Isu ini semakin sensitif ketika diketahui bahwa Gibran tengah digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas dugaan tidak berpendidikan SMA atau sederajat.
Bila terbukti, menurut Khozinudin, Gibran memenuhi kualifikasi untuk dimakzulkan sesuai Pasal 7A UUD 1945, yang menyebut presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan jika tidak lagi memenuhi syarat jabatan.
Pasal tersebut berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum … maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Khozinudin menyindir bahwa jika dulu Gibran “diselamatkan” lewat tafsir usia minimal oleh putusan MK No 90/PUU-XXI/2023, kali ini masalah ijazah tak mudah diakali.
“Ijazah yang bermasalah jelas tidak memenuhi syarat konstitusi,” ujarnya.
Namun pertanyaan besar pun muncul: akankah DPR berani memulai proses pemakzulan? Mengingat Presiden Joko Widodo sebelumnya menginstruksikan relawan untuk mendukung Prabowo-Gibran dua periode, banyak pihak meragukan langkah politik berani itu.
Sebagian aktivis bahkan menyebut rakyat bisa saja menempuh “cara Nepal”—merujuk pada demonstrasi besar yang pernah menjatuhkan kekuasaan monarki di negara itu—jika proses hukum tidak berjalan.
Untuk saat ini, semua mata tertuju pada DPR dan MPR. Apakah mereka berani menguji Pasal 7A UUD 1945 dan memproses pemakzulan Gibran?
Ataukah isu ijazah ini hanya akan menjadi kontroversi panjang tanpa akhir? Waktu yang akan menjawab! ***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur