Hal ini berbeda sekali dengan kasus ijazah palsu yang dituduhkan kepada Jokowi yang sampai sekarang tidak meyanggah dengan menunjukkan ijazah aslinya. Bahkan malah mengkondisikan bahwa ijazah yang dimiliki “asli” dengan menekan para pejabat di UGM untuk mendukung klaim tentang “keaslian” ijazahnya.
Pemalsuan dokumen oleh pemimpin dunia tersebut adalah pelanggaran serius yang dapat merusak kepercayaan publik dan integritas sistem hukum. Karena itu dapat dimengerti mengapa beberapa tokoh masyarakat seperti Bambang Tri, Eggy Sudjana, Roy Suryo, Rizal Fadillah, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma bertekad dan maju terus dalam membongkar skandal ijazah palsu Jokowi.
Dalam kontek Indonesia , tindakan pemalsuan dokumen diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) , khususnya pasal 263 dan pasal 264 yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 8 tahun tergantung pada jenis dokumen yang dipalsukan dan dampak yang ditimbulkan. Pemalsuan dokumen adalah tindak pidana yang memerlukan pertanggungjawaban hukum terutama jika dilakukan oleh pejabat publik yang memiliki kewajiban untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.
Proses hukum bertujuan untuk memastikan keadilan dan mencegah terulangnya pelanggaran serupa. Pemimpin dunia yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen sebaiknya diproses secara hukum sesuai denganketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Menghukum Tokoh Dunia Pemalsu Ijazah
Orang-orang besar yang selama ini diadili karena melakukan pemalsuan ijazah atau dokumen akademik, rupanya cukup banyak. Dugaan bahwa Jokowi melakukan pemalsuan ijazah pun harus dibawa ke meja hijau seperti mereka, antara lain:
Ketua DPR Nigeria, Salisu Buhari
Pada tahun 1999, Salisu Buhari mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR Nigeria setelah terungkap ia memalsukan ijazah dari Universitas Toronto. Ia dijatuhi hukuman penjara 2 (dua) tahun atau membayar denda. Presiden Olusegun Obasanjo kemudian memberikan pengampunan kepadanya.
Menteri Dalam Negeri Iran, Ali Kordan
Pada tahun 2008 Menteri Dalam Negeri Iran dipecat setelah mengaku bahwa gelar kehormatannya dari Universitas Oxford adalah palsu. Meskipun mengakui kesalahannya dan meminta maaf, ia tetap dipecat dari jabatannya.
Anggota Parlemen Israel (Knesset), Yair Peretz
Yair Peretz , mantan anggota Knesset dari Partai Shas pada tahun 2006 dihukum karena memperoleh gelar sarjana psikologi dari Universitas Bar-Illan secara curang. Setelah divonis karena kesalahannya itu, ia mengundurkan diri dari Knesset.
Menteri Kehakiman Korea Selatan, Cho Kuk
Cho Kuk , mantan Menteri Kehakiman Korea Selatan dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada tahun 2023 karena memalsukan ijazah anak-anaknya agar bisa masuk sekolah bergengsi. Ia juga terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai penasehat senior Presiden Moon Jae-in.
Menteri Infrastruktur dan Pekerjaan Umum Tonga, Etuate Lavulavu
Etuate Lavulavu telah dipecat pada tahun 2016 setelah diketahui bahwa gelar PhD yang didapat dari Universitas Edenvale ternyata perguruan tinggi palsu. Ia sebelumnya juga tercatat pernah terlibat dalam urusan imigrasi ilegal di Utah, Amerika Serikat.
Kordinator Menteri Gilgit Baltistan Pakistan, Khalid Khursheed
Pada tahun 2023 ia telah diberhentikan setelah pengadilan memvonis bahwa gelar hukumnya dari Universitas London adalah palsu. Pengadilan memutuskan hal itu setelah gelar tersebut tidak terverifikasi oleh universitas tersebut dan dinyatakan palsu oleh Komisi Pendidikan Tinggi Pakistan.
Menteri Hukum India, Jitender Singh Tomar
Pada tahun 2015 , Jitender ditangkap dan kemudian mengundurkan diri setelah dituduh memalsukan gelar sarjana hukum dari satu universitas di Bihar India. Pihak Universitas membantah klaimnya dan ia menghadapi dakwaan penipuan dan pemalsuan dari pengadilan.
Perdana Menteri Moldova, Chiril Gaburici
Pada tahun 2015 , Chiril Gaburici mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri setelah dituduh memalsukan ijazah SMAnya untuk masuk Perguruan Tinggi. Meskipun ia telah mengundurkan diri, kasus ini menyisakan kontroversi besar di Moldova.
Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump adalah presiden Amerika pertama yang pada Mei 2024 dijatuhi hukuman karena terlibat tindak pidana. Ia divonis bersalah karena telah melakukan pemalsuan 34 dokumen bisnis terkait pembayaran uang tutup mulut kepada Stormy Daniels sebelum Pemilu tahun 2016. Meskipun tidak dijatuhi hukuman penjara, Trump tetap memiliki catatan kriminal pada arsip negara yang akan mempengaruhi hak-haknya sebagai warganegara.
Sudah Banyak Pemalsu Ijazah yang Diadili
Pemalsuan ijazah atau tanda tamat belajar cukup banyak di Indonesia. Artinya Peradilan Indonesia sudah memiliki pengalaman banyak dalam menangani kasus demikian. Pemalsuan ijazah di Indonesia dapat dijerat degan berbagai pasal, antara lain Pasal 264 KUHAP tentang pemalsuan surat, Pasal 55 KUHAP tentang turut serta melakukan kejahatan, dan Pasal 94 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan terkait manipulasi data dan dokumen elektronik.
Pemalsuan ijazah untuk pencalonan Kepala Desa antara lain dilakukan tahun 2025 oleh Sri Wahyuni (Kepala Desa Amin Jaya, Kalimantan Tengah) serta tahun 2020 oleh Sunyamin (Kepala Desa Utama Karya Riau). Beberapa Anggota DPRD juga terlibat pemalsuan ijazah, antara lain LA anggota DPRD Kendari, Hadirat Manao anggota DPRD Nias Selatan, Amiruddin Mami anggota DPRD Takalar, Lalu Nursai anggota DPRD Lombok Tengah, JD anggota DPRD Mamasa,Abdul Kadir anggota DPRD, Supriyati anggota DPRD Lampung Selatan, dan LN anggota DPRD Lombok Tengah.
Dari berbagai kasus pemalsuan dokumen dan pemalsuan ijazah tersebut terbukti bahwa jajaran penegak hukum Indonesia (polisi, jaksa, dan hakim) telah memiliki pengalaman atau jurisprudensi yang mumpuni terkait ijazah palsu. Oleh karena itu jajaran penegak hukum harus cepat tanggap jika mendapat laporan adanya kasus pemalsuan ijazah.
Bola Liar Dugaan Pemalsuan Ijazah
Dugaan adanya pemalsuan ijazah yang dilakukan Jokowi harusnya tidak dibiarkan menjadi bola liar oleh lembaga eksekutif (pemerintah), lembaga legislatif (partai politik dan DPR RI), serta lembaga yudikatif (polisi, kejaksaan, kehakiman , dan MK). Selama ini lembaga-lembaga tersebut berdiam diri.
Namun celakanya terjadi kesalahan fatal ketika ada pihak yang mengadukan perkara ijazah palsu ,pengadilan bukan mempersoalkan materi pokok perkara yakni ijazah namun pengadu justru diadili dan dipenjara karena telah melakukan pencemaran nama baik (Bambang Tri dan Gus Nur). Jokowi sebagai pihak terlapor pun tidak hadir dan tidak menunujukkan ijazah aslinya.
Bola liar itu kini justru menyasar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diduga tidak menyelesaikan studinya di SMA dan klaim sekolah setingkat S1 di luar negerinya terindikasi palsu. Beberapa tokoh dunia telah dihukum karena telah melakukan klaim atas kelulusannya dari suatu universitas ,namun pihak universitas tidak menemukan data valid atas klaim tersebut.
Mengadili seorang presiden yang diduga telah melakukan pemalsuan ijazah bukan hal yang istimewa, semua warganegara berkedudukan sama di hadapan hukum. Jokowi bisa diadili dan dihukum jika dugaan pemalsuan ijazahnya memang terbukti.
Minta Maaf Walau Sudah Diadili
Jokowi tidak perlu takut menjalani proses pengadilan. Jika ia memang bersalah ,hakim berdasar Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP wajib menyebutkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan sebelum menjatuhkan putusan. Jokowi bisa mendapat keringanan hukuman jika memang tidak pidana dilakukan tanpa adanya niat jahat atau dengan itikad baik dan jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya belum pernah dihukum.
Di samping secara hukum, secara sosial Jokowi harus minta maaf kepada rakyat yang menderita sebagai akibat sikapnya yang tidak terbuka dan transparan dalam persoalan ijazah. Beberapa tokoh dunia yang kesatria yang telah mengakui kekhilafannya dan kemudian minta maaf kepada publik.
Mereka yang telah minta maaf antara lain Presiden Rusia Vladimir Putin, karena menuduh surat khabar Suddeutsche Zeitung adalah milik bank investasi AS Goldman Sachs; Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto, karena satu perusahaan kontraktor besar telah membangunkan rumah mewah senilai jutaan dolar untuk keluarganya; Presiden Nigeria Muhammadu Buhari, karena secara tidak langsung memalsukan tanda tangan untuk menarik dana 6,2 juta dolar dari Bank Sentral Nigeria; dan Presiden Sierra Leone Julius Maada Blo, karena Komisi Anti Korupsi mempublikasi foto-foto guru yang terlibat kecurangan dalam ujian yang diselenggarakan negara.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur