Harli mengungkapkan, kejaksaaan akan memanggil dan meminta penjelasan ahli mengenai boleh tidaknya mengubah RON atau nilai oktan BBM saat proses blending.
Dalam proses impor BBM oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Kejagung juga menemukan dugaan tindak pidana lainnya yakni pemesanan yang dilakukan adalah BBM jenis RON 92. Namun, BBM yang datang justru RON yang lebih rendah.
"Fakta hukum bahwa PT PPN melakukan pembayaran terhadap RON 92 berdasarkan price list. Sementara barang yang masuk atau minyak yang masuk itu adalah RON 88 atau Ron 90,” ujar Harli.
Kejaksaan telah menetapkan 9 tersangka atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.
Dari 9 tersangka, 6 merupakan pejabat di Sub Holding Pertamina, sedangkan 3 lainnya broker dari swasta.
Selain dugaan tindak pidana di atas, kejaksaan juga menemukan adanya kongkalikong antara Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sengaja menghindari proses penawaran minyak mentah.
Hal itu menyalahi regulasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.
Kejaksaan juga menemukan adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi.
Mark up itu dilakukan saat pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya