Sebab jika merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, hal tersebut diperkirakan memakan waktu panjang dan bisa saja merambah kepada kluster-kluster lain.
"Padahal kita hanya akan mengisi kekosongan aturan soal Pemilu dikarenakan adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) di tiga provinsi di Papua dan IKN," kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/7/2022).
Ia menerangkan, pemerintah juga pernah keluarkan Perppu ketika menunda pelaksanaan pilkada 2020 dari semula 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Ia mengklaim diskusi dan pembicaraan di Komisi II juga telah disepakati bahwa Perppu akan diambil untuk mengisi kekosongan instrumen hukum soal Pemilu di lokasi-lokasi tersebut daripada melakukan revisi Undang-Undang Pemilu.
"KPU boleh saja mengusulkan, tapi yang menentukan DPR bersama pemerintah. KPU itu menyelenggarakan pelaksanaan apa yang kita tetapkan oleh DPR dan Pemerintah," tuturnya.
Sementara itu pasca disahkannya tiga DOB Papua baru, Guspardi menilai penambahan anggaran Pemilu merupakan sebuah keniscayaan. Persoalan tersebut akan dibahas bersama KPU.
"Jadi tergantung kesepakatan pemerintah dan DPR kapan waktu yang tepat untuk kita bahas. Sekarang ini kan baru tahapan pemilu, belum masuk kepada penetapan dapil dan lain sebagainya," ungkapnya.
Sebelumnya, KPU menginginkan revisi Undang-Undang Pemilu harus bisa diselesaikan pada akhir tahun 2022. Tujuannya untuk memastikan DOB diikutsertakan dalam Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024.
"Akhir tahun 2022. Kenapa? Karena Februari sudah ada kegiatan atau tahapan KPU menetapkan daerah pemilihan sehingga dengan begitu ketentuan tentang dapil (daerah pemilihan) harus sudah siap," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Rabu (29/6/2022).
Kemudian, pada Mei 2023, kata Hasyim, sudah harus digelar tahapan pencalonan, baik untuk DPR RI maupun DPD RI. "Oleh karena itu kan sebelum pencalonan sebisa mungkin urusan dapil sudah selesai (termasuk daerah pemilihan untuk daerah otonomi baru jika revisi UU rampung akhir 2023). Idealnya begitu," ucapnya.
Hasyim menjelaskan ada dua bentuk daerah otonomi baru, yang pertama adalah DOB seperti di Papua dan yang kedua Ibu Kota Negara.
Daerah otonomi baru di Papua, menurut dia, akan berdampak pada pemilih, daerah pemilihan alokasi kursi DPR RI, dan pemilihan DPRD, gubernur, serta bupati atau wali kotakalau terbentuk kabupaten atau kota.
"Namanya juga DOB, daerah otonomi baru, salah satu tandanya, daerah otonomi itu punya DPRD. Maka kemudian konsekuensi ada DPRD provinsi dan dapilnya juga harus ditata ulang," ucapnya.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Tom Lembong Laporkan Auditor BPKP yang Klaim Ada Kerugian Negara di Kasus Impor Gula
Ijazah SMA Diragukan, Gibran Disuruh Ikut Paket C oleh Dokter Tifa: Daftar Kuliah Pakai Ijazah Apa?
Eks Wakapolri Bongkar Perang Dingin Polri-Kejaksaan: Soroti Arogansi dan Beda Usia Pimpinan
Gus Yaqut Resmi Dicekal KPK! Skandal Haji Diduga Rugikan Negara Rp1 Triliun, Status Tersangka?