Analisis: Motif dan Risiko
Sholihin mengatakan, keterlibatan Geng Solo maupun motif Jokowi masih perlu pembuktian lebih lanjut. Namun pola kerusuhan yang terkoordinasi memang membuka pertanyaan besar.
Ada tiga skenario yang dinilai mungkin terjadi:
- Penunggang gerakan: kelompok tertentu memanfaatkan aksi buruh dan mahasiswa yang murni menuntut keadilan sosial.
- Skenario politik: kerusuhan dipelihara untuk menciptakan kesan instabilitas, lalu dijadikan justifikasi langkah politik tertentu.
- Konflik antar-elite: kerusuhan dijadikan alat saling jegal di antara faksi politik yang bersaing memperebutkan posisi kekuasaan.
Risiko paling besar adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga hukum.
Kerusuhan yang menelan korban jiwa pada 25 dan 28 Agustus, serta sorotan dari dunia internasional termasuk PBB, semakin menekan legitimasi politik nasional.
Sholihin menuntut pemerintah segera melakukan investigasi transparan.
Komnas HAM, lembaga independen, dan tim gabungan dinilai harus dilibatkan untuk menelusuri siapa dalang sesungguhnya di balik kerusuhan.
“Jangan sampai rakyat hanya dijadikan pion dalam permainan kekuasaan. Jika tuduhan soal Geng Solo benar, maka demokrasi kita sedang dalam bahaya besar,” pungkas Sholihin.
Sumber: RadarAktual
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris