Tiga Tragedi, Seribu Nyawa, dan Hutang Moral Prabowo-Puan Kepada Rakyat

- Senin, 07 April 2025 | 10:50 WIB
Tiga Tragedi, Seribu Nyawa, dan Hutang Moral Prabowo-Puan Kepada Rakyat


Tidak ada transparansi, tidak ada evaluasi menyeluruh, dan lagi-lagi: tidak ada rasa bersalah dari pemegang kekuasaan saat itu.


Ketiga peristiwa ini—KPPS 2019, KM 50, dan Kanjuruhan—telah merenggut hampir 1.000 nyawa warga negara Indonesia yang tak bersalah. 


Apakah kita akan terus menormalisasi tragedi? Apakah nyawa rakyat hanya dihitung sebagai collateral damage dalam perjalanan politik kekuasaan?


Mengapa Prabowo dan Puan Harus Bertindak


Prabowo adalah presiden baru. Puan, Ketua DPR RI. Mereka kini jadi dua tokoh sentral di panggung politik nasional. 


Keduanya bukan sekadar mewarisi kekuasaan, tapi juga mewarisi utang moral dan hukum dari pemerintahan sebelumnya, yakni Presiden Joko Widodo. Dan seperti hukum alam: kekuasaan datang bersama tanggung jawab.


Tidak ada alasan lagi untuk menunda. Pemerintah harus berani membentuk TGPF independen untuk ketiga tragedi ini. 


Hukum tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan saja. Harus diusut siapa pemberi perintah, siapa yang menutup-nutupi, dan siapa yang membiarkan kejahatan ini terjadi.


Negara hukum yang sehat tidak boleh tunduk pada impunitas. Apalagi konstitusi kita secara eksplisit menyatakan: setiap warga negara sama di mata hukum. Tidak ada kekebalan. Tidak ada pengecualian, bahkan bagi pejabat setinggi presiden sekalipun.


Menolak Lupa, Menuntut Keadilan


Rakyat Indonesia punya hak untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka berhak mendapatkan keadilan atas kehilangan anggota keluarga mereka. 


Demokrasi bukan hanya tentang pemilu setiap lima tahun, tetapi juga soal bagaimana negara memperlakukan warganya—terutama saat warganya gugur karena menjalankan tugas negara.


Kini semua mata tertuju pada Prabowo dan Puan. Apakah mereka akan diam, atau memilih jalan keberanian?


Satu hal yang pasti: kita tidak akan lupa. Dan keadilan yang tertunda terlalu lama, akan menjadi kejahatan baru yang lebih dalam.


***

Halaman:

Komentar