Ia mempertanyakan apakah yang dimaksud "Teknologi Kayu" sebenarnya merujuk pada Bagian Teknologi Kehutanan atau Teknologi Hasil Hutan.
Namun menurutnya, pergeseran istilah semacam itu seharusnya memiliki dasar hukum atau dokumen resmi yang menjelaskan perubahan nomenklatur.
“Perubahan istilah dari 'Kehutanan' menjadi 'Kayu' tidak pernah diklarifikasi dalam dokumen resmi UGM maupun Kementerian Pendidikan. Ini sangat janggal,” tegasnya.
Suryadi juga menyebut penelusuran ini didukung oleh sejumlah literatur sejarah UGM yang tersimpan di Leiden, seperti buku Jejak Langkah Fakultas Kehutanan UGM karya Moch. Sambas Sabarnurdin, Membangun Hutanku yang Terlanjur Rusak oleh Ronggo Sardono, serta dokumen internal UGM lainnya dari era 1970-an hingga 1990-an.
Dari semua sumber tersebut, kesimpulan Suryadi tegas, tidak ada jurusan yang pernah bernama “Teknologi Kayu” di lingkungan Fakultas Kehutanan UGM, baik pada masa lalu maupun sekarang.
Yang ada hanya bagian atau departemen yang berkaitan dengan hasil hutan secara umum, tanpa secara khusus menyebut "kayu".
“Jika memang ada, tentu harus bisa ditunjukkan buktinya dalam dokumen akademik atau arsip resmi,” katanya.
Penelusuran ini membuka ruang diskusi lebih luas soal transparansi data akademik dan pentingnya dokumentasi sejarah pendidikan tinggi di Indonesia.
Meski menyentuh isu yang sensitif, Suryadi menyatakan bahwa niat utamanya adalah menjaga integritas sejarah akademik, bukan menyerang pribadi.
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur