UU Tapera Inkonstitusional, MK Beri Waktu 2 Tahun untuk Penataan Ulang

- Senin, 29 September 2025 | 19:40 WIB
UU Tapera Inkonstitusional, MK Beri Waktu 2 Tahun untuk Penataan Ulang


Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) inkonstitusional.

Dalam putusannya, MK memerintahkan agar DPR dan Pemerintah sebagai pembuat undang-undang melakukan penataan ulang agar UU Tapera bisa sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.

“Menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).

"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188)," lanjut Suhartoyo.

Selanjutnya, Suhartoyo mengatakan UU Tapera tetap berlaku sampai pembuat undang-undang melakukan penataan ulang.

MK memberikan tenggat waktu selama 2 tahun bagi pembuat undang-undang untuk menata ulang UU Tapera.

“Menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus diakukan penatan ulang dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan a quo diucapkan,” ujar Suhartoyo.

Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa dalam proses penataan ulang, pembentuk undang-undang perlu memperhatikan pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban yang memberatkan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri.

Enny juga menyebut bahwa DPR dan Pemerintah perlu mengkaji agar aturan Tapera bisa bersifat pilihan bagi pemberi kerja dan pekerja, bukan kewajiban.

“Dalam hal ini, pembentuk undang-undang perlu memperhitungkan secara cermat ihwal pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan dari pengaturan yang sifatnya mewajibkan menjadi pilihan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri sesuai dengan prinsip keadilan sosial," kata dia.

"Perlindungan kelompok rentan, serta kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945,” tandas Enny.

Sumber: suara
Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo. [Suara.com/Istimewa]

Komentar