Profil Atika Algadrie, Ibu Nadiem Makarim Aktivis Antikorupsi

- Sabtu, 04 Oktober 2025 | 19:40 WIB
Profil Atika Algadrie, Ibu Nadiem Makarim Aktivis Antikorupsi


Nama Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), kini tengah menjadi pusat perhatian publik setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp1,98 triliun.

Kejaksaan Agung menyebut Nadiem terlibat dalam perencanaan proyek yang berlangsung pada 2020. Sejak Kamis, 4 September 2025, ia resmi ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan mengenakan rompi merah muda khas tahanan Kejaksaan.

Kasus ini bukan hanya mengguncang karena besarnya kerugian negara, tetapi juga karena sosok Nadiem yang selama ini dikenal sebagai menteri muda inovatif dan reformis. Selain itu latar belakang keluarganya juga bukan kaleng-kaleng.

Ayah dan ibunya terkenal sebagai tokoh anti korupsi. Ibu Nadiem Makarim bernama Atika Algadrie memiliki pengalaman panjang, kontribusi nyata, dan dedikasi kuat terhadap bangsa. 

Berikut profil Atika Algadrie secara ringkas. 

Putri Pejuang Kemerdekaan


Orang Tua Nadiem Makarim menyampaikan keterangan usai menghadiri sidang perdana praperadilan anaknya di Pengadilan Negeri Jaksel, Jumat (3/10/2025). [Suara.com/M Yasir]

Atika Algadrie lahir di Pasuruan pada 21 Maret 1945, tepat di tahun kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Ia merupakan putri dari Hamid Algadri, seorang tokoh pejuang kemerdekaan yang ikut serta dalam sejumlah perundingan penting, mulai dari Perundingan Linggarjati, Renville, hingga Konferensi Meja Bundar. Dari latar belakang keluarga ini, Atika mewarisi nilai-nilai perjuangan, nasionalisme, serta semangat melawan ketidakadilan.

Pendidikan dan Kiprah Internasional

Sejak muda, Atika dikenal cerdas dan berorientasi pada pendidikan. Ia menempuh pendidikan tinggi hingga ke luar negeri, bahkan berhasil meraih gelar Master of Education dari Harvard University, Amerika Serikat. Tidak banyak perempuan Indonesia di era 1960–1970-an yang mampu mencapai pendidikan tinggi di universitas kelas dunia, sehingga pencapaian Atika kala itu tergolong luar biasa.

Dengan bekal ilmu pendidikan dari Harvard, Atika kembali ke Indonesia dan mulai berkarya. Ia percaya bahwa pendidikan merupakan fondasi penting untuk mencetak generasi yang berdaya dan berintegritas. Prinsip inilah yang ia turunkan dalam pola asuh terhadap anak-anaknya, termasuk Nadiem.

Pendiri Majalah Femina dan Peran di Dunia Media

Selain kiprah akademiknya, Atika juga dikenal sebagai salah satu pendiri majalah Femina. Media ini menjadi tonggak penting dalam dunia jurnalistik Indonesia karena menghadirkan ruang khusus bagi perempuan, baik sebagai pembaca, profesional, maupun pengusaha.

Majalah Femina sejak awal berdirinya tidak hanya berfokus pada gaya hidup, tetapi juga mengangkat isu-isu kesetaraan, peran perempuan dalam keluarga, hingga partisipasi perempuan di dunia bisnis. Melalui Femina, Atika turut berkontribusi membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk lebih percaya diri dan memiliki ruang di ranah publik.

Aktivis Sosial dan Antikorupsi

Peran Atika tak berhenti di media. Ia juga aktif dalam berbagai gerakan sosial. Salah satunya, ia tercatat sebagai salah satu Dewan Pendiri Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA), sebuah penghargaan bergengsi yang diberikan kepada pejabat publik berintegritas tinggi. Kehadiran Atika di BHACA mencerminkan konsistensinya dalam mendorong nilai-nilai transparansi dan antikorupsi, yang sejalan dengan semangat perjuangan ayahnya.

Ketika pandemi Covid-19 melanda, Atika menunjukkan kepeduliannya terhadap masyarakat. Ia menggagas Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen bersama sejumlah tokoh nasional. Program ini bertujuan memperluas akses tes kesehatan agar masyarakat dari berbagai lapisan bisa lebih cepat terdeteksi dan ditangani bila terpapar virus. Langkah ini menjadi bukti nyata bahwa meski usianya sudah lanjut, Atika tetap aktif memberikan kontribusi untuk bangsa.

Sosok Ibu yang Tegas

Dalam kehidupan keluarga, Atika dikenal sebagai sosok ibu yang tegas dan berprinsip. Nadiem pernah mengungkapkan bahwa sejak kecil dirinya jarang mendapat pujian dari sang ibu meski sering berprestasi. Atika percaya, anak harus dididik dengan disiplin dan tanggung jawab, bukan sekadar dielu-elukan.

Namun, ada momen khusus yang begitu berkesan bagi Nadiem. Saat ia dipercaya Presiden Joko Widodo untuk menjabat sebagai menteri, Atika akhirnya menyatakan rasa bangganya. Bagi Nadiem, ucapan sederhana itu bermakna mendalam karena datang dari sosok yang selama ini dikenal hemat dalam memberi pengakuan.

Sikap Atika di Tengah Kasus Nadiem

Saat Nadiem ditetapkan sebagai tersangka, Atika bersama suaminya, Nono Anwar Makarim, tak bisa menyembunyikan kesedihan. Namun, keduanya tetap menunjukkan keteguhan hati. Mereka percaya bahwa Nadiem tidak bersalah dan berharap proses hukum berjalan dengan transparan serta adil. Nono secara terbuka menyampaikan harapan agar anaknya segera dibebaskan.

“Sebagai ibu dari Nadiem, saya sedihnya luar biasa. Dia orang yang menjalankan nilai-nilai keadilan, kebersihan yang berasal dari pendidikan kita sejak kecil—bahwa orang itu harus bersih, harus jujur, tidak boleh mengambil hak orang lain. Kami tidak menyangka bahwa ini akan terjadi,” ujar Atika di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10).

Kehadiran Atika di pengadilan, mendampingi sang anak di tengah badai kasus, memperlihatkan sosok ibu yang setia, tegar, sekaligus berwibawa. Ia bukan hanya tampil sebagai seorang ibu rumah tangga, melainkan juga sebagai perempuan dengan sejarah panjang di dunia pendidikan, media, dan aktivisme sosial.

elakang yang tidak kaleng-kaleng. Sejarah panjangnya memungkinkan Nadiem Makarim memiliki akses untuk memperoleh pendidikan dan pengalaman bergengsi. 

Sumber: suara
Foto: Atika Algadrie/Net

Komentar