Misalnya, ditemukan ketidaksesuaian dalam dokumen resmi seperti ijazah palsu atau tidak terpenuhinya persyaratan lain sebagaimana diatur dalam konstitusi.
2. Pelanggaran Hukum atau Pidana
Alasan kedua adalah jika presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum atau tindak pidana, seperti suap, korupsi, atau tindak kriminal lain yang merusak integritas jabatannya.
3. Melakukan Perbuatan Tercela
Faktor terakhir adalah jika presiden atau wakil presiden terbukti melakukan perbuatan tercela atau tindakan yang dianggap tidak bermoral dan mencoreng martabat jabatannya.
Isu yang Menjerat Gibran Rakabuming Raka
Merujuk pada ketiga dasar tersebut, Zainal menyebut ada beberapa isu yang selama ini dikaitkan dengan Gibran dan berpotensi menjadi bahan pertimbangan jika proses pemakzulan benar-benar diusulkan dan terbukti kebenarannya, di antaranya:
1. Isu Ijazah Palsu
Gibran sempat diterpa isu mengenai dugaan ijazah palsu, meski hingga kini belum ada bukti resmi yang menguatkan tudingan tersebut.
2. Kasus Akun Kaskus "Fufu Fafa"
Akun Kaskus dengan nama "Fufu Fafa" sempat ramai diperbincangkan karena diduga terkait dengan Gibran dan dianggap memuat konten tidak bermoral.
Namun, keterkaitan Gibran dengan akun tersebut juga belum terbukti secara hukum.
3. Laporan ke KPK oleh Akademisi
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubaidillah Badrun, pernah melaporkan Gibran ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi atau penyimpangan lainnya.
Laporan ini menjadi catatan tersendiri, meskipun belum ada hasil resmi atau putusan hukum yang menetapkan Gibran bersalah.
Zainal menekankan, bahwa seluruh isu tersebut baru dapat dijadikan dasar hukum untuk pemakzulan jika telah melalui proses pembuktian yang sah di hadapan hukum dan lembaga terkait.
Proses Pemakzulan Sesuai Konstitusi
Lebih lanjut, Zainal menjelaskan, bahwa mekanisme pemakzulan tidak bisa dilakukan secara serampangan.
Prosesnya diawali dari kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kemudian dilanjutkan dengan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Apabila MK memutuskan, bahwa syarat-syarat pemakzulan terpenuhi, barulah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dapat memutuskan pemberhentian wakil presiden secara resmi.
Zainal sendiri secara pribadi mengakui, bahwa proses Pilpres 2024 yang mengantarkan Gibran ke kursi wakil presiden memang penuh kontroversi dan menurutnya cacat secara konstitusi.
Namun, ia menolak jika pemakzulan dilakukan dengan cara yang juga melanggar konstitusi.
Baginya, seluruh tahapan harus tetap mengikuti koridor hukum yang berlaku, tanpa rekayasa atau pengkhianatan terhadap UUD 1945.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur