Intimidasi di Balik Layar: Sukatani dan Bayar Bayar Bayar Yang Tak Bisa Dibayar

- Sabtu, 22 Februari 2025 | 12:35 WIB
Intimidasi di Balik Layar: Sukatani dan Bayar Bayar Bayar Yang Tak Bisa Dibayar

Artanto juga memastikan pihaknya tidak melarang Sukatani apabila ingin membawakan lagu 'Bayar Bayar Bayar'. Termasuk memasukkan kembali dalam layanan musik digital. 


“Monggo aja. Kita menghargai ekspresi,” katanya. 


Sedangkan, Menteri Kebudayaan (Menkebud) Fadli Zon mengklaim pemerintah selalu mendukung kebebasan berekspresi dan berkesenian. 


Selain juga terbuka terhadap segala kritik termasuk terhadap oknum polisi. Namun, kata Fadli, segala bentuk ekspresi itu juga harus memahami batasan. Jangan sampai merugikan suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA. 


"Juga institusi-institusi yang bisa dirugikan," tutur Fadli di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/2/2025).


Jangan Takut Berekspresi 


Kasus ini kemudian menjadi sorotan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. 


Ia menilai tindakan polisi yang diduga mengintimidasi Sukatani hingga menarik lagu 'Bayar Bayar Bayar' sebagai bentuk anti kritik.


Tak hanya itu, Isnur menilai bahwa tindakan tersebut menurutnya sangat bahaya lantaran dapat mengancam demokrasi, kebebasan berekspresi dan berkesenian. 


"Ini persis zaman otoritarian seperti dulu Orde Baru yang takut pada tulisan Pramoedya Ananta Toer dan lainnya. Ini sangat berbahaya terhadap demokrasi, kebebasan berekspresi dan berkesenian,” tutur Isnur.


Tindakan yang diduga dilakukan anggota Polda Jawa Tengah ini, kata Isnur, juga bertentangan dengan pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. 


Karena itu dia mendesak Kapolri menindak tegas anggotanya yang terlibat. 


Isnur juga menyampaikan kepada semua pihak agar tidak takut berkarya dan berekspresi. Sebab hal itu telah dijamin oleh undang-undang. 


“Jika ada ancaman seperti ini YLBHI siap memberikan bantuan dan pendamping hukum kepada masyarakat, seniman dan semua,” katanya. 


Berdasar data Koalisi Seni sejak 2010-2024 pelanggaran terhadap kebebasan berkesenian di Indonesia terus mengalami peningkatan.


Pada Tahun 2024 saja mereka mencatat setidaknya ada sekitar 60 peristiwa. Salah satunya terkait pelarangan pameran lukisan karya Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”.


Sedangkan di awal tahun 2025, sebelum kejadian Sukatani, Institut Seni Budaya Indonesia atau ISBI Bandung, Jawa Barat juga melarang pementasan lakon 'Wawancara dengan Mulyono' karya Kelompok Teater Payung Hitam. 


Koalisi Seni menilai kondisi ini menunjukkan bahwa negara semakin meminggirkan pemenuhan dan pelindungan terhadap kebebasan berkesenian. Praktik berkesenian ke depan diprediksi semakin penuh risiko. 


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan bahwa kebebasan berkesenian merupakan bagian dari hak asasi manusia atau HAM yang diakui secara universal.


Terlebih sebuah karya seni itu juga merupakan bagian penting yang diperlukan untuk kemajuan budaya bangsa. 


Usman kemudian mendesak kapolri segera mengambil tindakan koreksi atas dugaan adanya intimidasi terhada Sukatani.


Sebab, tanpa adanya intimidasi dia meyakini Sukatani tidak mungkin membuat video permohonan maaf yang ditujukan kepada kapolri dan jajarannya tersebut. 


"Koreksi itu akan diukur oleh publik dari terungkapnya siapa pejabat polisi yang menekan, dan diukur dari kembali tidaknya lagu itu disiarkan dalam wahana siaran digital seperti Spotify," katanya. 


Usman juga mendesak kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar lagu tersebut bisa menjadi bahan refleksi dan koreksi.


"Jika perlu, koreksi itu bisa dilakukan dalam bentuk kapolri undang Sukatani ke Mabes Polri dan bernyanyi di hadapan Kapolri sekaligus sampaikan kepada seluruh jajaran Polri agar dengarkan lirik lagu tersebut dan lakukan koreksi nyata dalam melayani dan melindungi masyarakat."


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar

Terpopuler