Padahal justru karena terkait “sang mantan” itu, publik menuntut standar transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi, bukan pengaburan apalagi bermain kata.
Kedua, ini bisa mencerminkan kondisi internal Polisi sendiri yang saat ini sedang berada dalam sorotan publik.
Berbagai kasus pelanggaran etika, korupsi, dan ketidakprofesionalan aparat kepolisian telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini.
Maka ketika dalam kasus ijazah ini Polisi justru mwmilih bermain dalam ranah semantik—bukannya fakta—wajar masyarakat bertanya: Apakah ini bentuk ketidakberdayaan sehingga berujung keberpihakan pada salah satu?
Ketiga, pernyataan “identik” berpotensi digunakan sebagai bentuk pembenaran legal formal, bukan penyelesaian substansial.
Dalam dunia hukum, hal ini kerap terjadi: ketika pembuktian otentik tidak dapat ditunjukkan secara gamblang, maka seringkali penegak hukum berlindung pada istilah-istilah “mirip”, “sesuai”, atau “tidak ditemukan perbedaan signifikan.”
Namun sekali lagi, dalam kasus ini, publik tidak ingin jawaban abu-abu.
Penting ditegaskan bahwa kepercayaan terhadap lembaga negara dibangun dari keterbukaan, keberanian menunjukkan bukti asli, dan ketegasan dalam menindak dugaan pelanggaran hukum tanpa pandang bulu.
Jika ijazah Jokowi memang asli, bukankah lebih mudah dan logis untuk menunjukkan langsung dokumen aslinya, membiarkan publik, media, dan lembaga independen memverifikasinya secara terbuka?
Mengapa harus berputar putar dalam istilah “identik dengan pembanding”?
Pertanyaan-pertanyaan ini sekali lagi bukan bentuk kebencian terhadap sosok Jokowi atau institusi kepolisian, bukan.
Tetapi ini adalah cermin kegelisahan masyarakat terhadap merosotnya nilai transparansi dan integritas.
Rakyat berhak tahu kebenaran secara utuh, bukan disuguhi narasi yang dibungkus rapi tapi kosong substansi.
Kesimpulannya, Polisi seharusnya menjawab keraguan publik dengan pendekatan yang lebih profesional dan faktual.
Bukan dengan permainan kata yang mengaburkan makna, tapi dengan bukti otentik yang tidak terbantahkan.
Di tengah krisis kepercayaan terhadap institusi penegak hukum, publik butuh kejujuran, bukan kata-kata manis yang kosong tanpa substansi. Wallahualam. ***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur