam di balik bancakan uang rakyat tersebut.
Upaya Mencari Perlindungan yang Terlambat
Fakta yang semakin menguatkan adanya tekanan besar terhadap Marliem adalah upayanya menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebelum ia tewas.
Wakil Ketua LPSK saat itu, Lili Pintauli Siregar, mengungkapkan bahwa Marliem sempat berkomunikasi dengannya pada akhir Juli 2017.
Meskipun percakapan masih di tahap awal dan belum masuk ke substansi, Marliem menunjukkan respons yang baik dan sempat mengungkapkan kekhawatirannya.
Sayangnya, komunikasi itu terputus sebelum Marliem sempat mengajukan permohonan perlindungan secara resmi.
Tak lama berselang, kabar kematiannya yang mengejutkan datang dari Amerika Serikat.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK untuk bekerja sama dengan otoritas di AS guna menyelidiki penyebab kematian Marliem.
ICW menilai ada kejanggalan dalam momentum kematiannya yang terjadi persis saat kasus e-KTP sedang panas-panasnya.
Meski demikian, KPK menyatakan bahwa penyidikan kasus e-KTP tidak akan berhenti.
Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah, menegaskan bahwa KPK tidak bergantung pada satu saksi saja dan sudah memiliki bukti permulaan yang cukup kuat.
Hingga kini, misteri kematian Johannes Marliem tetap menjadi babak kelam dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tewasnya saksi kunci dengan bukti rekaman yang begitu masif menyisakan pertanyaan abadi: apakah ia menyerah pada tekanan, atau ada skenario besar yang sengaja menghentikan langkahnya untuk selamanya?
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Pembebasan Bersyarat Setnov tidak Sah! MAKI Bakal Gugat ke PTUN
Terungkap! Gegara Dua Perilaku Ini, Istri Ferdi Sambo Dapat Remisi 9 Bulan
Setya Novanto Tak Sendiri, Ini Sederet Napi Korupsi Yang Pernah Dapat Diskon Hukuman!
GAWAT! 3 Bulan Berlalu, Surat Pemakzulan Gibran Menghilang di DPR?