Kapolri Dahului Prabowo Bentuk Tim Transformasi Reformasi Polri, Muslim Arbi: Strategi Geng Solo Pertahankan Listyo Sigit

- Kamis, 25 September 2025 | 06:25 WIB
Kapolri Dahului Prabowo Bentuk Tim Transformasi Reformasi Polri, Muslim Arbi: Strategi Geng Solo Pertahankan Listyo Sigit


Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri memicu perdebatan luas di ruang publik. Keputusan yang diumumkan lebih dulu dibanding rencana reformasi kepolisian yang tengah disiapkan Presiden Prabowo Subianto ini menimbulkan pertanyaan tentang koordinasi, arah kebijakan, dan potensi dinamika politik di baliknya.

Sejak gelombang demonstrasi besar pada Agustus 2025 yang menuntut perbaikan kinerja dan akuntabilitas Polri, wacana reformasi kepolisian menguat. Presiden Prabowo bahkan telah mengisyaratkan pembentukan komite reformasi dengan melibatkan unsur sipil, akademisi, dan pakar hukum. Di tengah ekspektasi itu, Kapolri tiba-tiba mengumumkan pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri yang sepenuhnya diisi pejabat internal kepolisian.

“Langkah ini terkesan mendahului agenda presiden,” kata pengamat hukum dan politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada wartawan, Selasa (23/9/2025). “Bukan hanya soal prosedur, tetapi juga sinyal politik tentang siapa yang memegang kendali proses reformasi.”

Tim Transformasi Reformasi Polri disebut terdiri dari para jenderal aktif, mulai dari pejabat utama di Mabes Polri hingga kepala divisi strategis. Tidak ada nama dari kalangan sipil seperti akademisi hukum atau aktivis hak asasi manusia. Padahal, banyak pihak menilai reformasi sejati menuntut keterlibatan publik.

“Tanpa perwakilan sipil, sulit berharap rekomendasi tim ini bebas dari bias internal,” ujar Muslim. “Transparansi dan akuntabilitas akan lemah jika hanya diawasi oleh institusi itu sendiri.”

Sejumlah organisasi masyarakat sipil pun menyuarakan keprihatinan serupa, mendesak agar Presiden Prabowo memastikan reformasi kepolisian melibatkan unsur independen seperti mantan Menkopolhukam Mahfud MD atau tokoh hukum lainnya.

Muslim Arbi mengaitkan langkah Kapolri dengan dugaan manuver politik yang ia sebut sebagai strategi “Geng Solo”—istilah yang merujuk pada lingkaran kekuasaan politik yang dekat dengan mantan Presiden Joko Widodo dan keluarga besar yang berasal dari Solo.

“Ini cara mempertahankan posisi Listyo Sigit sebagai orang nomor satu di Polri,” ujar Muslim. Menurutnya, dengan membentuk tim internal, Kapolri berusaha menunjukkan inisiatif reformasi agar tidak ada alasan dari pihak istana untuk melakukan pergantian pucuk pimpinan dalam waktu dekat.

Meski istilah “Geng Solo” bernada politis dan belum tentu menggambarkan fakta yang terverifikasi, wacana ini menambah kompleksitas persepsi publik tentang independensi Polri.

Sumber di lingkaran pemerintahan menyebutkan bahwa Presiden Prabowo sebenarnya tengah menyiapkan agenda reformasi lebih menyeluruh yang akan diumumkan dalam beberapa minggu ke depan. Agenda itu direncanakan melibatkan pakar hukum, tokoh masyarakat, dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat untuk menjamin transparansi.

Langkah Kapolri yang mendahului pengumuman presiden dikhawatirkan menimbulkan tumpang tindih kebijakan. “Jika tidak disinkronkan, bisa muncul persepsi adanya dua jalur reformasi: satu versi Polri dan satu versi pemerintah,” papar Muslim.

Pembentukan tim internal Polri tanpa konsultasi terbuka dinilai dapat menurunkan legitimasi proses reformasi. Ada kekhawatiran bahwa laporan dan rekomendasi tim hanya bersifat kosmetik dan tidak menyentuh akar masalah, seperti penegakan hukum yang transparan, pengawasan independen, dan pembenahan kultur kekuasaan di tubuh Polri.

Muslim melihat risiko perseteruan institusional jika pemerintah pusat menilai langkah Kapolri sebagai bentuk “perlawanan halus” terhadap arahan presiden. Dalam konteks politik yang tengah sensitif, ketidakharmonisan ini dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menggiring opini publik.

Muslim memprediksi beberapa skenario. Pertama, pemerintah dan Polri dapat segera menyatukan langkah dengan melebur tim internal ke dalam komite nasional reformasi. Kedua, tim Polri jalan sendiri, namun berisiko hanya menghasilkan rekomendasi simbolik. Ketiga, muncul gesekan politik yang memperpanjang proses pembenahan institusi.

“Bagi publik, reformasi kepolisian adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar wacana politik. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar upaya ini tidak dipersepsikan sebagai manuver mempertahankan jabatan atau kekuasaan,” pungkasnya.

Foto: Muslim Arbi (IST)

Komentar