LENGKAP! Kronologi Jokowi Vs Hasto Soal Dalang Revisi UU KPK

- Kamis, 27 Februari 2025 | 17:50 WIB
LENGKAP! Kronologi Jokowi Vs Hasto Soal Dalang Revisi UU KPK




POLHUKAM.ID - Video tentang Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto yang membahas mengenai dalang dari revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba mencuat setelah dirinya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


DIketahui, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.


Hasto mengatakan, dalang dari revisi UU KPK adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), bukan PDI-P ataupun Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.


Adapun revisi UU KPK sempat menjadi kontroversi pada 2019. Sebab, banyak poin yang melemahkan KPK.


Setelah dituding mendalangi revisi UU KPK, Jokowi pun tidak tinggal diam.


Jokowi membantah tudingan tangan kanan Megawati tersebut dan berbicara mengenai logika.


Awal Mula Hasto Tuding Jokowi


Dalam video yang beredar, Hasto menuduh bahwa segala hal positif selalu diklaim oleh Jokowi, sedangkan hal buruk ditimpakan kepada PDI-P.


"Ketika ada hal-hal yang positif, selalu diambil oleh Presiden Jokowi tanpa menyisakan benefit bagi kepentingan PDI Perjuangan," ujar Hasto melalui akun YouTube miliknya, dikutip pada Sabtu (22/2/2025).


Hasto juga menegaskan bahwa PDI-P berkomitmen dalam pemberantasan korupsi sehingga tuduhan bahwa partainya menginisiasi revisi UU KPK dianggap tidak berdasar.


"Karena itulah tuduhan bahwa revisi Undang-Undang KPK diarsiteki oleh PDI Perjuangan itu sangat salah," katanya.


Dia juga mengeklaim bahwa revisi UU KPK dilakukan Jokowi untuk melindungi Gibran dan Bobby dalam pencalonan mereka sebagai wali kota.


Hasto mengaku pernah bertanya langsung kepada Jokowi di Istana Merdeka mengenai pencalonan anak dan menantunya serta risiko politik yang mungkin muncul.


Bahkan, masih kata Hasto, seorang menteri di kabinet Jokowi pernah mengungkapkan bahwa diperlukan dana sebesar 3 juta dolar Amerika untuk meloloskan revisi UU KPK.


"Saat itu Pak Menteri yang menjadi kepercayaan dari Pak Jokowi ini menyampaikan bahwa kira-kira akan diperlukan dana sebesar 3 juta dollar Amerika untuk mengegolkan revisi Undang-Undang KPK," ujar Hasto dalam video itu.


"Dan mengapa berjalan mulus? Karena Presiden Jokowi punya kepentingan untuk melindungi Mas Gibran dan Mas Bobby," katanya lagi.


Jokowi Membalas, Minta Hasto Pakai Logika


Jokowi pun membalas Hasto yang menyebut dirinya sebagai inisiator revisi UU KPK.


Dia meminta masyarakat menelusuri kembali kronologi pembentukan UU KPK secara runtut, mengingat saat ini adalah era keterbukaan informasi.


Jokowi menyoroti peristiwa tahun 2015, ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).


"Coba dilihat lagi. Saat itu terjadi ketidaksepakatan antara DPR dan pemerintah sehingga tidak jadi dibahas," ujar Jokowi saat ditemui di Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Rabu (26/2/2025).


Jokowi menjelaskan bahwa upaya revisi kembali muncul pada periode 2016 hingga 2018, tetapi tetap tidak berlanjut.


"2016, 2017, 2018, juga ada upaya untuk melakukan pembahasan itu, tetapi juga tidak terjadi," katanya.


Kemudian, pada 2019, DPR kembali membahas revisi UU KPK melalui Prolegnas.


Jokowi menegaskan bahwa semua fraksi di DPR menyetujui pembahasan tersebut.


"Karena memang semua fraksi yang ada di DPR setuju, sampai akhirnya dibahas dan digodok di rapat paripurna. Atas semuanya, atas inisiatif DPR," ujarnya menegaskan.


Setelah DPR menyepakati revisi, lahirlah Surat Presiden (Surpres) mengenai perubahan UU KPK.


Dia mengaku harus mempertimbangkan efek politik dari revisi UU KPK karena semua fraksi di DPR setuju.


"Ya, surpresnya itu, kan itu kalau sudah semua fraksi menyetujui, semua fraksi di DPR setuju," kata Jokowi.


"Ya presiden kalau tidak, musuhan dengan semua fraksi dong, politiknya harus dilihat seperti itu," ujarnya lagi.


Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya tidak menandatangani RUU KPK yang diusulkan DPR, meskipun aturan menyatakan bahwa RUU tetap berlaku setelah 30 hari.


"Dan sampai setelah diundangkan, saya juga akhirnya tidak tanda tangan. Coba dilihat lagi," katanya.


"Tapi kan aturannya tetap setelah 30 hari bisa berlaku. Ya, itu aja," ujar Jokowi melanjutkan.


Sementara itu, Jokowi kembali membantah keras dirinya menjadi dalang dari revisi UU KPK.


Jokowi menegaskan Hasto hanya mengarang cerita saja, yang mana semua orang bisa melakukannya.


"Itu karangan cerita, semua orang bisa membuat karangan cerita," tegasnya.


Dia juga membantah bahwa revisi UU KPK berkaitan dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2019.


"Hubungannya apa? Coba pakai logika dong kita itu, pakai logika. Untuk apa, masalah menggantungkan hal-hal yang kecil, yang beneran saja. Logika kita, kita pakailah," kata Jokowi.


Sumber: Kompas

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

JOKO Widodo alias Jokowi sudah lengser. Tak lagi punya kekuasaan. Presiden bukan, ketua partai juga bukan. Di PDIP, Jokowi pun dipecat. Jokowi dipecat bersama anak dan menantunya, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobbby Nasution. Satu paket. Anak bungsu Jokowi punya partai, tapi partainya kecil. Yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai gurem ini tidak punya anggota di DPR RI. Di Pemilu 2024, partai yang dipimpin Kaesang ini memperoleh suara kurang dari empat persen. Pada posisi seperti ini, apakah Jokowi lemah? Jangan buru-buru menilai bahwa Jokowi lemah. Lalu anda yakin bisa penjarakan Jokowi? Sabar! Semua ada penjelasan ilmiahnya. Semua ada hitung-hitungan politiknya. Manusia satu ini unik. Lain dari yang lain. Langkah politiknya selalu misterius. Tak mudah ditebak. Publik selalu terkecoh dengan manuvernya. Anda tak pernah menyangka Gibran jadi walikota, lalu jadi wakil presiden sebelum tugasnya sebagai walikota selesai. Anda tak pernah menyangka Kaesang jadi ketum PSI. Prosesnya begitu cepat. Tak ada yang prediksi Airlangga Hartarto mundur mendadak dari ketum Golkar. Anda juga tak pernah menyangka suara PDIP dan Ganjar Pranowo dibuat seragam yaitu 16 persen di Pemilu 2024. Persis sesuai yang diinginkan Jokowi. Anda nggak pernah sangka UU KPK direvisi. UU Minerba diubah. Desentralisasi izin tambang diganti jadi sentralisasi lagi. Omnibus Law lahir. IKN dibangun. PIK 2 jadi PSN. Bahkan rektor universitas dipilih oleh menteri. Ini out of the box. Nggak pernah ada di pikiran rakyat. Tapi, semua dengan begitu mudah dibuat. Mungkin anda nggak pernah berpikir mobil Esemka itu bodong. Anda juga nggak pernah menyangka ketua FPI dikejar dan akan dieksekusi oleh aparat di jalanan. Juga nggak pernah terlintas di pikiran ada Panglima TNI dicopot di tengah jalan. Ini semua adalah langkah out of the box. Tak pernah terlintas di kepala anda. Di kepala siapa pun. Ketika anda berpikir Jokowi melemah pasca lengser, ternyata orang-orang Jokowi masuk kabinet. Jumlahnya masih cukup banyak dan signifikan. Ketua KPK, Jaksa Agung dan Kapolri sekarang adalah orang-orang yang dipilih di era Jokowi. Ketika anda tulis Adili Jokowi di berbagai tempat, Kaesang, anak Jokowi justru pakai kaos putih bertuliskan Adili Jokowi. Pernahkah Anda menyangka ini akan terjadi? Teriakan Adili Jokowi kalah kuat gaungnya dengan teriakan Hidup Jokowi. Ini tanda apa? Jelas: Jokowi masih kuat dan masih punya kesaktian. Semoga pemimpin zalim seperti Jokowi Allah hancurkan. inilah doa sejumlah ustaz yang seringkali kita dengar. Apakah Jokowi hancur? Tidak! Setidaknya hingga saat ini. Esok? Nggak ada yang tahu. Dan kita bukan juru ramal yang pandai menebak masa depan nasib orang. Kalau cuma 1.000 sampai 2.000 massa yang turun ke jalan untuk adili Jokowi, nggak ngaruh. Ngaruh secara moral, tapi gak ngaruh secara politik. Beda kalau satu-dua juta mahasiswa duduki KPK, itu baru berimbang. Emang, selain 1998, pernah ada satu-dua juta mahasiswa turun ke jalan? Belum pernah! Massa mahasiswa, buruh dan aktivis saat ini belum menemukan isu bersama. Isu Adili Jokowi tidak terlalu kuat untuk mampu menghadirkan satu-dua juta massa. Kecuali ada isu lain yang menjadi triggernya. Contoh? Gibran ngebet jadi presiden dan bermanuver untuk menggantikan Prabowo di tengah jalan, misalnya. Ini bisa memantik kemarahan massa untuk terkonsentrasi kembali pada satu isu. Contoh lain: ditemukan bukti yang secara meyakinkan mengungkap kejahatan dan korupsi Jokowi, misalnya. Ini bisa jadi trigger isu. Ini baru out of the box vs out of the box. Tagar Adili Jokowi bisa leading. Kalau cuma omon-omon, ya cukup dihadapi oleh Kaesang yang pakai kaos Adili Jokowi. Demo Adili Jokowi lawannya cukup Kaesang saja. Jokowi terlalu tinggi untuk ikut turun dan menghadapinya. Sampai detik ini, Jokowi masih terlalu perkasa untuk dihadapi oleh 1.000-2.000 massa yang menuntutnya diadili. rmol.id *Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Terkini