Seperti yang dialami kliennya. Meski telah melayangkan tiga kali somasi, namun hingga kini belum ada kepastian terkait pencairan dua deposito dengan total Rp 880 miliar.
Padahal, dana tersebut seharusnya bisa ditarik karena sudah jatuh tempo pada 2021 dan 2022 lalu. Karena itu, Anshorul mengaku mendukung upaya yang dilakukan LPS dalam menyelesaikan sengkarut di tubuh BPRS Mojo Artho.
Di sisi lain, pihaknya melalui Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Mojokerto juga akan tetap membuka posko pengaduan bagi nasabah yang turut menjadi korban.
Sebab, ungkap dia, posko pengaduan yang dibuka sepekan terakhir di Jalan RA Basoeni, Nomor 9, Sooko, Kabupaten Mojokerto ini bertujuan untuk mewadahi kepentingan masyarakat.
”Konteksnya sama dengan LPS yang berdiri di atas kepentingan nasabah. Karena dia (LPS, Red) yang nantinya bertanggung jawab ketika misalnya bank ditutup dan mengembalikan dana para nasabah,” sebutnya.
Sebagaimana diketahui, BPRS Mojo Artho telah ditetapkan sebagai bank dalam resolusi (BDR). Dengan ditetapkannya status tersebut, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerahkan kewenangan pengelolaan kepada LPS per 12 Januari 2024.
Mengacu Undang-Undang 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa status BDR disematkan karena bank dinilai mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai kewenangannya.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: radarmojokerto.jawapos.com
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya