"Kalau untuk wewenang OJK dan BI, kita harus cek detil dulu. Tapi, kalau dari pandangan saya mereka dapat ikut andil dalam hal advisory atau penelahaan terhadap kasus penyelesaian sengketa kreditur," kata dia ketika dihubungi wartawan, Kamis sore (6/7).
OJK dan BI, lanjut dia, bisa masuk dalam kasus Titan tanpa harus mengintervensi. Mereka bisa menganalisa bila pun ada pelanggaran, maka OJK bisa berkoodrinasi dengan penegak hukum.
"Ikut andil dalam arti memberikan masukan. Bukan intervensi ke dalam kasus tersebut," jelas dia.
Hal yang umum dalam dunia perbankan, jika ada kredit yang sedang bermasalah diberikan restrukturisasi sehingga kondisi perusahaan menjadi normal kembali sehingga dapat membayar kembali kepada bank dengan normal. Apalagi Pemerintah melalui OJK juga telah menerbitkan POJK No 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai dampak Pandemi Covid-19.
"Kalau untuk penyelesaian itu sendiri, kan, sebenarnya bisa masuk ke ranah hukum," kata dia, menambahkan.
Namun dengan catatan, penegak hukum tidak bisa menjerat debitur yang sudah menyepakati perjanjian dengan krediturnya. Sebab, permasalahan ini termasuk kategori perjanjian utang-piutang, sehingga bukan ranah pidana melainkan perdata.
Ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Apabila, aparat penegak hukum tetap memberikan sanksi pidana kepada debitur yang telah melakukan perjanjian perdata dengan kreditur maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.
"Dasarnya, kan, adalah perjanjian hutang piutang. Ada yang ngasih pinjaman dan ada yang dapat pinjaman dimana ada hak dan kewajiban antar kedua belah pihak tersebut," beber dia.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur