Uang Rakyat dan Bayangan Danantara

- Rabu, 26 Februari 2025 | 16:31 WIB
Uang Rakyat dan Bayangan Danantara


'Uang Rakyat dan Bayangan Danantara'


Di sebuah warung kecil di pinggiran kota, seorang lelaki paruh baya menyeruput kopi hitamnya perlahan. Di seberang meja, temannya membuka surat kabar yang baru dibeli. 


Mereka tidak sedang membaca berita olahraga atau gosip selebritas. Mata mereka tertuju pada satu kata yang akhir-akhir ini sering muncul di berita: Danantara.


“Dana abadi,” kata si lelaki, membaca keras-keras. “Katanya bisa bikin ekonomi tumbuh sampai 8%.”


Temannya tertawa kecil, bukan karena geli, tetapi karena sudah terlalu sering mendengar janji-janji semacam ini.


“Uang siapa yang mereka pakai?” tanyanya.


“Ya uang kita, uang rakyat,” jawabnya sambil mengaduk kopi yang sudah hampir habis.


Percakapan ini bukan milik dua orang itu saja. Di banyak sudut kota, di desa-desa yang jauh dari hiruk-pikuk Jakarta, pertanyaan serupa menggema. 


Uang rakyat, yang dipungut dari pajak, dari keringat buruh, dari harapan petani, kini berlabuh di lembaga yang katanya akan membawa Indonesia ke masa depan yang lebih cerah.


Tapi apakah benar begitu?


Sebuah Janji Besar

Pada 24 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto meresmikan Danantara, Dana Abadi Nusantara Indonesia. 


Lembaga ini digadang-gadang sebagai sovereign wealth fund (SWF) terbesar yang akan mengelola lebih dari US$900 miliar dalam bentuk aset negara.


Danantara didesain seperti Temasek Holdings di Singapura atau 1MDB di Malaysia (meskipun yang terakhir lebih dikenal karena skandalnya). 


Pemerintah mengatakan, dana ini akan menjadi mesin ekonomi baru yang mengoptimalkan kekayaan negara dengan mengelola saham di berbagai BUMN utama: Bank Mandiri, BRI, Pertamina, PLN, Telkom Indonesia, dan lainnya.


Rencananya, Danantara akan menginvestasikan US$20 miliar ke lebih dari 20 proyek strategis, mencakup sektor pengolahan logam, kecerdasan buatan, kilang minyak, energi terbarukan, dan produksi pangan. Semuanya tampak indah di atas kertas.


Tetapi di negara yang telah berkali-kali dikecewakan oleh skandal dana publik, pertanyaan utama tetap sama: Apakah ini benar-benar untuk rakyat, atau hanya permainan elit?


Politik, Uang, dalam Lembaga Investasi

Sejarah menunjukkan bahwa ketika ada dana besar yang dikelola tanpa transparansi ketat, selalu ada risiko penyimpangan. 


Danantara, dengan modal raksasa dan wewenang besar, memiliki potensi menjadi salah satu entitas ekonomi paling berpengaruh di Indonesia.


Tetapi siapa yang mengelola Danantara?


Pemerintah menunjuk Rosan Roeslani sebagai CEO dan Pandu Sjahrir sebagai Kepala Unit Investasi. Rosan Roeslani adalah mantan Ketua Kadin dan Dubes Indonesia untuk AS—figur yang tidak asing dalam lingkaran elite bisnis dan politik. 


Sementara Pandu Sjahrir adalah pengusaha muda yang juga memiliki jaringan luas dalam industri keuangan dan teknologi.


Kedua sosok ini memiliki pengalaman dalam dunia bisnis, tetapi juga punya kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. 


Maka, wajar jika muncul pertanyaan: apakah mereka akan bertindak murni sebagai profesional, ataukah akan ada kepentingan politik yang ikut bermain?


Ketika lembaga investasi negara berada dalam genggaman orang-orang yang terlalu dekat dengan kekuasaan, risiko intervensi politik menjadi lebih tinggi. 


Alih-alih berfokus pada keuntungan bagi negara, keputusan investasi bisa saja didorong oleh kepentingan kelompok tertentu.


Halaman:

Komentar

Terpopuler