Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok Karawang Akan Dibeli Negara

- Senin, 18 Agustus 2025 | 19:00 WIB
Rumah Pengasingan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok Karawang Akan Dibeli Negara


POLHUKAM.ID - 
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang, Endang Sodikin mendorong agar Rumah Djaw Kie Song Rengasdengklok dibeli dan dijadikan aset negara.

Rumah yang berlokasi di Dusun Bojong, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang tersebut memiliki nilai sejarah penting, karena pernah menjadi rumah pengasingan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta menjelang kemerdekaan Indonesia pada 16 Agustus 1945.

"Kami harapkan begitu, terlebih bapak Ketua MPR Ahmad Muzani berkujung ke lokasi dan ingin sampaikan ke Presiden Prabowo," kata Endang Sodikin kepada awak media pada Senin (18/8/2025).

Ia menyebutkan saat ini rumah tersebut masih dirawat oleh keturunan Djaw Kie Song.

Karena memiliki nilai sejarah penting, rumah tersebut harus mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Sekitar tahun 2010, ketika Rumah Djaw Kie Song hendak dibeli oleh Pemkab Karawang, ahli waris mematok harga sebesar Rp2 miliar.

Namun pemerintah saat itu hanya sanggup membayar Rp700 juta, sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat. Bahkan, pada tahun 2025 ini ahli waris menjualnya dengan harga Rp 8 miliar.

"Saya juga sudah 11 tahun sebagai wakil rakyat, kita banyak mendengar masukan dan informasi. Kemarin atas kunjungan MPR menginisiasi bagaimana Rumah Djaw Kie Song ini diakuisisi oleh negara. Kami sepakat kalau memang agendanya dianggarkan secara kolaboratif, kami tidak keberatan," katanya.

Endang menambahkan, rumah tersebut menjadi saksi bisu detik-detik kemerdekaan RI, bahkan bendera merah putih pertamakali dikibarkan pada 16 Agustus di Rengasdengklok.

Endang mengulas, kala itu kaum pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendesak kemerdekaan segera diproklamasikan.

Di rumah tersebut Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan, bahkan di rumah Djaw Kie Song pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia ditulis dan dipersiapkan.

"Sehingga tentu harapannya rumah tersebut oleh Presiden agar dijadikan aset negara. Sebagai Ketua Dewan saya sendiri sepakat terhadap agenda pembelian rumah tersebut," katanya. 

Kisah Pengasingan Soekarno-Hatta


6 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta "diculik" oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

Mereka yang terlibat 'penculikan', yakni Soekarni, Wikana, Aidit, Chaerul Saleh, dan lainnnya.

Ketika itu, golongan pemuda ingin menjauhkan Soekarno-Hatta dari pengaruh Jepang. Dasar "penculikan" tersebut merupakan sikap dari golongan muda terkait kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke II.

Golongan muda hendak memanfaatkan momentum kekalahan Jepang. "Penculikan" Soekarno-Hatta dilakukan agar mereka segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com, peristiwa "penculikan" itu terjadi pada Kamis, 16 Agustus 1945 dini hari. Soekarno dan Hatta dibawa ke kediaman Djiauw Kie Siong di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

Istri dari cucu Djiauw Kie Siong, Ibu Yanto (74), menceritakan, dua tokoh nasional itu pergi dari Jakarta saat subuh dan tiba di Karawang menjelang sore.

"Soekarno dan Hatta itu kan diculik sama golongan muda, PETA (Pembela Tanah Air). Dari Jakarta itu tanggal 15 subuh, sampai di sini (Karawang) itu sore, terus mereka menginap satu malam," kata Ibu Yanto, saat ditemui Kompas.com, di rumah Djiauw Kie Siong.

Di rumah yang kini masuk dalam situs cagar budaya itu, Yanto bercerita, kala itu, Soekarno turut membawa putranya, Guntur Soekarnoputra.

Selain itu, Soekarno juga turut membawa Ibu Fatmawati ke Rengasdengklok.

Sementara Hatta, hanya datang seorang diri tanpa membawa siapa-siapa.

"Mungkin Bapak Soekarno itu rapat segala macam, bikin konsep untuk kemerdekaan. Lalu, tanggal 16 Agustus 1945 malam, sebelum Pak Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta, bendera Merah Putih sudah banyak berkibar secara simbolis," kata dia melanjutkan.

Sore hari di Rengasdengklok, kedua tokoh bangsa itu dijemput oleh Jusuf Kunto dan Achmad Soebarjo.

"Mereka itu dijemput sama Pak Soebarjo dan pak Jusuf Kunto, diminta buat kembali ke Jakarta," tutur Yanto.

"Mereka sampai di Jakarta itu, 17 Agustus subuh. Naskah Proklamasi juga sudah diketik sama Pak Sayuti Melik," tutur Yanto bertutur.

Esok harinya, tepat pada pukul 10.00 WIB, Indonesia menyatakan merdeka dari penjajahan.

Soekarno, yang didampingi oleh Mohammad Hatta, membacakan teks proklamasi di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat.

Meski naskah proklamasi dibacakan di Jakarta, namun rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok akan selamanya menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia.

Rumah yang lekat dengan etnis Tionghoa itu pun menjadi saksi bahwa etnis Tionghoa, ikut berkontribusi dalam kemerdekaan Indonesia.

Sumebr: wartakota

Komentar