Keberadaan smelter nikel, lanjut Faisal, tidak memperdalam struktur industri nasional. Jangan membayangkan produk smelter dalam bentuk besi dan baja bisa langsung dipakai untuk industri otomotif, pesawat terbang, dan kapal. Atau bisa langsung digunakan oleh industri peralatan rumah tangga seperti panci, sendok, garpu, dan pisau sekalipun.
“Ada memang, tetapi jumlahnya sangat kecil. Produk besi dan baja (HS 72) yang diproduksi dan diekspor terdiri dari banyak jenis. Yang dikatakan Presiden Jokowi adalah produk induknya atau produk di kelompok kode HS 72,” kata Faisal.
Menurut Faisal, hampir separuh dari ekspor HS 72 berbentuk ferro alloy, atau ferro nickel. Ada pula yang berbentuk nickel pig iron (NPI), dan nickel mate. Asal tahu saja, hampir semua produk-produk itu (bahan baku), tidak diolah lebih lanjut. Sehingga harus diekspor ke China.
“Di China, produk-produk seperempat jadi itu diolah lebih lanjut untuk memperoleh nilai tambah yang jauh lebih tinggi. Lalu, produk akhirnya dijual atau diekspor (kembali) ke Indonesia,” kata Faisal.
Dalam porsi yang jauh lebih rendah, lanjutnya, adalah semi-finished products. Sejauh ini, tak satu pun pabrik smelter di Pulau Sulawesi, telah memproduksi batere untuk kendaraan listrik, atau besi baja sebagai finished products. “Rel untuk kereta cepat saja, seluruhnya masih diimpor dari China. Jadi, apakah masih yakin Indonesia untung,” pungkas Faisal.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Viral Jokowi Gagal Salam Khas UGM, Netizen Soroti Status Alumni: Ini Faktanya!
Jokowi Gagal Salam Khas UGM? Ini Momen Celingak-celinguk yang Bikin Penasaran
Prabowo Sindir Konten Podcast: Pintar tapi Sebar Kebencian?
Luhut Usulkan Dana Rp 50 Triliun untuk INA: Siapa Di Balik Indonesia Investment Authority?