Pakar Optimis, Indonesia Mampu Damaikan Konflik Rusia-Ukraina, Ini Alasannya...

- Jumat, 10 Juni 2022 | 11:10 WIB
Pakar Optimis, Indonesia Mampu Damaikan Konflik Rusia-Ukraina, Ini Alasannya...

"Pada 2018-2020 Indonesia adalah salah satu negara pengimpor tertinggi gandum Ukraina. Ketergantungan kita sangat besar," ungkap Tulus.

Indonesia juga merupakan net importir minyak mentah. Menurut data SKK Migas: produksi minyak mentah di Indonesia mencapai 700 ribu barel per hari.

Dengan demikian, kenaikan harga minyak mentah 1 dolar AS per barel akan meninggikan anggaran subsidi elpiji sekitar Rp 1,47 trilliun, subsidi minyak tanah Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM kepada pertamina Rp 2,65 triliun.

Sesi Tanya Jawab 

Dalam sesi tanya jawab, peserta mempertanyakan apakah masyarakat internasional telah skeptis terhadap upaya perdamaian?

Serta, apakah terdapat faktor tertentu sehingga kedua negara lebih memilih berperang daripada bernegosiasi?

Ketiga narasumber sepakat bahwa saat ini diperlukan kesungguhan Rusia dan Ukraina untuk berusaha mencari titik temu. Selain itu ketiganya sepakat, provokasi pihak luar dinilai telah mengakibatkan perang menjadi tidak berkesudahan.

Para peserta webinar pada umumnya juga sepakat dengan sikap yang diambil Indonesia, bahwa perang ini harus diakhiri. Indonesia sendiri secara terus-menerus mengingatkan masyarakat internasional untuk menghormati kedaulatan, integritas wilayah dan hukum internasional negara lain.

Para peserta webinar juga meminta perundingan untuk mencari jalan keluar, penyelesaian secara damai dan tidak melupakan elemen kemanusiaan di dalamnya, diintensifkan.

"Sebagai Presidensi G20, Indonesia terus berkomunikasi dan berkonsultasi secara intensif dengan seluruh anggota G20. Karena tata kelola G20 sebenarnya didasarkan pada konsultasi sekaligus kerja sama," beber Djumala.

Saat ini, Indonesia terus berdiskusi dengan seluruh negara anggota untuk menemukan jalan keluar dari berbagai risiko ekonomi global yang tidak hanya datang dari perang di Ukraina melainkan juga belum selesainya pandemi.

Kemudian, beberapa peserta meminta contoh konkrit Indonesia dalam memediasi konflik internasional. Bagas pun memberikan contoh peranan Indonesia dalam Pertemuan Jakarta Informal Meeting (JIM I dan II), di Bogor pada 1988 dan 1989. 

Ketika itu, Indonesia memfasilitasi pertemuan antar faksi politik yang bertikai di Kamboja. Hasilnya adalah kesepakatan damai antar kekuatan politik di Kamboja yang ditandatangani di Paris.

Peranan Indonesia lainnya adalah menjembatani konflik antara Kamboja dan Thailand, Jakarta pada 2011 dan memediasi pertentangan antara Filipina dengan Moro National Liberation Force 23 Februari 2013.

Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia mendapat sambutan dari peserta khususnya pengajar dan mahasiswa FEB Usakti.

Mengingat, Indonesia bukan musuh kedua pihak yang bertikai, aspek kesejarahan (non blok), dan selalu memberikan solusi pemikiran dan mampu menjaga perdamaian dunia.

Webinar juga mengapresiasi langkah-langkah Menlu Retno Marsudi yang terus melakukan pendekatan dengan kunjungan ke negara-negara G20 dan negara-negara lainnya.

Sumber: rm.id

Halaman:

Komentar

Terpopuler