POLHUKAM.ID - Pakar telematika Roy Suryo menuturkan mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Sofian Effendi, diperiksa polisi di rumahnya di Yogyakarta.
Diketahui Sofian Effendi disorot karena terang-terangan menyatakan mantan Presiden Joko Widodo tidak pernah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM.
Ia juga menyebut ijazah Jokowi palsu.
Mantan rektor UGM periode 2002-2007 tersebut telah menarik ucapan yang sempat ditayangkan di podcast YouTube Balige Academy milik ahli digital forensik Rismon Sianipar.
Setelah peristiwa itu, Roy Suryo menyebut rumah Sofian Effendi di Yogyakarta didatangi oleh aparat yang mengaku dari kepolisian.
Roy mengatakan, kedatangan polisi-polisi tersebut untuk memeriksa Sofian Effendi.
Menurut Roy Suryo, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 26 Juli 2025.
"Di rumahnya (Soffian Effendi) didatangi tanpa pemberitahuan kemudian petugas yang mengaku dari kepolisian," kata Roy Suryo, dikutip dari YouTube Official iNews, Kamis (31/7/2025).
Roy Suryo menjelaskan, Sofian Effendi diperiksa selama 12 jam sejak pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB.
"Ini negara apa. Saya makin nggak mengerti. Memeriksa Prof Sofian Effendi," ujarnya.
Roy mengaku ia mendapat informasi Sofian Effendi diperiksa polisi dari para tokoh-tokoh sekaligus purnawirawan jenderal di wilayah Jogja.
"Yang memberitahu saya adalah tokoh-tokoh dari Jogja, termasuk dari para jenderal," kata dia.
Roy Suryo juga menyoroti cara pemeriksaan polisi terhadap Sofian yang menurutnya tidak lazim.
Pasalnya, usia Sofian Effendi telah mencapai 80 tahun.
Mantan politis Partai Demokrat itu menilai perlakuan tersebut tidak manusiawi.
"Saya sedih mendengar ini karena beliau kan Prof Sofian Effendi usianya sudah 80 tahun, kenapa harus diperiksa dengan cara-cara yang tidak wajar. Menurut saya nggak wajar," ujarnya.
Menurut Roy, polisi yang memeriksa Sofian Effendi itu adalah polisi yang melakukan pemeriksaan di Solo, Jawa Tengah.
"Prof Sofian didatangi sekalian karena mumpung mereka (polisi) dari Solo kemudian datang ke Jogja memeriksa prof Sofian," tutur Roy Suryo.
Pernyatan Sofian Effendi
Sofian Effendi membuat gempar masyarakat karena menyebut nilai Jokowi di semester awal kuliah di Fakultas Kehutanan UGM tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1.
Menurutnya, transkrip nilai yang dipampang oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu adalah nilai saat Jokowi mengambil program Sarjana Muda.
Pernyataan itu disampaikan Sofian dalam sesi wawancara dengan Rismon Sianipar yang ditayangkan pada Rabu (16/7/2025),
Sofian Effendi mengaku sudah mencari informasi dari rekan-rekannya pengampu di Fakultas Kehutanan UGM.
Ia bercerita, Joko Widodo pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM, masuk pada tahun 1980.
"Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah," kata Sofian, Rabu (16/7/2025).
Pada tahun 1980, menurut Sofian, Jokowi masuk UGM berbarengan dengan kerabatnya yang bernama Hari Mulyono.
Menurut dia, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Hari Mulyono Hari Mulyono, saat itu, dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif di berbagai organisasi.
Secara akademik, nilai Hari Mulyono cukup menjanjikan. Berbeda dengan Jokowi, menurut Prof Sofian, di dua tahun kuliahnya, nilainya buruk.
"Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai," ujar Prof Sofian.
Transkrip nilai di dua tahun pertama itulah yang ditampilkan oleh Bareskrim Polri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
"Saya lihat di dalam transkrip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPK-nya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda," katanya.
Menurutnya, tidak mungkin seorang mahasiswa sarjana muda bisa melanjutkan ke jenjang S1 ketika nilainya tidak memenuhi syarat.
Maka, dia pun heran ketika beredar skripsi Jokowi yang seolah-olah dibuat untuk memenuhi syarat untuk lulus S1.
"Jadi dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong," ungkapnya.
Karena penasaran, Prof Sofian sempat menanyakan langsung kepada pihak UGM perihal skripsi Jokowi yang beredar itu.
"Saya tanya ke petugasnya, 'mbak ini kok kosong'? Dia bilang iya pak itu sebenarnya nggak diuji. Nggak ada nilainya. Makanya nggak ada tanggal, nggak ada tandatangan dosen penguji," ungkapnya.
Dengan tidak adanya skripsi yang disahkan, Prof Sofian memastikan maka Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah S1.
"Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia," kata Prof Sofian.
Di sisi lain, Prof Sofian juga mendengar rumor, Jokowi pernah meminjam ijazah Hari Mulyono untuk kepentingan tertentu.
"Hari Mulyono lulus, kawin dengan adiknya dia, Idayati, punya dua anak. Itu kabarnya dia pinjem ijazahnya Hari Mulyononya ini. Kemudian ijazah ini yang dipalsuin dugaan saya. Jadi itu kejahatan besar itu. Dia kan selalu mengenalkan, bahwa untuk ijazah yang dibawa-bawa oleh dia itu, itu kan bukan foto dia. Itu penipuan besar-besaran itu," ujarnya.
Setelah video itu viral, Sofian Effendi menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pihak yang ia sebutkan di dalam video yang diunggah Rismon Sianipar di YouTube itu.
Ia juga meminta maaf kepada rektor UGM saat ini, yakni Prof Ova Emilia.
Sofian menegaskan dirinya saat ini masih aktif sebagai anggota organisasi UGM.
"Saya tidak ingin diadu dengan Prof Ova. Itu tidak baik. Bagaimana pun, saya adalah anggota organisasi UGM," kata dia, Kamis (17/7/2025).
Setelah videonya viral, Sofian mengaku menerima ancaman dari pendukung Jokowi yang hendak melaporkannya kepada Bareskrim Polri.
Mengingat usianya yang sudah 80 tahun, Sofian memilih untuk meminta maaf karena ia tidak ingin berurusan dengan polisi.
"Para pendukung mantan presiden itu, mereka gerah sepertinya karena soal ijazah disebut. Mereka menyebut akan mengadukan saya pada Bareskrim," tutur Sofian Efendi.
"Maka, saya meminta maaf atas pernyataan saya. Saya tidak mau harus berurusan dengan polisi soal ini, apalagi saya sudah berusia 80 tahun dan keluarga saya juga terganggu," ujarnya.
Profil Soffian Effendi
Prof Sofian Effendi lahir pada tanggal 28 Februari 1945.
Ia menduduki posisi jabatan sebagai rektor UGM sejak tahun 2002 hingga 2007.
Sofian Effendi juga dikenal sebagai Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM.
Dalam kariernya, ia juga tercatat pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 1999 hingga 2000.
Berikut jejak karier Sofian Effendi:
Asisten Profesor Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada (1969−1998)
Sekretaris Eksekutif Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada (1978−1983)
Direktur Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada (1981−1986)
Direktur Pusat Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada (1983−1994)
Wakil Rektor bidang Kerjasama Internasional, Universitas Gadjah Mada (1991−1994)
Pendiri dan Direktur Sekolah Pascasarjana Kebijakan Publik dan Administrasi, Universitas Gadjah Mada (1992−2002)
Wakil Rektor bidang Perencanaan dan Pembangunan, Universitas Gadjah Mada (1994−1995)
Asisten Menteri Negara Riset dan Teknologi (1995−1998)
Sekretaris Eksekutif Dewan Riset Nasional (1995−1998)
Asisten Wakil Presiden Republik Indonesia (1998)
Asisten Sekretaris Negara bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan (1998−1999)
Kepala Badan Kepegawaian Negara (1999−2000)
Profesor Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (1998)
Rektor Universitas Gadjah Mada (2002−2007)
Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (2012−2014)
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (2014−2019)
Dewan Pembina The Habibie Center (2019−sekarang)
Sumber: Wartakota
Artikel Terkait
Hasto Dapat Amnesti, Berarti Benar Perkara Dipolitisasi Orang Tertentu
Rismon Sianipar: Berkas Ijazah Jokowi Tak Pernah Diverifikasi ke UGM
Alien Mau Serbu Bumi Tahun Ini? Ilmuwan Harvard Ungkap Jadwalnya
Said Didu: Presiden Prabowo Tahu Peradilan Tom Lembong Salah