Bola panas isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang digulirkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI kini berada di persimpangan jalan.
Surat tuntutan yang telah dilayangkan sejak awal Juni 2025 lalu tak kunjung mendapat kejelasan dari pimpinan DPR dan MPR.
Di tengah kebisuan parlemen, para jenderal purnawirawan ini mulai menyiratkan langkah yang lebih keras, sementara Istana menuding ada "agenda besar" di balik gerakan ini.
Surat Gugatan Mengendap, Jawaban Parlemen Menggantung
Pada awal Juni 2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi mengirimkan surat kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD.
Surat yang ditandatangani oleh sejumlah tokoh seperti Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto itu berisi satu permintaan tegas: segera proses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dasar tuntutan mereka adalah proses pencalonan Gibran yang dinilai cacat hukum dan moral, buntut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 yang kontroversial.
Putusan itu dianggap melanggar prinsip imparsialitas karena melibatkan konflik kepentingan Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.
Namun, sebulan lebih berlalu, surat tersebut seolah mengendap di meja pimpinan parlemen.
Ketua DPR RI Puan Maharani pada 15 Juli 2025 menyatakan bahwa surat tersebut masih dalam tahap pengkajian.
"Prosesnya itu masih dalam mekanisme yang ada. Kita sedang melihat apakah itu akan diproses seperti apa, bagaimana," ujar Puan.
Jawaban normatif ini mengesankan bahwa tuntutan para purnawirawan belum menjadi prioritas di Senayan.
Gagal dengan Cara Sopan, Purnawirawan Siapkan Opsi 'Ambil Paksa'
Lambatnya respons legislatif memicu reaksi keras dari para penggugat.
Forum Purnawirawan TNI mengancam akan mengambil langkah drastis jika jalur konstitusional yang mereka tempuh terus diabaikan.
Mereka tak segan untuk mengerahkan massa dan menduduki gedung parlemen.
Ancaman ini dilontarkan langsung oleh mantan Kepala Staf TNI AL, Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto.
"Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa, kita duduki MPR Senayan sana, oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan," tegas Slamet Soebijanto di Jakarta pada awal Juli lalu.
Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa kesabaran para purnawirawan ada batasnya.
Bagi mereka, ini bukan lagi sekadar usulan, melainkan perjuangan untuk menyelamatkan bangsa dari praktik nepotisme yang dilegalkan melalui rekayasa konstitusi.
Perang Narasi: Selamatkan NKRI vs Tudingan 'Agenda Besar'
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi), ayah dari Gibran, menanggapi gerakan ini sebagai serangan personal yang memiliki tujuan politik tersembunyi.
Jokowi menyebut ada "agenda besar politik" di balik isu pemakzulan Gibran yang bertujuan untuk menurunkan reputasi politiknya (downgrade).
Tudingan ini dibantah keras oleh Mayor Jenderal (Purn) Soenarko dari Forum Purnawirawan.
Menurutnya, agenda mereka bukanlah agenda pribadi untuk menjatuhkan Jokowi, melainkan agenda untuk menyelamatkan Indonesia.
"Tidak ada agenda pribadi. Kami punya agenda mengamankan NKRI dari tangan-tangan tak bertanggung jawab dan nepotisme," kata Soenarko.
Kini, publik dihadapkan pada dua narasi yang saling bertentangan.
Di satu pihak, ada desakan moral dan hukum dari para purnawirawan yang merasa Konstitusi telah dilanggar.
Di pihak lain, ada pembelaan dari kekuasaan yang melihatnya sebagai manuver politik.
Di tengah kebuntuan ini, nasib tuntutan pemakzulan Gibran sepenuhnya berada di tangan pimpinan DPR.
Apakah parlemen akan membuka pintu untuk hak angket dan memproses tuntutan ini, atau justru membiarkannya lenyap seiring berjalannya waktu?
Sumber: suara
Foto: Gibran saat memberi paparan terkait masa depan hilirisasi. (Instagram/gibran_rakabuming)
Artikel Terkait
Wajah Berubah, Tahi Lalat Pindah: Siapa Dia Sebenarnya?
Said Didu Tahu Alasan Prof. Sofian Effendi Cabut Pernyataan soal Ijazah Jokowi, Begini Kata Dia
Drama Ijazah Jokowi, Eks Rektor UGM Ngaku Dijebak? Bongkar Kronologi Pertemuan Kontroversial
MK Tolak Gugatan Mahasiswa soal Syarat Capres-Cawapres Minimal Harus S1