Wajah Berubah, Tahi Lalat Pindah: Siapa Dia Sebenarnya?

- Kamis, 17 Juli 2025 | 22:50 WIB
Wajah Berubah, Tahi Lalat Pindah: Siapa Dia Sebenarnya?


Wajah Berubah, Tahi Lalat Pindah: Siapa Dia Sebenarnya?


Oleh: Edy Mulyadi

Wartawan Senior


Setelah lengser, publik masih disuguhi aneka kegiatan Jokowi. Ada saja yang dilakukan bekas Presiden itu. Meresmikan proyek ini itu (aneh juga?).


Atau sekadar keluyuran bersama keluarga plus mantu dan cucu. Tapi apa pun kegiatan dan lokasinya, eks tukang mebel asal Solo ini masih merasa jadi presiden. 


Cirinya, dia masih saja wara-wiri pakai kemeja putih lengan panjang yang digulung, lengkap celana hitam.  Ada pengawasan aparat. Ada pelayanan penuh rasa hormat para birokrat.


Hobi keluyurannya tak luntur, bahkan ketika dia kena penyakit kulit. Memang, intensitas dan frekuensinya makin berkurang. 


Tapi tetap saja dia PeDe tampil di depan publik. Itulah sebabnya layar kaca dan jagad medsos dijejali wajahnya yang berbercak, totol-totol, dan belang-belang.


Tapi dasar Jokowi. Dian tetap saja PeDe tampil. Padahal, kalau “manusia normal” pasti ada rasa malu. “Eh, kemana aja si Joko jarang kelihatan,” tanya seseorang.


“Loe ga tau? Dia kena penyakit kulit. Mukanya panuan. Malu dia, lah” timpal temannya. Obrolan model begini jadi lumrah antar-pertemanan. Tapi tidak berlaku pada Jokowi.


Wajah Berbeda, Orang Berbeda?


Namun seiring berjalannya waktu, publik mulai kritis. Dari tayangan di TV dan media sosial, ada perbedaan mencolok dari wajah Jokowi “lama” dan yang “baru”. Siapakah lelaki yang sekarang sering muncul dari dalam rumah di Sumber, Solo?


Konon itu Jokowi. Tapi wajahnya beda. Kulit wajah tampak rusak karena penyakit kulit parah. Bentuk rahang tak lagi sama. 


Dulu lebih tirus. Kini cenderung kotak di bagian dagu. Hidungnya berubah. Bahkan tahi lalat pun berpindah posisi!


Apakah ini benar Jokowi yang dulu publik kenal sebagai Walikota Solo? 


Benarkah orang itu yang pernah lari dari tanggung jawab sebagai Gubernur DKI? Dan, benarkah itu orang yang sama saat dua periode jadi Presiden RI?


Perbedaan wajah yang mencolok sedikit banyak memantik spekulasi publik. Apalagi soal posisi tahi lalat yang bergeser. 


Dulu posisinya agak ke pipi, dekat telinga. Tapi di wajah yang bercak-bercak itu, posisi tahi lalat geser ke persis di bawah mata kiri. Nah…?


Kok bisa tahi lalat bergeser lokasi? Jaraknya pun lumayan “jauh”, lho. Kalau ada tindakan medis, biasanya justru dibuang. Bukan digeser. Tapi apa perlunya menggeser tahi lalat?


Sebagian orang mungkin akan berpendapat, ah itu hanya efek penyakit kulit. Ok, untuk hal-hal lain. Misalnya, Dulu mulus sekarang bercak bercak. 


Dulu putih, sekarang belang-belang. Dulu bagian mata lebih terlihat, sekarang agak lebam.  Tapi kalau tahi lalat bergeser?


Keganjlan inilah yang memantik tanya: apakah mereka orang yang sama? Kalau bukan, manakah yang Jokowi asli? 


Atau, jangan-jangan malah keduanya palsu. Lalu, dimanakah Jokowi yang asli? Waduh…!


Aktivis senior dokter Zulkifli Ekomei adalah salah satu yang pertama melempar pertanyaan tajam ini ke publik. 


Dalam podcast di Bang Edy Channel, dia bahkan menyebut, bisa jadi Jokowi yang sekarang tampil di publik bukanlah sosok yang sama dengan Jokowi yang dulu.


Pertanyaannya kemudian: kalau benar ada Jokowi palsu, siapa yang memalsukan? Untuk kepentingan apa atau siapa?


Operasi Intelijen? Boneka Global?


Mari kita ajak nalar publik bermain lebih dalam. Sejak dulu lembaga intelejen Amerika, CIA, dikenal lihai menyusupkan para boneka mereka ke negara-negara berkembang. 


Sasaran utamanya yang kaya sumber daya alam. Iran, Chile, Irak, bahkan Kamboja dan Kongo adalah saksi operasi-operasi busuk macam begini.


Lalu, kalau di negara-negara itu mereka lakukan, mengapa Indonesia tidak? Sejumlah teori menyebut kemunculan Jokowi berawal dari order Amerika kepada Presien Megawati untuk menangkap ustad Abu Bakar Baasir. Tokoh asal Ngruki, Solo itu dituduh terlibat kasus bom Bali 1 dan 2. 


Dia juga disebut-sebut jadi pentolan Jamaah Islamiyah, organisasi yang menurut versi Amerika tempat berkumpulnya para teroris.


Teori ini banyak berkembang di kalangan tertentu. Koordinator Kajian Merah Putih, Sutoyo Abadi termasuk yang mengamini. Belakangan pengamat politik Rocky Gerung juga mulai memainkan narasi ini.


Menurut Sutoyo, Mega menolak “perintah” Amerika. Lalu, tambah dia, tawaran dialihkan ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Iming-imingnya, Amerika akan bantu dia duduk jadi Presiden RI.


“Kemudian SBY minta Walikota Solo, Jokowi, untuk bantu menangkap Abu Bakar Baasir. Sukses! SBY jadi presiden RI. Jokowi, mulai masuk radar Amerika,” kata Sutoyo.


Cerita ini belakangan semakin dapat tempat di publik. Banyak yang mulai percaya, ada tangan-tangan tak terlihat yang memunculkan Jokowi sebagai “sosok rakyat jelata”. 


Mereka bergerilya, memoles orang kampung itu mendadak naik panggung. Dia didorong, dipoles, dijual ke publik sebagai ‘harapan baru’.


Sampai di sini cerita kian seru. Masuk gorong-gorong. Blusukan, merakyat. Semua polesan itu dilakukan untuk mengembangkan tugas maha penting. 


Melayani kepentingan majikan asingnya. Waktu itu, Amerika. Kalau belakangan RRC yang lebih menikmati, itu cerita lain.


Jika benar CIA atau agen intelijen global lain ikut bermain, maka skenarionya bisa sangat panjang. Jokowi mungkin bukan siapa-siapa. Tapi di baliknya, ada kekuatan yang ingin mengendalikan arah bangsa ini. 


Mulai dari kebijakan ekonomi yang pro-asing, penjualan aset negara, pembukaan keran investasi China, proyek IKN. 


Agar berbagai tugas itu berjalan mulus, harus steril dari para penganggu. Maka, terjadilah pembungkaman kritik melalui UU dan aparat.


Prabowo? Bersama Rakyat?


Kini publik terbelah. Ada yang tetap yakin itu Jokowi, meskipun wajahnya berubah drastis. 


Ada juga yang mulai gelisah dan mempertanyakan, siapa sebenarnya yang pernah memimpin negeri ini? 


Apakah seorang rakyat biasa dari Solo seperti narasi awalnya? Atau hanya aktor pengganti yang dikendalikan oleh elite global?


Inilah saatnya kita tak lagi cuek. Bangsa ini sedang dipermainkan di depan mata. 


Bukan cuma soal ijazah palsu, tapi bisa jadi, seperti kata Sutoyo dan dokter Zul, orangnya pun palsu. 


Kalau benar ini semua hanya sandiwara, berarti selama 10 tahun lebih bangsa ini dikendalikan oleh bayangan.


Cukup sudah rakyat dibohongi! Kita wajib menuntut transparansi total. Bukan hanya soal ijazah palsu, tapi juga siapa sebenarnya Jokowi. 


Tes forensik wajah bisa dilakukan. Uji rekaman suara, analisis biometrik, rekam medis, tes DNA hingga investigasi keluarga dan riwayat hidup harus dibuka.


Kalau benar ada pemalsuan orang dan identitas, ini bukan sekadar skandal. Ini pengkhianatan nasional. 


Satu hal yang pasti, Jokowi asli atau palsu, selama 10 tahun kekuasaannya telah terjadi kerusakan yang begitu dahsyat. 


Bukan cuma Jokowi yang harus dihukum. Semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab. 


Termasuk dan terutama partai pengusung. Mereka ikut mendesain dan menikmati kekuasaan zalim Jokowi. Mereka pengkhianat bangsa.


Dan Prabowo? Dia kini menggenggam kekuasaan dengan bantuan Jokowi. Apakah dia sadar siapa yang membantunya? Jika tidak, bagaimana mungkin dia tidak tahu? 


Kalau sadar, kenapa bisa terjadi? Atau, mungkin Prabowo sedang berstrategi? Atau, justru dia menikmati bantuan Jokowi yang pasti tidak gratis itu?


Semua terpulang pada Prabowo. Apa pun yang akan dilakukan, sepenuhnya hak dan tanggung jawab dia. Tapi, apa pun pilihannya, pasti berdampak bagi perjalanan bangsa. 


Prabowo akan dicatat sebagai pelanjut kehancuran yang dibuat Jokowi. Atau, dia akan bekerja untuk kemaslahatan rakyat dan negara ini. ***

Komentar