Publik sebenarnya menginginkan komunikasi yang lebih menenangkan, terutama saat pemerintah menghadapi kritik.
Sebagai kepala negara, Prabowo dinilai perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pilihan katanya.
Dalam membangun citra yang kuat, kata Kamal, seorang pemimpin tetap harus menghormati norma komunikasi publik.
"Normalisasi bahasa kasar di tingkat elite bisa berujung pada degradasi kualitas komunikasi politik di Indonesia," imbuhnya.
Tak hanya Prabowo
Buruknya gaya komunikasi tersebut, bukan hanya tergambar pada Prabowo. Beberapa menteri dan pejabat setingkatnya juga menunjukkan gaya komunikasi yang menuai kritikan tajam. Mereka dianggap sinis.
Sebut saja pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menanggapi #KaburAjaDulu.
"Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi," kata Nuel sapaan akrabnya beberapa waktu lalu.
Belakangan, dia mengklarifikasi pernyataannya tersebut. Dia mengaku bertanggungjawab atas perkataannya sendiri. Ia berdalih tagar tersebut bisa memunculkan pesimisme di masyarakat.
Dia tak ingin ada yang orang pergi ke luar negeri, tapi tidak bisa kembali lagi kemudian menyalahkan pemerintah.
Pernyataan berikutnya yang tak kalah kontroversi, kalimat yang dilontarkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi tagar Indonesia Gelap. Dalam keterangannya, Luhut menilai tagar tersebut tidak relevan.
Menurutnya, masalah lapangan pekerjaan yang menjadi salah satu isu dalam tagar Indonesia Gelap, bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara lain seperti Amerika Serikat.
"Jadi kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau! Bukan Indonesia. Jadi kita jangan terus mengklaim sana-sini," kata Luhut pada Rabu (19/2).
Pengamat politik dari Citra Institute, Yusak Farchan menilai kalimat-kalimat yang dilontarkan jajaran kabinet Prabowo yang dianggap antikritik merupakan implikasi dari gagalnya Kantor Komunikasi Kepresiden membahasakan kebijakan pemerintah sehingga tidak dapat dipahami masyarakat. Dampaknya adalah bermunculannya tagar Kabur Aja Dulu hingga Indonesia Gelap.
"Terutama para jubir di kantor komunikasi kepresidenan yang tidak tanggap, tidak cepat, menyelami anatomi masyarakat," kata Yusak.
Gagalnya upaya membahasakan kebijakan Prabowo, kemudian diperburuk dengan pernyataan-pernyataan dari jajaran kabinet seperti Luhut dan Nuel.
Yusak pun menilai jika hal tersebut terus berulang akan membahayakan, karena berpotensi merusak kredibilitas Prabowo sebagai presiden.
Respons yang diberikan harusnya mampu menumbuhkan optimisme masyarakat dan merasionalkan kebijakan pemerintah sehingga dapat dipahami dengan mudah. Bukan justru sebaliknya, dengan serangan balik dengan kalimat yang sinis.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur