MENGHITUNG HARI PEMECATAN GIBRAN
Oleh: Marwan Batubara
Petisi 100
Dalam beberapa hari terkahir banyak media cetak/digital memuat pernyataan Jokowi tentang pemakzulan satu paket.
Maksudnya, bahwa jika ada upaya lembaga-lembaga terkait, terutama DPR, DPD dan MPR, serta partai-partai parlemen, ingin memakzulkan Gibran, maka hal ini hanya terjadi jika Prabowo pun ikut dimakzulkan.
Menurut Jokowi, Prabowo-Gibran harus dimakzulkan secara bersama. Jika tidak, maka pemakzulan Gibran tidak dapat dilakukan.
Wapres yang diusulkan dimakzulkan, yang repot malah Presiden ke-7 Jokowi. Ya, semua tau Jokowi adalah orangtuanya Gibran.
Sehingga sangat boleh jadi pernyataan Jokowi bahwa usulan pemakzulan Wapres tidak bisa dilakukan karena pasangan Prabowo-Gibran merupakan satu paket, sebagai pertanda Jokowi sedang panik, desparate, sekaligus mengirim sinyal peringatan atau ancaman kepada Presiden Prabowo untuk tidak mengganggu Gibran.
Tapi apa pun motivnya Jokowi menyatakan seperti itu, yang jelas konstitusi kita tidak mengenal sistem satu paket.
Siapa yang bermasalah dan bersalah melanggar hukum (sesuai kriteria konstitusi), maka dialah yang harus bertanggungjawab.
Menurut Pasal-pasal 7A, 7B, dan 24C ayat (2) UUD 1945, atas dasar delik atau pelanggaran yang dilakukan, pejabat yang dapat di-impeach adalah: 1) Presiden; 2) Wakil Presiden, dan; 3) Presiden dan Wakil Presiden.
Jika Gibran bersalah dan memenuhi syarat konstitusional dimakzulkan, maka hanya Gibran lah yang harus dipecat. Jika hanya Gibran yang melanggar dan layak pecat, mengapa pula Prabowo dibawa-bawa Jokowi?
Gibran dinilai banyak kalangan memang pantas dimakzulkan. Dalam hal ini kejahatan sistemik rezim Jokowi dalam Putusan MK No.90/2024 guna meloloskan pencalonan Gibran, bisa saja digunakan untuk maksud tersebut.
Namun karena MKMK telah membuat Keputusan No.5/MKMK/L/10/2023 (7/11/2023), KPU telah menetapkan calon presiden-wakil presiden dan Pilpres 2024 telah terlaksana, maka delik terkait Putusan MK No.90 ini cukup rumit, melibatkan banyak lembaga, dan mungkin “tidak menarik” bagi sejumlah pihak/partai.
Sehingga meskipun level kejahatannya cukup tinggi, delik Putusan No.90 ini tidak perlu di-exercise.
Banyak delik/alasan yang terungkap tentang Gibran yang tidak diketahui publik, termasuk juga oleh Prabowo, saat pencalonan capres/cawapras di KPU. Delik-delik ini muncul dan terungkap setelah Gibran dilantik.
Maka alasan-alasan inilah yang harus diexercise dan diproses DPR (dapat didahului Hak Angket DPR) guna memakzulkan Gibran.
Diyakini, karena pelanggaran ini terjadi atau terungkap setelah proses Pilpres 2024, maka pelanggaran ini bebas dari tanggungjawab Prabowo.
Pemakzulan atau impeachment adalah sarana yang membuka kemungkinan dilakukannya pemberhentian seorang presiden atau wakil presiden dari jabatan sebelum masa jabatannya berakhir.
Menurut Pasal 7A UUD 1945, ada 6 alasan mengapa Presiden atan Waprs RI layak dmakzulkan, yakni: 1) pengkhianatan terhadap negara; 2) korupsi; 3) penyuapan; 4) tindak pidana berat lainnya; 5) perbuatan tercela; 6) tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
Berdasarkan kajian dan pendapat sejumlah pakar, termasuk Roy Suryo, Refly Harun dan Tifauzia, serta sebaran informasi di media sosial, Gibran dianggap telah melakukan atau terlibat sejumlah perbuatan tercela. Dugaan perbuatan tercela ini diketahui setelah berlangsungnya Pilpres 2024.
Dugaan perbuatan tercela dimaksud adalah: 1) kecanduan narkoba; 2) keabsahan ijazah diragukan; 3) ujaran kebecian atau hate speech melalui akun Fufufafa, terutama kepada Prabowo dan keluarga, 4) terlibat pornografi, dan; 5) dikhawatirkan mengidap kelainan jiwa.
Prospek Pemakzulan
Sebenarnya isu pemakzulan Gibran telah muncul sejak Januari-Pebruari 2025, terutama dengan munculnya isu Fufufafa.
Namun tuntutan pemakzulan Gibran semakin kuat dan bergema, setelah dibacakannya delapan tuntutan Forum Purnawirawan Perajurit (FPP) TNI, 16 April 2025 di Jakarta.
Bahkan, FPP TNI pun telah bersurat kepada DPR, DPD dan MPR untuk RDPU dan usul pemakzulan Gibran.
Delapan tuntutan FPP: 1) Kembali ke UUD 1945 Asli, 2) Hentikan IKN, 3) Stop sejumlah PSN, 4) Tolak TKA China, 5) Tertibkan pertambangan, 6) Copot menteri warisan Jokowi terduga korupsi, 7) Kembalikan Polri ke Kemendagri dan 8) Makzulkan Gibran.
Butir ke-8 tuntutan FPP TNI justru mendapat dukungan publik yang meluas, terutama karena mempertimbangkan fakta dan kondisi objektif Gibran yang dinilai tidak layak, atau tidak mampu, memimpin negara besar seperti NKRI.
Penyikapan ini juga terkait dengan dugaan perbuatan tercela Gibran, terutama jika kita merujuk prinsip-prinsip moral, agama, Pancasila dan UUD.
Ibarat bola salju, dukungan pada FPP TNI dan pemakzulan Gibran terus membesar, datang dari berbagai kalangan, tokoh, ormas, kampus, mahasiswa dan daerah.
Disadari proses pemakzulan mencakup dua aspek penting yakni hukum dan politik. Proses ini melibatkan empat lembaga utama yakni DPR, DPD, MK dan MPR.
Urutan proses dimulai dari DPR sebagai langkah awal yang bersifat politis, berlanjut di MK sebagai langkah hukum untuk menilai layak tidaknya pemakzulan dan langkah akhir (setelah MK merekomendasikan kelayakan pemekazulan ke DPR) yang bersifat politis di MPR.
Seperti disinggung di atas, dari sisi hukum, sepanjang hakim-hakim MK bersikap amanah, maka pemakzulan Gibran sangat feasible. Maka, hal yang sangat menentukan adalah sikap politik DPR dan partai-partai.
Selama Jokowi berkuasa, cukup banyak kalangan menuntut pemakzulan Jokowi. Petisi 100 pertama kali membacakan tuntutan tersebut di Gedung MPR pada Juli 2023.
Selama lebih dari 2 tahun Petisi 100 terus bersuara, termasuk memohon audiensi ke sejumlah partai di DPR. Namun, tidak ada satu partai pun menanggapi.
Mengapa demikian? Sebab, cengkeraman dan dominasi politik dan oligarki Jokowi sangat kuat, termasuk menggunakan politik sprindik atau sandera-menyandera.
Jangankan berharap pada langkah politik di DPR. Hanya menerima kunjungan atau RDPU saja, tidak satu pun fraksi di DPR berkenan.
Jokowi memang sudah lolos upaya pemakzulan. Namun, sekarang pemerintahan sudah berganti.
Maka sebagai negara hukum, mengutamakan tegaknya hukum dan keadilan, sudah selayaknya penegakan hukum dan konstitusi tidak diamputasi sikap dan langkah-langkah politik otoriter dan dominasi oligarki.
Sudah seharusnya kekuasaan oligarki warisan Jokowi diakhiri, yang saat ini coba bertahan melalui tangan Wapres Gibran dan sejumlah menteri yang dipaksakan Jokowi kepada Prabowo pada “Surat Perintah” Solo, 13 Oktober 2024.
Jokowi Tiga Periode sebenarnya sedang berlangsung. Lalu dimana dan akan kemana Prabowo membawa NKRI dan harkat martabat bangsa dan nasib rakyat?
Reminder Pada Prabowo dan Pimpinan Partai
Maka, muara dari butir ke-8 tuntutan FPP TNI, pemakzulan Gibran, sangat tergantung kepada Presiden Prabowo dan sikap para pimpinan partai.
Untuk itu, agar mampu dan berani bersikap objektif, amanah, pro-konstitusi, pro-hukum, pro-negara dan pro-rakyat, kami dari Petisi 100 perlu mengingatkan dan menggugah sikap Prabowo dan Para Pimpinan partai atas sejumlah fakta dan keprihatinan berikut ini.
Pertama, rakyat dari berbagai kalangan dan daerah dinilai akan terus melakukan konsolidasi, mendukung tuntutan FPP TNI dan menggalang tuntunan pemkazulan Gibran.
Populasinya akan semakin besar dan massif. Dalam hal ini, diyakini mereka akan tetap mendukung Prabowo dan tidak terpengaruh ucapan satu paket Jokowi.
Kedua, sepanjang tidak bersikap tegas terhadap intervensi Jokowi dan Gibran, Prabowo dinilai tidak mampu menjalankan fungsi sebagai panglima dan pemimpin tertinggi negara dan pemerintahan secara optimal sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini, dukungan terhadap Prabowo bisa saja berkurang atau dapat mengarah pada pemakzulan satu paket.
Ketiga, sebagai seorang Jenderal, dinilai tidak pantas jika Prabowo harus datang ke Solo dan tunduk mengikuti keinginan Jokowi memaksakan puluhan pejabat untuk menjadi menteri dan wamen Kabinet Merah Putih.
Pada level tertentu rakyat, tokoh atau FPP TNI dapat memaklumi “kondisi memaksa” bagi Prabowo ini.
Namun tetap saja hal yang merendahkan martabat presiden ini ada batasnya dan harus segera dikoreksi: pilih rakyat/negara atau Jokowi/Gibran.
Keempat, sejumlah agenda pemerintahan Prabowo yang dipersiapkan sebelum pelantikan dinilai telah dieliminasi Jokowi & Gank (Geng Solo).
Hal yang sama terjadi pada pakar-pakar pendukung atau timses Prabowo yang sebelumnya diproyeksikan.
Maka saatnya bagi Prabowo bersikap tegas melakukan koreksi, termasuk terhadap pelaku pelanggar konstitusi layak makzul.
Kelima, saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Prabowo untuk menepis isu matahari kembar dan sekaligus membuktikan bahwa dirinyalah The Real President of NKRI.
Bagi rakyat, dualisme kepemimpinan ini, terutama karena cawe-cawe, intervensi, pendiktean, dan upaya pelanggengan dinasti politik Jokowi ini sangat memalukan bangsa dan tidak dapat ditoleransi! Maka muaranya kembali pada Prabowo: pro-rakyat dan akhiri dinasti Jokowi.
Keenam, dipahami Prabowo berhutang (politik) banyak pada Jokowi atau Geng Solo.
Namun kalau karena adanya hutang tersebut kemudian Prabowo dijadikan alat oleh kepentingan Geng Solo, sama artinya dengan mengorbankan kepentingan negara dan rakyat.
Ketujuh, Prabowo sekarang adalah presiden seluruh rakyat yang terus dielu-elukan setelah pidato pelantikan 20 Oktober 2024, karena memiliki tekad untuk memberantas korupsi, menjalankan berbagai kebijakan populis, dll.
Namun, setelah “berkuasa” lebih dari enam bulan, berbagai agenda dan pernyataan yang diucapkan tampaknya hanya menjadi omon-omon, karena tak mampu dilaksanakan terutama karena diduga masih kuatnya dominasi Jokowi atau Geng Solo.
Kedelapan, salah satu alasan penting mengapa muncul tuntutan pemakzulan Gibran dari FPP TNI adalah kekhawatiran nasib bangsa ke depan jika dimpimpin Gibran, terutama jika presiden berhalangan tetap.
Mereka sulit membayangkan eksistensi NKRI ke depan dan martabat bangsa ini jika dipimpin seseorang yang kapasitasnya kurang ditinjau dari berbagai aspek.
Sebagai patriot dan prajurit Sapta Marga, serta diakui pula sebagai pemimpin nasionalis tulen, maka sudah sepatutnya Prabowo mencamkan dan “memberi jalan” atas sikap FPP TNI.
Kesembilan, sudah saatnya para pemimpin partai mendengar aspirasi rakyat yang mereka wakili, sekaligus keluar dari cengkeraman dan politik sprindik Jokowi.
Partai-partai harus independen, bertobat, mengutamakan prinsip moral, menegakkan hukum dan keadilan, serta menjauhkan diri dari politik pragmatis dan transaksional. Saatnya DPR membentuk Pansus Angket Pemakzulan Gibran.
Dalam beberapa hari ke depan, rakyat berharap tuntutan dari FPP TNI untuk memakzulkan Wapres Gibran bisa dilakukan para politisi di parlemen. Minimal Prabowo tidak menghalangi upaya pemakzulan terhadap Gibran.
Bola salju gerakan tuntutan rakyat terus menggelinding dan membesar. Semoga hari pemakzulan Gibran itu akhirnya segera tiba. ***
Artikel Terkait
Jokowi Liburan Berobat Hindari Gelar Perkara? Sampai kapan?
Otak Pemalsuan Ijazah? Sosok Kunci Widodo Akhirnya Buka Suara: Ada 6 Orang Diajak Jokowi Ngurus Persiapan Cagub 2012!
Blak-Blakan! Jusuf Hamka Bongkar Dalang Peristiwa Mei 1998, Sebut Masih Hidup dan Dapat Jabatan dari Prabowo, Siapa?
Cerita Agam Rinjani Melihat Hantu di Kawasan Gunung: Saya Coba Tenang, tapi Tetap Lari