Memahami Invasi Rusia ke Ukraina, Apa Target Putin Sebenarnya?

- Rabu, 18 Mei 2022 | 10:10 WIB
Memahami Invasi Rusia ke Ukraina, Apa Target Putin Sebenarnya?

Peristiwa itu menyulut kepanikan dunia. Serangan yang berlangsung sejak Kamis (24/2/2022) pagi mendapat reaksi keras masyarakat internasional.

Baca Juga: Kesuksesan Uji Coba Rudal Hipersonik Militer Amerika Bikin Rusia Ketar-ketir?

Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi menyikapi tindakan Rusia tersebut. Aksi Rusia itu menimbulkan pertanyaan berbagai kalangan.

Kenapa Rusia melakukan serangan ke negara tetangga sebelah barat mereka itu, negara yang selama kurun waktu yang lama berada dalam satu ‘rumah’ yang sama baik di era kekaisaran maupun era Uni Soviet?

Kenapa Rusia seakan mengabaikan norma-norma internasional, melakukan tindakan sepihak menyerang negara sebuah negara berdaulat?

Menurut Ahmad Fahrurodji, doktor ilmu sejarah, pemerhati Rusia dan Eropa Timur Universitas Indonesia (UI), serangan itu karena motif geopolitik.

“Pasti ada alasan yang sangat kuat bagi pemimpin Rusia itu dalam mengambil keputusan yang mempertaruhkan masa depan Rusia akan kemungkinan Rusia terancam dikucilkan dalam masyarakat internasional dan sanksi ekonomi yang lebih keras yang ditujukan untuk mempersempit gerak Rusia dalam percaturan internasional,” kata Ahmad Fahrurodji dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/5/2022).

Dalam pidato resminya Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan serangan itu merupakan operasi militer khusus yang ditujukan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina. Konsep demiliterisasi dan denazifikasi memiliki dua target berbeda, tetapi satu sama lain berkaitan.

Demiliterisasi lebih memiliki motif geopolitik berkaitan dengan perluasan NATO ke Timur yang sudah sampai di pintu depan rumah Rusia. 

Rusia dengan menggunakan Pasal 51 Piagam PBB menilai bahwa posisi mereka yang terancam kemudian mempunyai hak untuk melakukan serangan preemptive ke wilayah yang menjadi sumber ancaman.

Hal itu berkaitan dengan penguatan militer Ukraina yang di-support negara-negara NATO yang, menurut Rusia, digunakan untuk menindas bangsa Ukraina keturunan Rusia di timur.

Dukungan politik dan militer Barat membangunkan kembali kekhawatiran Rusia akan perluasan pengaruh NATO ke wilayah bekas Uni Soviet.

Sejak awal, lanjut Ahmad Fahrurodji, Rusia menilai eksistensi NATO sudah tidak relevan lagi, seiring dengan berakhirnya Perang Dingin. Rusia mengambil langkah kompromistis dengan menjalin Kemitraan Rusia-NATO, tetapi berbagai upaya akomodatif Rusia itu diabaikan.

Terbukti dengan pemberhentian kemitraan tersebut dan penutupan perwakilan dua pihak di Brussels dan Moskow beberapa bulan lalu.

Terkait dengan hal itu, dalam pidatonya Putin mengatakan negara-negara NATO dalam rangka untuk mencapai tujuan politik mereka mendukung kelompok nasionalis ekstrem dan neo-Nazi Ukraina.

Perluasan NATO sendiri, bagi Rusia, merupakan instrumen politik luar negeri AS untuk semakin menanamkan hegemoni mereka di kawasan. Putin menyoroti telah diabaikannya norma-norma internasional oleh Barat dalam penyelesaian berbagai permasalahan dunia.

Putin mengambil beberapa contoh pelanggaran hukum internasional seperti pengeboman Beograd, Libia, Irak, dan terakhir terhadap Suriah, yang dilakukan koalisi Barat.

Semua pengeboman koalisi itu tidak pernah mendapatkan persetujuan, baik dari pemerintah Suriah maupun DK PBB. Dia mengemukakan, upaya penyelesaian dengan cara kekerasan itu tidak menyelesaikan masalah, tetapi justru menimbulkan permasalahan baru.

Halaman:

Komentar

Terpopuler