IRONI Upah: Pekerja Indonesia Kesulitan di Negeri Sendiri, TKA China Berlimpah di Nusantara

- Minggu, 16 Februari 2025 | 16:30 WIB
IRONI Upah: Pekerja Indonesia Kesulitan di Negeri Sendiri, TKA China Berlimpah di Nusantara

Sementara itu, kehadiran ekspatriat di Indonesia menunjukkan kebutuhan akan keahlian khusus yang mungkin belum tersedia secara lokal. 


Memahami paradox ini penting bagi pembuat kebijakan untuk merancang strategi peningkatan kualitas tenaga kerja dan penyesuaian upah yang lebih kompetitif di dalam negeri.


Fenomena masuknya tenaga kerja asing (TKA) asal China ke Indonesia telah menjadi topik perbincangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. 


Para pekerja ini, mulai dari pekerja kasar hingga tenaga ahli, terus berdatangan setiap harinya dalam jumlah yang cukup besar. 


Kehadiran mereka menimbulkan berbagai dinamika dalam pasar tenaga kerja Indonesia, terutama terkait perbedaan upah antara TKA China dan pekerja lokal.


Jumlah dan Kehadiran TKA China di Indonesia


Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, terdapat 59.320 pekerja asing asal China di Indonesia, yang mencakup 44,49% dari total tenaga kerja asing di negara ini. 


Sebaran TKA China ini terutama terkonsentrasi di wilayah dengan sumber daya alam melimpah, seperti Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara. 


Kehadiran mereka seringkali terkait dengan investasi China di sektor industri logam dan pertambangan.


Perbedaan Upah antara TKA China dan Pekerja Lokal


Salah satu isu utama yang muncul adalah kesenjangan upah antara TKA China dan pekerja lokal Indonesia. 


Ekonom senior Faisal Basri mengungkapkan bahwa di salah satu perusahaan smelter milik China, TKA menerima gaji antara Rp17 juta hingga Rp54 juta per bulan. 


Sementara itu, pekerja lokal di perusahaan yang sama hanya menerima upah di kisaran upah minimum regional.


Selain itu, Minister Counselor Kedutaan Besar China di Indonesia, Wang Liping, menyatakan bahwa gaji pekerja terampil asal China di Indonesia rata-rata mencapai US$30.000 per tahun (sekitar Rp450 juta), belum termasuk biaya penerbangan internasional dan akomodasi yang ditanggung oleh perusahaan. 


Sebagai perbandingan, pekerja lokal Indonesia hanya menerima sekitar 10% dari total biaya yang dikeluarkan untuk pekerja China. citeturn0search6


Implikasi dan Tanggapan


Perbedaan upah yang signifikan ini menimbulkan berbagai implikasi sosial dan ekonomi. Di satu sisi, perusahaan beralasan bahwa TKA China membawa keahlian khusus dan efisiensi kerja yang tinggi, sehingga dianggap sepadan dengan kompensasi yang diberikan. 


Namun, di sisi lain, kesenjangan upah ini dapat memicu ketidakpuasan di kalangan pekerja lokal dan menimbulkan persepsi ketidakadilan.


Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta agar klaim mengenai perbedaan upah ini didukung dengan data yang valid dan tidak berdasarkan asumsi semata. 


Beliau menekankan pentingnya efisiensi dan kecepatan kerja dalam proyek-proyek tertentu, yang mungkin menjadi alasan perusahaan memilih untuk mendatangkan tenaga kerja asing.


Kesimpulan


Kehadiran TKA China di Indonesia dengan gaji yang lebih tinggi dibandingkan pekerja lokal mencerminkan dinamika kompleks dalam pasar tenaga kerja dan investasi asing. 


Meskipun alasan seperti keahlian khusus dan efisiensi kerja menjadi pertimbangan utama, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa kesenjangan upah ini tidak menimbulkan ketidakadilan dan ketegangan sosial di masyarakat. 


Transparansi, regulasi yang ketat, dan peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal menjadi kunci dalam mengatasi isu ini. ***


Sumber: FusilatNews

Halaman:

Komentar

Terpopuler