Atas perbuatannya, pelaku terancam pasal tentang Perlindungan Anak menjadi UU dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Selain itu, sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), korban dalam upaya pemulihan berhak mengajukan biaya restitusi yang akan dibayarkan oleh pelaku yang penilaian besaran biayanya dilakukan oleh LPSK.
Apabila harta kekayaan pelaku yang disita tidak mencukupi untuk membayar biaya restitusi maka pelaku dikenai pidana penjara pengganti yang tidak melebihi ancaman pidana pokoknya dan negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi yang kurang bayar kepada korban, sesuai dengan putusan pengadilan.
Di samping itu, ditambah lagi pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik, setelah terpidana selesai menjalani hukuman penjaranya paling lama 20 tahun.
Penanganan hukum terhadap pelaku anak harus merujuk UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan pilihan sanksi pidana dan tindakan. Dalam hal pelaku adalah Anak, maka hak korban dalam pemulihan juga dijamin dalam UU 12 tahun 2022 tentang TPKS dimana pemberian restitusi dilakukan oleh orang tua atau wali.
"Kementerian PPPA akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Aparat Penegak Hukum setempat untuk memastikan korban mendapatkan pelayanan dan pendampingan hukum sesuai dengan kebutuhannya sampai korban pulih kembali," tutup Nahar.
Sumber: republika.co.id
Artikel Terkait
Suami Pertama Anti Puspitasari Disebut Mirip Pelaku di CCTV, Ini Fakta dan Kemungkinannya!
Viral Aksi Komplotan Penculik di Tangsel: Siksa Korban Beli Mobil, Senpi dan Seragam Polisi Disita!
RI Gagal Bayar Utang Kereta Cepat, Mahfud Khawatir China Klaim Natuna Utara?
Budaya Pemerasan & Korupsi di Polri: Konsekuensi Mematuhi dan Risiko Menolak Arus Pimpinan